Thursday, June 16, 2011

STATUS HADIS SAFINAH

Imam Muhammad bin Idris Shafii telah merujuk kepada sahihnya hadith ini di dalam rangkap syairnya yang dirakamkan oleh Allama Fazil Ajib di dalam bukunya ‘Zakhiratul-Ma’al’ Imam Shafii yang dikenali sebagai seorang ulama yang terkenal dari golongan sunni, mengakui bahawa kecintaan kami terhadap keturunan nabi yang suci adalah membawa kami kepada keselamatan kerana, dari tujuh puluh golongan Islam, hanya golongan yang mengikuti keturunan nabi sahaja yang akan selamat.



Ibnu Hajar telah meriwayatkan hadith ini di dalam kitabnya al-Sawaiq al-Muhriqah dan berkata:"Dasar keserupaan mereka dengan bahtera (NabiNuh) bermakna bahawa sesiapa yang mencintai mereka dan mengagung-agungkan mereka sebagai tanda terima kasih atas nikmat kemuliaan mereka, serta sebagai ikut bimbingan ulama mereka maka akan selamat dari kegelapan perselisihan, sementara mereka yang tidak ikut akan tenggelam di dalam lautan kekufuran nikmat dan akan celaka di bawa arus kezaliman. Adapun alasan keserupaan mereka dengan pintu pengampunan -pintu Ariha atau pintu Bayt al-Muqaddis - dengan sikap rendah hati dan memohon ampunan sebagai sebab pengampunanNya. Dan Dia juga telah menentukan untuk umat ini bahawa mencintai Ahlul Bayt Nabi SAWA sebagai sebab diampuninya mereka."

Kualitas Hadis Safinah:
Sedangkan dari sisi sanad, riwayat-riwayat hadis ini saling menguatkan satu sama lain. Para ulama telah mensahihkan banyak jalurnya, sementara sebgaian lainnya adalah hadis hasan.

Ibnu Hajar dalam Shawa’iq-nya [2] berkata:
“Dan telah datang dari jalur yang cukup banyak, sebagiannya menguatkan yang lain, bahwa Nabi saw. Bersabda:…Dalam riwayat lain: ….Dalam riwayat lain:Dalam riwayat lain:
اَلاَ إِنَّ مَثَلَ اَهْلِ بَيْتِيْ فِيْكُمْ مَثَلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ فِيْ قَوْمِهِ، مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا غَرِقَ.

Dalam riwayat lain:
مَنْ رَكِبَهَا سَلِمَ وَمَنْ تَرَكَهَا غَرِقَ

Dalam Syarah al Hamaziyahnya, Ibnu Hajar kembali menegaskan, “Dan telah sahih hadis:
إنَّ مَثَلُ أَهْلِ بيتِيْ مثلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ ، مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَ مَنْ تَخَلَّفَ عنها هَلَكَ.

Syeihk Muhammad bin Shabbân dalam kitabnya Is’âf Al-Raghîbîn [3] berkata,” Sekolompok penulis buku sunan telah meriwayatkan dari beberapa sahabat bahwa Nabi saw. bersabda:
مَثَلُ اَهْلِ بَيْتِيْ كَسَفِيْنَةِ نُوْحٍ مَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَخَلَّفَ عَنْهَا هَلَكَ

Sayyid Zaini Dahlan berkata dalam kitab Al Fadhlu Al Mubin Fi Fadhail Al Khulafa’ ar Rasyidiin Wa Ahlilbait ath Thahiriin [4], “Dan telah sahih dari jalur yang banyak bahwa beliau saw. bersabda:
َّإِنَّما مَثَلُ أَهْلِ بيتِيْ مثلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ ، مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَ مَنْ تَخَلَّفَ عَنها غَرِقَ

Dalam redaksi lain: هَلَكَ.
Dan:
مَثَلَ اَهْلِ بَيْتِيْ فِيْكُمْ كمثلِ باب حطَّةِ في بني إسرائيل، من دخلهُ غُفِرَ لَهُ.
Perumpamaan Ahlulbaiku laksana pintu pengampunan di kalangan bani Israil, siapa yang memasukinya ia pasti diamini.
Syeikh Muhammad ibn Yusuf Al Tunisi Al Maliki (yang dikenal dengan Al Kâfi) berkata dalam As saiful Yamani al Masluul fi ‘Unuqi Man Yath’anu Fi Ashhaabir Rasuul, “Bazzar meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Abu Daud meriwayatkan dari Ibnu Zubair, Al Hakim meriwayatkan dari Abu Dzarr dengan sanad yang hasan-:
مَثَلَ اَهْلِ بَيْتِيْ فِيْكُمْ مثلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ ، مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَ مَنْ تَخَلَّفَ عَنها غَرِقَ

Dan setelah panjang lebar beribcara, ia melanjutkan “Dan hal itu ditunjukkan oleh hadis masyhur yang disepakati penukilannya:
مَثَلَ اَهْلِ بَيْتِيْ فِيْكُمْ مثلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ ، مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَ مَنْ تَخَلَّفَ عَنها غَرِقَ

Ia adalah hadis yang dinukil oleh dua kelompok besar dan di sahihkan oleh dua mazahab. Tiada jalan bagi yang mencacatnya. Dan hadis yang semisal itu banyak.” [5]

Demikian juga ditegaskan oleh para ulama’ lain seperti Syeh Yusuf Al-Nabhani dalam kitab Syaraf Mu’abbadnya.[6]
Hadis Safinah ini telah dirwayatkan oleh belasan ulama dan Ahli Hadis serta para penulis kitab-kitab hadis yang menjadi sandaran, di antaranya:
1. Imam Ahmad.
2. Al Bazzâr.
3. Abu Ya’la.
4. Ibnu Jarir ath Thabari.
5. An Nasa’i.
6. Ath Thabarani.
7. Ad Dâruquthni.
8. Al Hakim.
9. Ibnu Mardawaih.
10. Abu Nu’aim al Isfahani.
11. Al Khathib al Baghdadi.
12. Abu al Mudzaffar as Sam’âni.
13. Ibnu al Atsir.
14. Muhibbuddin ath Thabari.
15. Adz Dzahabi.
16. Ibnu Hajar al Asqallani.
17. As Sakhawi.
18. As Suyuthi.
19. Ibnu Hajar al Haitami al Makki.
20. Al Muttaqi al Hindi.
21. Al Qâri.
22. Al Munnâwi. Dll.
Apabila mereka dianggap oleh Ibnu Taymiah sebagai huthâbul lail, pemungut kayu bakar di tengah malam, maka ahlan wa sahlan, kami tidak keberatan.
Dan diantara sanad ini yang kuat dan mu’tabarah adalah:
1. Riwayat jalur al Hakim yang beliau sahihkan berdasarkan syarat Imam Muslim.
2. Riwayat yang dikerluarkan al Khathib at Tabrîzi dalam Misykat al Bashâbih-nya, sebab ia telah menetapkan bahwa ia hanya akan meriwayatkan hadis-hadis yang sahih atau hasan, seperti al Baghawi, penulis Mashâbih as Sunnah- induk kitab Misykat al Bashâbih.
3. Riwayat jalur ath Thabarani dalam al Mu’jam ash Shaghîr-nya, ia berkata: Muhammad ibn Abdul Aziz ibn Muhammad ibn Rabi’ah al Kilâbi menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, ayahku menyampaikan hadis kepada kami, ia berkata, Abdur Rahman ibn Abi Hammâd al Muqri menyampaikan hadis kerpada kami, dari Abu Salamah ash Shâigh dari ‘Athiyah dari Abu Said al Khudri, ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:
إِنَّما مَثَلُ أَهْلِ بيتِيْ فِيْكُمْ مثلُ سَفِيْنَةِ نُوْحٍ ، مَنْ رَكِبَهَا نَجَا، وَ مَنْ تَخَلَّفَ عَنها غَرِقَ. و إِنَّما مَثَلُ أَهْلِ بيتِيْ فِيْكُمْ مثلُ بابِ حِطَّةٍ في بنِيْ إسرائيل مَنْ دَخَلَهُ غُفِرَ لَهُ.
Sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku di tengah-tengah kalian bagaikan bahtera Nuh, barang siapa menaikinya ia selamat dan barang siapa meninggalkannya ia pasti tenggelam. Dan sesungguhnya perumpamaan Ahlulbaitku di tengah-tengah kalian bagaikan pintu pengampunan di kalangan bani Israil barang siapa masuk ke dalamnya maka ia pasti diampuni.

Tidak meriwayatkan dari Abu Salamah kecuali Ibnu Abi Hammâd, ia menyendiri dengan riwayat Abdul Aziz ibn Muhammad. [7]
Para perawi pada sanad di atas tidak dipermasalahkan selain ‘Athiyah… dan ia adalah perawi yang dipakai Imam Bukhari dalam kitab al Adab al Mufrad, Abu Daud dalam Sunan-nya, an Nasa’i dalam Sunan-nya, Ibnu Mâjah dalam Sunan-nya dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya.‘Athiyah telah ditsiqahkan oleh Ibnu Sa’ad. Ibnu Main berkata tentangnya, “Shalih.” Al Bazzâr berkata, “Ia tergolong berfaham Syi’ah, para pembesar meriwayatkan darinya. Abu Hatim dan Ibnu Adi berkata, “Hadisnya boleh ditulis. Ringkas kata, ‘Athiyah adalah perawi yang diandalkan banyak penulis kiab Shahih dan Musnad, dan Al Bukhari dalam al Adab al Mufrad. Sementara itu sebagian ulama jarh dan ta’dîl menpermasalahkannya karena kesyi’ahannya, tidak lebih dan hal demikian tidak dapat mencacatnya.

4. Adapun hadis riwayat al Hakim yang beliau sahihkan berdasarkan syarat Imam Muslim, maka adz Dzahabi menyetujinya, hanya saja ia mengatakan, “Aku berkata, ‘Mufadhdhal telah diriwayatkan darinya oleh at Turmudzi saja, mereka mendha’ifkannya.” Jadi sebenarnya jalur ini berdasarkan syarat Muslim dan seorang perawinya adalah perawi andalan at Turmudzi…

Adapun kata-katab adz Dzahabi, ‘mereka mendha’ifkannya’ maka kami tidak melihat adanyan alasan untuk vonis itu, dari memperhatikan komentar para penjarh dapat dimengerti bahwa pencacatan itu sebenarnya lebih tertuju kepada hadis-hadis yang ia riwayatkan bukan kepada pribadinya, seperti mereka mengatakan, munkarul hadîts/hadisnya munkar, bahkan tidak semua hadis riwayatnya munkar.

Ibnu Adi berkomentar, “Hadis riwayatnya yang paling munkar sepanjang yang aku saksikan adalah hadis (riwayat) al Hasan ibn Ali, sementara hadis-hadisnya yang lain saya berharap lurus.” [8]
Sedangkan hadis Safinah di atas bukan dari riwayat al hasan ibn Ali, maka dengan demikian sanad hadis itu adalah sahih.

5. jalur lain yang juga sahih adalah riwayat jalur para ulama’ dan ahli hadis, diantaranya al Bazzâar, ath Thabarani dari Ibnu Abbas ra. jalur tersebut tidak dipermasalahkan kecuali dari sisi al hasan ibn Abi Ja’far. [9]

Dan perawi yang satu ini telah diandalkan oleh Abu Daud ath Thayâlisi, Ibnu Mahdi, Yazid ibn Zurai’, Utsman ibn Mathar, Muslim ibn Ibrahim, dan sekelompok ahli hadis, dan yang demikian itu bukti keagungannya.

Muslim ibn Ibrahim berkata, “Dia adalah tergolong manusia terbaik.”

Amr ibn Ali berkata, “Ia shadûq (jujur).”

Abu Bakar ibn Abi al Aswad berkata, “Tadinya Ibnu Mahdi meninggalan hadisnya tetapi kemudian ia meriwayatkan darinya.”
Ibnu Adi berkata, “Al hasan ibn Abi Ja’far, hadis riwayatnya adalah baik, shâlihah, dan ia meriwayatkan hadis-hadis yang aneh, gharâib, dan menurutku ia bukan tergolong orang yang menyengaja berbohong, ia jujur, shadûq.”

Ibnu Hibbân berkata, “Ia tergolong orang-orang baik dan sedernaha dalam hidupnya, ia termasuk hamba yang rajin beribadah dan doanya selalu diijabahkan.” [10]

Dengan demikian dapat dipastikan jalur ini sahih.
Dari keterangan singkat ini dapat dimengerti bahwa apa yang dikatakan Nashiruddin al Albâni adalah tidak berdasar. Wal hamdulillah Rabbil ‘Alâmîn.

CATATAN KAKI
[1] Minhâj as Sunnah,4/105.
[2] Al-Shawaiq Al-Muhriqah:152 dan186.
[3] Is’âf Al-Raghîbîn:120.
[4] Dicetak dipinggir kitab Sirah Dahlaniyah, bab Dzlkru Fadhail Ahlilbait –alaihimus salaam-..
[5] As Saiful Yamani al Maslûl fi ‘Unuqi Man Yath’anu Fi Ashhâbir Rasûl:9.
[6] hal 18.
[7] Al Mu’jam Al Shaghir:2/22.
[8] Mîzân al I’tidâl,4/167.
[9] Baca majma’ az Zawâid,9/168.
[10] Untuk semua komentar di atas rujuk Tahdzîb at Tahdzîb,2/260.



Hadis Safinah ini diriwayatkan melalui jalur perawi yg berbagai.

saya hanya sebutkan sekurang-kurangnya 3 jalur iaitu yg diriwayatkan oleh Ibn Zubair, Ibn Abbas, dan, Amirul Mukminin Ali a.s (sendiri)

1) Versi Ibn Zubair :

Di dalam riwayat jalur ini, kita dapati ia diriwayatkan oleh para perawi yg kesemuanya tsiqat kecuali Abdullah bin Lahii’ah.

Rujuk sanad: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ مُعَلَّى بْنِ مَنْصُورٍ ، حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ ، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعَةَ ، عَنْ أَبِي الأَسْوَدِ ، عَنْ عَامِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ ، عَنْ أَبِيهِ

[Rujukan: Kasyf Al Astar Zawaid Musnad Al Bazzar 3/222, Nombor hadis 2613]

Walaupun beliau (Ibn Lahii'ah) seorang yang dhaif, namun ia dapat dijadikan i’tibar. Dikatakan ia dhaif hanya dari segi dhabit.

Beliau adalah perawi Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Ahmad bin Shalih menyatakan ia tsiqat. Mereka memperbincangkan hafalannya dimana dikatakan ia mengalami ikhtilath setelah kitabnya terbakar.
Abu Hatim dan Abu Zur’ah menyatakan bahwa hadisnya ditulis dan dapat dijadikan i’tibar [At Tahdzib juz 5 no 648].


Ibnu Hajar berkata “shaduq dan mengalami ikhtilath setelah kitabnya terbakar” [At Taqrib 1/526]

Sekiranya awk bersungguh2 mahu menolak perawi ini, maka, awk harus menolak kesemua hadis yg dirawikannya dari buku Muslim (terutamanya!), sekaligus runtuhlah pegangan Sunni dan Wahabi yg sebelum ini beriya-iya mengklaim Buku Sahih Muslim sebagai "Sahih" kesemuanya. Setuju? :)

__________________________
​_______

2) Versi Ibn Abbas :

Dalam jalur ini pula, perawinya terdiri daripada :

حدثنا علي بن عبد العزيز حدثنا مسلم بن إبراهيم ثنا الحسن بن أبي جعفر عن أبي الصهباء عن سعيد بن جبير عن ابن عباس رضي الله عنه

[Rujukan: Mu’jam Al Kabir Ath Thabrani 3/46, Nombor hadis 2638]

Versi ini puladiriwayatkan oleh para perawi tsiqat dan shaduq hasanul hadis, kecuali Hasan ibn Abi Ja’far, yg mana ia seorang yang dhaif namun hadisnya dapat dijadikan i’tibar.
Cacat yang ada pada Hasan ibn Abi Ja’far karena di dalam hadisnya terdapat hal-hal yang diingkari dan ini dikarenakan waham (baca: kesalahan) atau hafalan yang tidak dhabit sedangkan dirinya sendiri adalah seorang yang shaduq. (Rujuk: At Tahdzib, Juz 2, Nombor 482)

__________________________
​________

3) Versi Amirul Mukminin Ali a.s sendiri :

حَدَّثَنَا مُعَاوِيَةُ بْنُ هِشَامٍ قَالَ حَدَّثَنَا عَمَّارٌ عَنِ الأَعْمَشِ عَنِ الْمِنْهَالِ عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ عَنْ عَلِيٍّ قَالَ إنَّمَا مَثَلُنَا فِي هَذِهِ الأُمَّةِ كَسَفِينَةِ نُوحٍ وَكِتَابِ حِطَّةٍ فِي بَنِي إسْرَائِيلَ
Telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah bin Hisyaam yang berkata telah menceritakan kepada kami Ammar dari Al A’masy dari Minhal dari Abdullah bin Al Harits dari Ali yang berkata, “Sesungguhnya kedudukan kami bagi umat ini seperti bahtera Nuh dan pintu pengampunan bani Israil (baca: bab al hittar).”
[Sila rujuk: Al Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Nombor hadis 32110]

Darejat Atsar ini Shahih. Para perawinya adalah perawi terpercaya hanya saja Al A’masy dikenal sebagai mudallis tetapi hal ini tidak mencacatkan atsar tersebut karena Al A’masy adalah mudallis martabat kedua yaitu mudallis yang ‘an anahnya dijadikan hujjah dalam kitab shahih. ( *** Sila rujuk: [Thabaqat Al Mudallisin, Nombor 55] )
Sekiranya tadlis Al A’masy merupakan suatu cacat maka alangkah banyaknya hadis dalam Kutub Sittah yang menjadi dhaif !

Muhaddis seperti Al Hakim dan Adz Dzahabi bersepakat menshahihkan hadis ‘an anah Al A’masy dari Minhal [Talkhis Al Mustadrak 1/96 no 110]

Para Muhaqqiq seperti Syaikh Syu’aib Al Arnauth menshahihkan hadis ‘an anah A’masy dari Minhal lalu berkata: “Shahih sesuai syarat Bukhari” [Musnad Ahmad 2/13, Nombor 4622]

Dan, tak ketinggalan sheikh Wahabi awk iaitu Albani juga menyatakan shahih hadis ‘an anah A’masy dari Minhal [Shahih Sunan Abu Dawud no 3212 dan Shahih Sunan Ibnu Majah no 339]

====================

Maka, kesimpulannya, berdasarkan versi (1) dan (2), kedua hadis ini saling menguatkan sehingga derajatnya naik menjadi HASAN LIGHAIRIHI.

Ibnu Hajar Al Haitsami berkata tentang hadis Safinah ini sebagai: “Hadis ini memiliki banyak jalan yang saling menguatkan satu sama lain.” [Ash Shawaiq Al Muhriqah 2/445].

Manakala, Al Hafizh As Sakhawi menyatakan hadis ini hasan. [Al Baladaniyaat hal 186].

Dan digabungkan dgn Atsar Imam Ali a.s, maka,

Jika tanpa sahabat, maka, apakah kedudukan al-Quran akan terganggu?

Jika ya, lalu apa gunanya Itrah Ahlul Bayt a.s iaitu sandingannya al-Quran? dan juga sbg jaminan bahtera Nuh (atau bab al-Hitta) yakni bahtera keselamatan umat.

No comments:

Post a Comment