Friday, August 5, 2011

PERSOALAN-PERSOALAN MENGENAI PUASA


PUASA KEWAJIBAN DAN KEABSAHAN PUASA
SOAL 695:
Seorang anak perempuan telah mencapai usia taklif, namun tidak dapat melakukan puasa karena konstruksi tubuh-nya lemah. Setelah bulan Ramadhan berlalu, dia tidak mampu mengqadha'-nya sampai tiba Ramadhan berikutnya. Apa hukumnya?

JAWAB:
Ketidakmampuan melakukan puasa dan qadha' puasa hanya karena lemah dan tidak mampu tidak menggugurkan kewajiban mengqadha'. Ia wajib mengqadha' puasa-puasa yang tidak dilakukannya pada bulan Ramadhan.

SOAL 696:
Apa hukum anak-anak putri yang telah baru mencapai usia balig namun sulit berpuasa sampai batas tertentu? Apakah usia baligh gadis 9 tahun?

JAWAB:
Usia baligh syar'i anak perempuan, menurut pendapat yang masyhur, ialah berakhirnya usia 9 tahun qamariah. Ia pada saat itu wajib berpuasa dan tidak boleh meninggalkannya hanya karena alasan-alasan tertentu. Namun, jika puasa di siang hari membahayakannya atau menimbulkan kesulitan tertentu, maka diperbolehkan ifthar (tidak berpuasa) saat itu.

SOAL 697:
Saya tidak tahu secara persis kapan saya mencapai usia taklif. Karena itulah, saya mohon Anda menerangkan seberapa banyak saya wajib mengqadha' shalat dan puasa? Apakah saya wajib membayar kaffarah ataukah saya cukup mengqadha'nya saja, karena saya tidak tahu?

JAWAB:
Anda hanya wajib meng-qadha' yang Anda yakini telah Anda tinggalkan sejak pasti menginjak usia taklif. Berkenaan dengan puasa, apabila Anda meninggalkan puasa (ifthar) dengan sengaja setelah pasti mencapai usia baligh, maka disamping meng-qadha' Anda juga wajib membayar kaffarah.

SOAL 698:
Jika seorang anak perempuan berusia 9 tahun yang wajib berpuasa, membatalkannya karena merasa berat, apakah ia wajib meng-qadha'nya ataukah tidak?
JAWAB:
Ia wajib mengqadha' puasa Ramadhan yang dibatalkannya.

SOAL 699:
Jika seseorang tidak berpuasa karena ia memperkirakan lebih dari 50% dan karena alasan halangan yang kuat bahwa ia tidak wajib berpuasa. Namun, setelah itu terbukti bahwa ia wajib berpuasa, apakah hukumnya berkenaan dengan qadha' dan kaffarah?

JAWAB:
Jika ia tidak berpuasa (ifthar) Ramadhan hanya atas dasar perkiraan, bahwa ia tidak wajib berpuasa, maka -dalam kasus ini- ia wajib meng-qadha' puasa dan juga dikenakan kewajiban kaffarah. Namun bila ia melakukan ifthar karena khawatir puasa akan membahayakan berdasarkan pertimbangan rasional (pertimbangan setiap yang berakal sehat), maka ia hanya wajib meng-qadha' dan tidak dikenakan kewajiban membayar kaffarah.

SOAL 700:
Ada seorang yang sedang melaksanakan wajib militer, dikarenakan perjalanan dan berada di daerah tugas, tidak dapat melakukan puasa Ramadhan tahun lalu. Memasuki Ramadhan pada tahun ini, ia masih berada di daerah tersebut, dan mungkin tidak dapat melakukan puasa Ramadhan tahun ini. Jika ia hendak meng-qadha' puasa dua kali Ramadhan tersebut setelah selesai wajib militer, apakah wajib membayar kaffarah ataukah tidak?

JAWAB:
Orang yang kehilangan waktu puasa pada bulan Ramadhan karena alasan perjalanan dan dan alasan tersebut berlangsung hingga Ramadhan berikutnya hanya wajib mengqadha' dan tidak wajib membayar denda (fidyah).

SOAL 701:
Jika seseorang yang berpuasa mengalami janâbah namun tidak sadar sebelum tiba waktu adzan dhuhur, lalu mandi secara irtimasi, apakah batal puasanya? Jika menyadarinya setelah usai mandi, apakah wajib mengqadha'nya?

JAWAB:
Jika melakukan mandi irtimasi karena lupa dan lalai bahwa ia sedang berpuasa, maka mandi wajib dan puasanya sah serta tidak wajib mengqadha'.

SOAL 702:
Jika seseorang bermaksud untuk sampai ke tempat tinggalnya sebelum tergelincirnya matahari (zawal), dan di tengah jalan mengalami peristiwa yang menghalanginya sampai ke tempat tinggalnya pada waktu yang telah ditentukan, apakah puasanya bermasalah ? Apakah ia wajib membayar kaffarah ataukah ia hanya wajib mengqadha' puasa pada hari itu saja?

JAWAB:
Puasanya dalam perjalanan tidak sah. Ia wajib mengqadha' puasa hari itu dan tidak wajib membayar kaffarah.

SOAL 703:
Pramugara atau awak pesawat ketika pesawatnya berada di ketinggian yang tinggi sekali dan menuju suatu negara yang jauh dalam jangka waktu dua setengah jam atau tiga jam, memerlukan air minum setiap 20 menit agar dapat menjaga keseimbangan tubuhnya. Apakah ia wajib membayar kaffarah disamping qadha’ puasa Ramadhan?

JAWAB:
Jika berpuasa membahayakan dirinya, maka ia boleh membatalkan (ifthar) puasanya dengan minum air dan ia wajib meng-qadha’ puasanya tanpa kaffarah.

SOAL 704:
Apakah batal puasa seorang perempuan yang mengalami haidh (datang bulan) dua jam atau kurang sebelum waktu maghrib?
JAWAB:
Puasanya batal.
SOAL 705:
Apa hukum puasa orang yang menyelam di dalam air dengan pakaian khusus sehingga tubuhnya tidak terkena air?
JAWAB:
Jika pakaiannya menempel pada kepalanya maka puasanya bermasalah (mahallu isykâl). Ia wajib, berdasarkan ahwath, mengqadha'nya.

SOAL 706:
Apakah boleh melakukan perjalanan dengan sengaja pada bulan Ramadhan agar dapat ifthar dan meloloskan diri dari beban puasa?
JAWAB:
Boleh. Jika seseorang bepergian demi menghindari puasa sekalipun maka wajib membatalkannya (ifthar).

SOAL 707:
Ada seseorang yang mempunyai tanggungan puasa wajib. Ia bertekad akan memenuhinya dengan puasa. Hanya saja ada sesuatu yang menghalanginya, seperti bila ia telah bersiap untuk bepergian setelah matahari terbit dan kembali setelah dhuhur, dan tidak memakan (atau meminum) sesuatau apapun yang membatalkan puasa. Namun waktu untuk niat berpuasa wajib telah lewat, padahal pada hari itu disunnahkan berpuasa. Apakah sah berniat puasa mustahab ataukah tidak?
JAWAB:
Jika tanggungannya berupa qadha' puasa Ramadhan, maka tidak sah berniat puasa mustahab (sunnah), meskipun setelah waktu niat puasa wajib telah berlalu.

SOAL 708:
Saya adalah pecandu rokok. Pada bulan suci Ramadhan setiap kali berusaha untuk tidak menjadi orang yang berwatak keras, saya tidak berdaya. Hal inilah yang membuat keluarga saya sangat terganggu. Saya juga menderita karena kondisi emosional ini. Apakah tugas saya?
JAWAB:
Anda wajib melakukan puasa bulan Ramadhan dan Anda tidak boleh merokok ketika berpuasa. Tidak boleh memperlakukan orang lain dengan kasar (keras) tanpa alasan dan meninggalkan rokok tidak ada hubungannya dengan amarah.

WANITA HAMIL DAN YANG SEDANG MENYUSUI
SOAL 709:
Ada seoarang wanita hamil yang tidak tahu bahwa berpuasa akan membahayakan kandungannya atau tidak. Apakah ia wajib berpuasa?
JAWAB:
Jika ia khawatir puasanya akan membahayakan janinnya, dan kekhawatirannya masuk akal (diterima oleh orang-orang yang berakal sehat), maka ia wajib ifthar. Jika tidak maka ia wajib berpuasa.

SOAL 705:
Seorang wanita menyusui anak bayinya padahal ia sedang hamil dan melakukan puasa Ramadhan. Ketika melahirkan, bayinya meninggal. Jika sebelumnya ia telah memperkirakan bahwa puasanya akan menimbulkan bahaya, namun ia tetap berpuasa, maka:
Pertama, apakah puasanya sah ataukah tidak?
Kedua, apakah ia menanggung denda (diyah) atauakah tidak?
Ketiga, jika tidak menduga akan berbahaya, namun setelah itu terjadi, apa hukumnya?
JAWAB:
Jika ia berpuasa padahal ia khawatir akan berbahaya bagi janinnya, berdasarkan alasan yang diterima oleh orang-orang yang berakal sehat, atau setelah itu terbukti bahwa puasanya membahayakan keadaan janinnya, maka puasanya tidaklah sah, dan ia wajib melakukan qadha’. Untuk menetapkan denda (diyah) karena kematian janin yang dikandung perlu bukti bahwa kematiannya tersebut adalah akibat puasa (ibu) nya.

SOAL 706:
Setelah hamil, saya dikaruniai Allah dengan seorang putra, Ia minum ASI. Bulan suci Ramadhan akan segera tiba. Kini saya dapat berpuasa, namun dengan berpuasa ASI akan mengering, karena fisik saya yang lemah, sedangkan, ia selalu minta minum ASI setiap 10 menit. Apa yang harus saya lakukan?
JAWAB:
Jika berpuasa menyebabkan kekurangan atau kekeringan ASI sehingga dikhawatirkan akan membahayakan anak Anda, maka Anda boleh ifthar (tidak berpuasa) namun Anda wajib membayar fidyah setiap hari dengan satu mud makanan untuk orang fakir, dan melakukan qadha’ puasa setelah itu.

SAKIT DAN LARANGAN DOKTER
SOAL 707:
Sebagian dokter yang tidak agamis melarang pasien berpuasa dengan alasan berbahaya. Apakah pendapat para dokter itu cukup menjadi dasar dan alasan (hujjah) ataukah tidak?
JAWAB:
Jika dokter itu tidak bisa dipercaya, dan ucapannya tidak meyakinkan dan tidak menyebabkan kekhawatiran akan bahaya, maka ucapannya tersebut diabaikan.

SOAL 708:
Ibu saya sakit sejak sekitar 13 tahun. Karena itulah ia tidak dapat berpuasa. Saya tahu secara persis bahwa ia tidak dapat melaksanakan kewajiban ini karena ia perlu mengkonsumsi obat. Kami mohon bimbingan Anda untuk kami, apakah ia wajib mengqadha' (puasanya)?
JAWAB:
Jika ia tidak dapat berpuasa karena sakit, maka ia tidak diwajibkan mengqadha'nya.

SOAL 709:
Saya belum pernah berpuasa sejak memasuki usia baligh hingga usia 12 tahun karena kelemahan fisik. Apa tugas saya sekarang?
JAWAB:
Anda wajib meng-qadha’ puasa Ramadhan yang telah anda tinggalkan sejak memasuki usia taklif (baligh). Bila anda tidak berpuasa dengan sengaja dan atas dasar kehendak sendiri, tanpa didasari alasan syar'i, maka selain wajib melakukan qadha', wajib (juga) membayar kaffarah.

SOAL 710:
Dokter mata telah melarang saya melakukan puasa. Ia mengatakan kepada saya: "Bagaimanapun, anda tidak boleh puasa akibat sakit mata." Karena merasa tidak senang, saya mulai puasa. Namun, saat berpuasa saya menghadapi sejumlah problema sehingga kadang kala dalam sehari saya tidak merasa terganggu sampai tiba waktu maghrib. Kadang kala saya merasa terganggu pada waktu ashar. Karena bingung dan bimbang antara tidak berpuasa dan menanggung sakit, saya melanjutkan puasa sampai saat matahari terbenam (Maghrib). Pertanyaan saya ialah apakah pada dasarnya saya wajib berpuasa? Dalam hari-hari yang saya jalani dengan puasa padahal saya tidak tahu apakah saya dapat melanjutkan puasa hingga saat terbenamnya matahari atau tidak. Apakah saya tetap berpuasa? Dan bagaimana saya harus berniat?
JAWAB:
Jika keterangan dokter yang taat beragama dan dapat dipercaya membuat anda mantap bahwa puasa membahayakan Anda, atau Anda merasa khawatir mata anda terganggu oleh puasa, maka tidak wajib, bahkan tidak diperbolehkan berpuasa dan tidak sah berniat puasa. Namun jika jika Anda tidak khawatir akan bahaya, maka tidak ada larangan berpuasa. Tetapi, keabsahan puasa Anda tergantung pada kenyataan bahwa puasa benar-benar tidak membahayakan.

SOAL 711:
Saya menggunakan kacamata medis karena mata saya sangat lemah. Ketika berkonsultasi kepada dokter, saya diberi tahu bahwa jika tidak berusaha menguatkannya, maka mata saya akan makin melemah. Karenanya, jika saya tidak bisa berpuasa bulan Ramadhan, apa hukumnya?
JAWAB:
Jika puasa membahayakan mata anda, maka anda tidak wajib berpuasa, bahkan anda wajib ifthar (tidak berpuasa). Jika penyakit anda berlanjut hingga Ramadhan berikutnya, maka anda wajib membayar denda (fidyah) setiap hari sebesar satu mud makanan kepada orang fakir.

SOAL 712:
Ibu saya menderita sakit keras. Ayah saya juga mengalami lemah tubuh. Keduanya berpuasa. Kadang kala dapat dipastikan bahwa puasa akan membuat penyakit mereka kian parah. Hingga sekarang saya tidak dapat meyakinkan keduanya agar tidak berpuasa, paling tidak, ketika sakit mereka parah. Kami mohon bimbingan Anda berkenaan hukum puasanya?
JAWAB:
Tolok ukur dalam menentukan bahwa berpuasa menimbulkan rasa sakit (penyakit) atau memperparah, atau dalam menentukan ketidak mampuan berpuasa adalah identifikasi pelaku puasa sendiri. Namun, jika diketahui bahwa berpuasa membahayakan dan tetap berpuasa, maka haram hukumnya berpuasa.

SOAL 713:
Tahun lalu saya menjalani operasi ginjal oleh seorang dokter spesialis yang melarang saya berpuasa seumur hidup. Saya kini tidak menghadapi kesulitan apapun, bahkan saya makan dan minum secara normal, dan tidak merasa ada satupun masalah kesehatan yang menimpa saya. Apa taklif saya?
JAWAB:
Jika Anda sendiri tidak khawatir puasa akan membahayakan Anda, dan Anda tidak mempunyai alasan syar'i untuk hal itu (tidak berpuasa), maka Anda wajib berpuasa bulan Ramadhan.

SOAL 714:
Jika seorang dokter melarang seseorang berpuasa, apakah ia wajib mengikuti perkataannya, padahal sebagian dokter tidak mengetahui masalah-masalah syari’ah?
JAWAB:
Jika mukallaf yakin dari keterangan dokter bahwa puasa akan membahayakannya, atau dikarenakan informasi dari dokter atau alasan logis (diterima oleh orang-orang yang berakal sehat) lainnya, ia khawatir bahwa puasa akan membahayakan, maka tidak diwajibkan berpuasa.

SOAL 715:
Dalam ginjal saya terkumpul banyak batu. Cara satu-satunya untuk mencegah pengerasan batu dalam ginjal adalah dengan mengkonsumsi cairan secara bersinambungan. Karena para dokter yakin bahwa saya tidak diperbolehkan berpuasa, apa tugas dan kewajiban saya berkenaan dengan puasa bulan suci Ramadhan?
JAWAB:
Jika pencegahan penyakit ginjal mengharuskan konsumsi air atau benda-benda cair lainnya di siang hari juga, maka anda tidak diwajibkan berpuasa.

SOAL 716:
Karena orang-orang yang menderita penyakit diabetes terpaksa menggunakan insulin sekali atau dua kali sehari melalui suntikan jarum yang waktunya tidak berselisih dengan waktu makan rutin mereka, karena akan menekan peningkatan kadar gula dalam darah, yang pada gilirannya akan menimbulkan kondisi pingsan dan ketegangan. Kadang kala para dokter memberi nasihat agar makan 4 (empat) kali sehari. Kami mohon Anda berkenan menerangkan pendapat Anda berkenaan dengan puasa orang-orang semacam ini?
JAWAB:
Jika berhenti makan dan minum sejak terbit fajar hingga terbenamnya matahari membahayakan mereka, maka mereka tidak diwajibkan puasa, bahkan dilarang.

HAL-HAL YANG HARUS DIHINDARI OLEH ORANG YANG BERPUASA
SOAL 717:
Pada bulan Ramadhan disebabkan gangguan setan, saya berniat untuk membatalkan puasa saya, namun sebelum melakukan sesuatu yang membatalkan puasa, saya mengurungkan niat tersebut. Apa hukum puasa saya? Dan jika hal itu terjadi pada selain puasa bulan Ramadhan apa hukumnya?
JAWAB:
Pada puasa bulan Ramadhan jika seseorang niat (dengan bulat) untuk memutuskan puasanya, dengan kata lain tidak akan meneruskan puasanya, maka puasanya batal dan tidak ada faedah baginya mengurungkan niat tersebut, artinya kembali niat untuk meneruskan puasanya. Beda halnya jika seseorang dalam keadaan ragu apakah akan membatalkan puasanya atau tidak, atau telah bulat untuk melakukan hal yang membatalkan puasa, namun dia belum melakukannya, maka dalam dua keadaan terakhir ini, keabsahan kelanjutan puasanya bermasalah, maka berdasarkan ihtiyâth ia wajib meneruskan puasanya, kemudian meng-qadha’nya lagi.
Semua puasa wajib yang ditentukan (waktunya) seperti nadzar yang telah ditentukan waktunya memiliki hukum yang sama seperti di atas.

SOAL 718:
Apakah darah yang keluar dari mulut seorang pelaku puasa membatalkan puasanya?
JAWAB:
Puasanya tidak batal. Namun ia wajib berusaha agar darahnya tidak sampai masuk ke tenggorokan.

SOAL 719:
Kami mohon penjelasan pendapat Anda tentang penggunaan rokok oleh pelaku puasa (sha’im) pada bulan suci Ramadhan, apakah membatalkan puasanya?
JAWAB:
Berdasarkan ihtiyâth wajib, hendaknya seorang yang berpuasa meninggalkan segala jenis rokok dan bahan penenang yang dihirup hidung atau diletakkan di bawah lidah.

SOAL 720:
Apakah ‘nas’ yang terbuat dari tembakau dan lainnya yang diletakkan di bawah lidah selama beberapa menit kemudian dikeluarkan dari mulut membatalkan puasa?
JAWAB:
Jika ia menelan ludah yang bercampur dengan ‘nas’, maka batallah puasanya.

SOAL 721:
Ada sebuah obat untuk orang-orang yang menderita sesak nafas berat, yaitu berupa spray yang ketika ditekan akan menyemprotkan percikan yang mengandung bubuk gas ke paru-paru pasien melalui mulutnya. Hal ini dapat meredakan pasien. Kadang kala pasien terpaksa menggunakannya beberapa kali dalam satu hari. Apakah boleh berpuasa sambil menjalani penyembuhan medis demikian, sebab tanpa obat ini, ia tidak dapat berpuasa atau sangat menyulitkannya.
JAWAB:
Jika benda yang masuk ke dalam paru-paru melalui mulut itu adalah udara semata, maka hal itu tidak mengganggu (keabsahan) puasa. Namun, jika udara yang ditekan itu bersamaan dengan obat, meski hanya berupa debu atau bubuk, dan masuk ke dalam tenggorokan, maka hal itu menyebabkan keabsahan puasa bermasalah dan wajib dihindari. Jika ia tidak dapat berpuasa tanpa obat ini, kecuali dengan kesulitan dan beban, maka ia boleh menggunakan alat penyembuhan tersebut.

SOAL 722:
Pertanyaan saya berkenaan dengan puasa. Sering kali air ludah saya bercampur dengan darah yang mengalir dari gusi. Kadang kala saya tidak tahu apakah air ludah yang masuk ke dalam perut saya bercampur dengan darah ataukah tidak? Kami mohon petunjuk Anda agar saya terbebas dari kesulitan ini.
JAWAB:
Darah gusi jika lebur dalam air ludah dihukumi sebagai suatu yang suci, dan boleh ditelan. Jika ragu apakah air ludah tersebut bercampur dengan darah atau tidak, maka boleh menelannya, dan tidak menggangu keabsahan puasa.

SOAL 723:
Suatu hari di bulan Ramadhan saya berpuasa tanpa membersihkan gigi dengan sikat gigi. Tentu saya tidak menelan sisa makanan dalam mulut saya, namun terlanjur masuk ke dalam perut saya. Apakah saya wajib mengqadha’ puasa hari itu?
JAWAB:
Jika anda tidak tahu ada sisa-sisa makanan di gigi anda, atau jika anda tidak tahu bahwa itu akan turun (masuk) ke dalam perut dan masuknya ke dalam perut tanpa sadar dan tanpa sengaja, maka puasa anda tetap sah.

SOAL 724:
Ada seorang pelaku puasa yang gusinya mengeluarkan darah yang banyak. Apakah puasanya batal? Apakah ia boleh menuangkan air ke atas kepala dengan bejana ?
JAWAB:
Puasanya tidak batal dengan mengeluarkan darah dari gusi apabila tidak ditelannya. Puasanya juga tidak terganggu (keabsahannya) dengan menuangkan air ke atas kepalanya dari bejana dan sebagainya.

SOAL 725:
Ada obat-obat khusus untuk mengobati penyakit kewanitaan yang dimasukkan ke dalam kelamin. Apakah itu membatalkan puasa?
JAWAB:
Penggunaan obat-obat tersebut tidak mengganggu (keabsahan) puasa.

SOAL 726:
Kami mohon keterangan pendapat Anda berkenaan dengan penyuntikan yang dilakukan oleh dokter gigi dan lainnya terhadap para pelaku puasa di bulan Ramadhan?

No comments:

Post a Comment