Oleh Jalaluddin
Rakhmat
Saya
akan memulai pembahasan ini dengan hadis-hadis Rasulullah saw. Yang ada
hubunganya dengan salat dan ada pula hubungannya dengan kemasyarakatan.
Dalam
sebuah hadis, disebutkan bahwa Rasulullah saw. Pernah bersabda: “Akan datang
suatu zaman, orang-orangnya berkumpul di masjid berjamaah tetapi tidak
seorangpun di antara mereka yang mukmin.”
Dalam
hadis lain, yang dimuat didalam kitab Kanzul ‘Ummal, Rasulullah saw. Juga
bersabda: “ nanti akan datang suatu zaman; seorang muazin berazan, kemudian
orang-orang menegakkan shalat, tetapi diantara mereka tidak ada yang
mukmin”.(hadis no.3110)
Sabda-sabda
Rasulullah yang mulia di atas menarik bagi kita karena ada sekelompok orang
berjamaah melakukan salat tetapi tak ada seorangpun di antara mereka yang
mukmin.
Pada
gilirannya muncul sebuah pertanyaan di benak kita, “mengapa salat yang mereka
lakukan tidak di anggap sebagai tanda seorang yang mukmin? Dan mengapa orang
yang salat di masjid itu tidak dihitung sebagai orang yang mukmin?”
Pertanyaan-pertanyaan
tersebut dapat dijawab dengan menunjukan tanda-tanda orang mukmin itu. Salat
bukanlah tanda bahwa seseorang dianggap mukmin, tetapi salat merupakan tanda
bahwa dia sebagai orang muslim. Oleh karena itu, tanda seorang mukmin ialah
salat ditambah dengan yang lain-lain.
Saya
ingin menyebutkan karakteristik orang mukmin yang dimuat dalam Shahih Bukhari,
bahwa Rasulullah yang mulia bersabda:
Barangsiapa
yang beriman (mukmin) kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya dia menghormati
tetangganya.
2.
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya dia senang
menyambungkan tali persaudaraan.
3.
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaknya dia berbicara
yang benar, dan kalau tidak mampu bicara dengan baik, maka
lebih
baik ia berdiam diri.
4. Tidak
dianggap sebagai orang beriman, apabila kamu tidur dalam keadaan kenyang
sementara para tetangga kamu kelaparan di samping kamu.
Dengan
hanya mengambil empat buah hadis itu anda melihat bahwa tanda seorang mukmin
itu terlihat dari tanggung jawabnya di tengah-tengah masyarakatnya.
Kalau
dia menghormati tetangganya, kalau dia menyambungkan tali persaudaraan, dan
kalau dia berbicara benar atau memiliki keprihatinan di antara penderitaan yang
dirasakan oleh saudara di sekitarnya, maka baru boleh dikatakan bahwa dia
adalah seorang mukmin.
Jadi,
dengan kata lain, Rasulullah saw. Menyebutkan bahwa nanti akan datang suatu
zaman yang orang-orangnya berkumpul di masjid untuk mendirikan salat tetapi
tidak akur dengan tetangganya, yaitu tidak menyambungkan tali persaudaraan di
antara kaum muslim. Dia menyebarkan fitnah dan tuduhan yang tidak layak
terhadap kaum muslim. Mereka melaksanakn salat tetepi tidak sanggup mengatakan
kalimat yang benar. Mereka melakukan salat tetapi acuh tak acuh dengan penderitaan
yang dirasakan sesamanya. Kata Rasulullah, mereka adalah orang-orang yang
melakukan salat, akan tetapi tidak diterima salatnya.
Rasulullah
saw. Juga pernah bersabda: “ada dua orang umatku melakukan salat, yang rukuk
dan sujudnya sama, akan tetapi nilai salat kedua orang itu jauhnya antara
langit dan bumi.”?
Dalam
hadis qudsi, juga disebutkan tentang orang yang diterima salatnya oleh Allah
SWT:
Sesungguhnya
Aku (Allah SWT) hanya akan menerima salat dari orang yang dengan salatnya ia
merendahkan diri ke hadapan-Ku. Ia tidak sombong dengan makhluk-ku yang lain.
Ia tidak menulangi maksiat kepada-ku. Ia menyayangi orang-orang yang miskin dan
orang-orang yang menderita. Aku akan tutup salat orang itu dengan kebesaran-Ku.
Aku akan suruh malaikat untuk menjaganya; orang itu akan memperkenankanya.
Perumpamaan dia dengan makhluk-Ku yang lain adalah seperti perumpamaan firdaus
di surga.
Dalam
hadis tersebut disebutkan bahwa tanda-tanda orang yang diterima salatnya oleh
Allah SWT. Pertama, dia datang untuk melaksanakan salat dengan merendahkan diri
kepada-Nya. Dalam al-Quran, keadaan seperti itu disebut dengan istilah khusyu’.
Dan salat yang khusyu’ adalah salah satu tanda orang yang mukmin. Yang disebut
dengan salat khusyu’ itu bukan yang tidak ingat apa pun. Karena yang tidak
apapun itu disebut pingsan
Diriwayatkan
bahwa Sayyidina Ali bi Abi Thalib k.w. kalau beliau hendak melakukan salat
tubuhnya gemetar dan wajahnya pucat pasi. Sehingga ketika ada orang yang
bertanya kepadanya,”mengapa anda ya amirul mukminin?”
Sayyidina
Ali menjawab,”engkau tidak tahu bahwa sebentar lagi aku akan menghadapi waktu
amanah.” Kemudian sayyidina Ali membacakan sebuat ayat Al-Qur’an:
Sesungguhnya
kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka
semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh menusia. Sesungguhnya manusia
itu amat zalim dan amat bodoh. (QS 33;72)
Kemudian
sayyidina Ali melanjutkan ucapannya, “salat adalah suatu amanat Allah yang pernah
ditawarkan kepada langit, bumi, dan bukit untuk memikulnya, tetapi mereka
menolaknya dan hanya manusia yang sanggup memikulnya. Memikul amanat mengabdi
kepada-Nya.
Kedua,
dia tidak sombong dengan makhluk-Ku yang lain. Jadi, anda orang yang diterima salatnya
ialah tidak takabur. Takabur, menurut Al-Ghazali, ialah sifat orang yang merasa
dirinya lebih besar dari pada orang lain. Kemudian ia memandang enteng orang
lain itu. Boleh jadi karena ilmu, amal, keturunan, kekayaan, anak-buah dan
kecantikannya.
Kalau
anda merasa besar karena memiliki hal-hal itu dan memandang enteng orang lain,
maka anda sudah takabur. Dan salat anda tidak diterima. Bahkan dalam hadis
lain, disebutkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda: ”tidak akan masuk surga
seseorang yang didalam hatinya ada rasa takabur walaupun sebesar debu saja”.
Biasanya
masyarakat akan menjadi rusak kalau di tengah-tengah masyarakat itu ada orang
yang takabur. Kemudian takabur itu ditampakkan untuk memperoleh perlakuan yang
istimewa. Dan anehnya, seringkali sifat takabur menghinggapi para aktivis
masjid atau akitvis kegiatan keagamaan. Mereka biasanya takabur dengan ilmunya
dan menganggap dirinya yang paling benar.
Ketiga,
tanda orang yang diterima salatnya ialah orang yang tidak mengulangi maksiatnya
kepada Allah SWT. Nabi yang mulia bersabda: “barangsiapa yang salatnya tidak
mencegahnya dari kejelekan dan kemungkaran, maka salatnya hanya akan menjauhkan
dirinya dari Allah SWT.”Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. Mengatakan:
“nanti pada hari kiamat ada orang yang membawa salatnya di hadapan Allah.
Kemudian salatnya diterima dan dilipa-lipat seperti dilipat-lipatnya pakaian
yang kotor dan usang. Lalu salat itu dibantingkan ke wajahnya.”
Allah
tidak menerima salat itu karena salatnya tidak dapat mencegah perbuatan
maksitnya setelah ia melakukan maksiat tersebut. Bukankah al-Qur’an telah
mengatakan
…
sesungguhnya salat mencegah dari perbuatan perbuatan keji dan mungkar…. (QS
29:45)
Keempat,
orang yang diterima salatnya ialah orang yang menyayangi orang-orang miskin.
Kalau diterjemahkan dengan kalimat modern ialah orang yang mempunyai
solidaritas social. Dia bukan hanya melakukan ruku’ dan sujud saja, tetapi dia
juga memikirkan penderitaan sesamanya. Dia menyisihkan sebagian waktu dan
rizkinya untuk membahagiakan orang lain.
Kalau
dalam salat anda, anda sudah merasakan kebesaran Allah dan tidak takabur, dan
kalau anda sudah tidak mengulangi perbuatan maksiat sesudah salat; dan kalau
anda sudah mempunyai perhatian yang besar terhadap kesejateraan orang lain,
maka Allah akan melindungi anda dengan jubah kebesaran-Nya Allah akan
memberikan kepada anda kemulian dengan kemuliaan-Nya, dan akan membungkus anda
dengan busana kebesaran-Nya. Di samping itu, Allah akan menyuruh para malaikat
untuk menjaga anda; dan para malaikat itu akan berkata sebagaimana yang
disebutkan dalam Al-Qur’an
Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu mempreoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadamu (QS 41:31)[]
No comments:
Post a Comment