Tuesday, October 11, 2011

Antipsikiatri

7 09 2010
13 November 1990
Martie tiba-tiba berubah. Ia senang menyendiri. Ia diam membisu, tanpa suara tanpa gerak. Sejam ia diam, tidak seorang pun keberatan. Lima jam membisu, keluarga terdekat mulai bertanya-tanya. Lebih dari dua belas jam, psikiater diminta pendapat. “Mutisme katatonik”, kata psikiater. “Ia harus segera dibawa ke rumah sakit jiwa”.

Di luar kemauannya, tanpa pembela, Martie diputuskan untuk “dipenjarakan” (atau dirawat, menurut istilah pelembutnya). Hidupnya sekarang harus mengikuti regimentasi yang sepenuhnya dikontrol psikiater. Ia tidak bebas melakukan apa yang ia kehendaki. Bila ia tidak bisa diatur, ia diberi “obat” (dengan dosis yang dapat membantu Anda coma sehari semalam). Bila masih bandel juga, otaknya diberi kejutan listrik. Atau sebagian organnya diambil – dikerat dengan pisau atau sinar laser. Pemenjaraan ini bisa berlangsung sebulan, setahun, atau puluhan tahun; bergantung pada keputusan psikiater.

“Kekuasaan yang diberikan, bahkan dipaksakan, pada psikiatri untuk melepaskan hak-hak dan kebebasan warganegara demi keperluan kedokteran, untuk observasi dan perawatan, tidak ada tandingannya dalam kekuasaan legal maupun dalam masyarakat kita, kecuali, saya kira, pada masyarakat yang membenarkan penyiksaan para narapidana, tulis R.D. Laing dalam Wisdom, Madness, and folly.

Laing dididik sebagai psikiater dan bertugas puluhan tahun dalam profesinya. Ia bergaul akrab dengan para pasiennya. Ia merasa tidak enak dengan kekuasaan berlebihan yang diberikan kepadanya sebagai dokter jiwa. Ia mencoba memperlakukan pasiennya sebagai manusia. Cara-cara perawatan psikiatrik yang lazim sekarang ini dipandangnya tidak manusiawi; malah telah menjadi cara paling efektif to drive someone crazy or more crazy (membuat orang gila atau lebih gila).

Ia mengusulkan supaya untuk memahami pasien dari perspektif pasien. Anda harus masuk dalam dunia mereka. Anda menghargai hak-hak mereka selama mereka tidak mengganggu hak orang lain. Apa hak Anda untuk menilai seseorang gila hanya karena Anda tidak memahami perilakunya? Apa hak Anda untuk memenjarakan Martie, hanya karena Martie memilih untuk diam? Bukankah ia tidak menganggu hak Anda untuk bicara? Apa hak Anda untuk memaksa orang lain berbuat seperti yang Anda kehendaki?
Pertanyaan-pertanyaan Laing dianggap terlalu nakal. Dunia psikiatri gempar. Laing dianggap sebagai psikiater yang antipsikiatri. Ketika ia membawa pasiennya tidur di rumahnya, dalam satu ranjang yang sama, para sejawatnya menggelengkan kepala. Mereka menuduhnya gila. Laing memberikan beberapa contoh betapa mudahnya psikiater menuduh orang gila, hanya karena ia tidak memahaminya. Tulisan Kierkegaard, The Concept of Dread, disebut Abraham Myerson sebagai contoh utama tentang cara berpikir seorang schizoid. Sejawat Laing di Harvard Pshyciatry Departement mengeluh karena ia tidak sanggup memahami tulisan Hegel. Ketika Laing bertanya apakah rekannya itu akan mendiagnosa Hegel sebagai skizoprenik (sejenis “kegilaan”), ia menjawab, “Tentu saja!”.

Pada masyarakat yang gila, orang waras akan disebut gila. Ketika status dan peran mereka menjadi rancu, ketika norma hukum tidak lagi mengatur tetapi diatur, ketika perilaku warga masyarakat tidak lagi dapat diduga, ketika hipokrasi mejadi kebiasaan umum, orang yang berusaha hidup lugas , jujur dan apa adanya akan dianggap gila. Pada masyarakat yang perilakunya sudah diregimentasi menurut ritma pengambil keputusan, yang mengemangkan autoritmia (ritma sendiri) akan dipandang gila. Untunglah tidak banyak orang yang menjadi psikiater, sehingga tidak semua yang dipandang gila itu dibawa ke bangsal psikiatrik.

Laing boleh jadi gila; tetapi ia mengingatkan kita untuk berhati-hati menyebut gila kepada orang yang perilakunya tidak bisa dipahami. (Jalaluddin Rakhmat)

No comments:

Post a Comment