Oleh JALALUDDIN RAKHMAT
Saya pertama kali bertemu dengan Sayyid Muhammad Hussein Fadlullah pada tahun 1985. Pada waktu itu kami berkumpul di betzah Imam Khomeini ra bersama para wakil umat Islam seluruh dunia di bawah jembatan di magdad. Tidak jauh dari tempat itu terdapat makam Sayyidah Khadijah ra dan makam umum Bani Hasyim.
Saya pertama kali bertemu dengan Sayyid Muhammad Hussein Fadlullah pada tahun 1985. Pada waktu itu kami berkumpul di betzah Imam Khomeini ra bersama para wakil umat Islam seluruh dunia di bawah jembatan di magdad. Tidak jauh dari tempat itu terdapat makam Sayyidah Khadijah ra dan makam umum Bani Hasyim.
Beliau berbicara dengan bahasa arab yang fasih, dalam arti menggunakan kalimat – kalimat yang sederhana namun terdengar indah. Saya terpaku dan terpesona memandang wajahnya hingga terbersit dalam hati mungkin wajah Amirul Mukminin Imam Ali bin Abi Thalib kw tampak seperti beliau. Begitu memancarkan kesejukan sekaligus kewibawaan.
Beberapa kalimat Sayyid Hussein Fadlullah waktu itu masih saya ingat hingga sekarang. seperti “Sekiranya tidak ada rasa damai bagi Islam dan kaum muslimin, maka jangan biarkan juga ada rasa damai bagi selain Islam.” Beliau juga berkata, “Kepada musuh – musuh yang tidak memberikan rasa tenteram kepada kaum muslimin. Guncangkan bumi dibawah telapak kaki mereka.” Itulah kenangan yang saya ingat dengan baik.
Setelah itu saya bertemu beberapa kali dalam seminar – seminar Internasional. Suatu saat dalam sebuah seminar Internasional di Teheran mengenai pengaruh pemikiran Imam Khomeini didalam ilmu – ilmu Islam. Saat itu diundang Ulama – ulama bersorban, saya ingat menjadi satu – satunya orang yang diundang dan hadir dengan memakai jas. Dan saya dianggap mewakili pihak universitas, lalu Sayyid Hussein Fadlullah membahagiakan hati saya dengan mengatakan “Para Ulama harus dekat dengan orang – orang Universitas, sebab jika mereka meninggalkan para akademisi, dalam waktu yang singkat Agama Islam akan menjadi barang yang kuno dan ditinggalkan orang. Kita akan berbicara seperti bicaranya orang – orang terdahulu.” Dalam beberapa laporan di internet, Sayyid Hussein Fadlullah dianggap sebagai ulama yang berpandangan liberal, sebetulnya istilah liberal itu tidak tepat. Melainkan ialah sebagai ulama yang berusaha untuk menampilkan agama Islam sesuai dengan situasi jaman modern seperti sekarang ini. Ia ingin menampilkan Islam yang tidak kuno dan diwarisi turun – temurun. Ada seorang berkebangsaan Perancis yang kemudian memeluk Islam bernama Roger Garaudi. Beliau berpendapat bahwa ada dua hal yang menghalangi perkembangan Agama Islam. Satu ialah keterikatan kepada masa lalunya, jadi orang Islam sulit membedakan antara ajaran Islam yang terdahulu dengan hasil ijtihadnya orang yang terdahulu. Kedua ialah ketidak mampuannya berpikir tentang masa depannya. Rupanya Sayyid Hussein Fadlullah ialah seorang yang berupaya menjawab tantangan dari Roger Garaudi ini. Garaudi sebelumnya ialah seorang komunis yang kemudian berpindah menjadi seorang muslim. Dan dia sangat prihatin untuk membangun kembali pemikiran kaum muslim. Dan apa yang menjadi keprihatinan Garaudi kemudian dipraktekan dalam fatwa – fatwa Sayyid Hussein Fadlullah. Sayyid Hussein Fadhullah ialah seorang yang sangat mencintai bahasa Arab. Pernah suatu saat pada sebuah ruang VIP di airport mihrabad.
Saya dan Ayatullah Taskhiri sedang berbincang – bincang, pada saat itu Ayatullah Taskhiri sedang mempelajari bahasa Inggris lalu Sayyid Hussein Fadlullah datang menghampiri kami dan bertanya kepada Ayatullah Taskhiri mengapa beliau berbicara kepada saya menggunakan bahasa Inggris, dengan segera saya menjelaskan bahwa bahasa Arab saya kurang baik lalu untuk menghargai saya dan agar tidak membuat kecil hati saya dengan bahasa Arab saya yang kurang baik Ayatullah Taskhiri berbicara dengan saya menggunakan bahasa Inggris. Sayyid Hussein Fadlullah lantas berkata. “Tapi anda berbicara kepada saya dengan bahasa Arab, Mengapa tidak berbicara dengan Ayatullah Taskhiri dengan bahasa Arab?” itulah salah satu bentuk kecintaan Beliau terhadap Islam dan tanda kecemburuan beliau terhadap non Islam yang sangat tinggi. Bahkan fatwa terakhirnya sebelum meninggal dunia ialah peringatan kepada kaum muslimin tentang adanya judaisasi atau pengyahudian daerah – daerah Islam saat ini terutama di Palestina dia pun meminta perhatian penuh dari seluruh kaum muslimin tentang adanya proses judaisasi ini. Kecintaan beliau terhadap peninggalan – peninggalan Islam ini mulai tampak sejak masa kecil.
Pada usia 12 tahun beliau mengikuti perlombaan menulis puisi tentang Imam Ali bin Abi Thalib kw yang melibatkan para penyair ulama di najaf, Sayyid Hussein Fadlullah adalah an-Najafi, hampir seluruh ulama besar yang mempengaruhi dunia Islam saat ini ialah an-Najafi termasuk Ayatullah Khomeini. Dan di Najaf pada waktu itu Sayyid Hussein Fadlullah kecil mengungguli ulama – ulama penyair besar Najaf. Bahkan salah satu artikel di internet menjulukinya the “Prodigy of Najaf” atau anak ajaib nan jenius dari Najaf. Ketika beliau meninggalkan Najaf terkenal ucapan orang. “Setiap orang yang meninggalkan Najaf akan pergi dengan perasaan kehilangan Najaf namun saat Beliau meninggalkan Najaf, Najaflah yang merasakan kehilangan.
Kemudian Beliau bergabung dengan Sayyid Mousa Sadr, beliau tumbuh besar dan berkembang dibawah bimbingan Sayyid Mousa Sadr namun kemudian tersiar kabar bahwa Sayyid Mousa Sadr menghilang di Libya, terakhir diberitakan bahwa seseorang mengakui perihal masih hidupnya Sayyid Mousa Sadr di dalam sebuah penjara di Libya. Kemudian Sayyid Hussein Fadlullah melanjutkan perjuangan Sayyid Mousa Sadr membidani dan melahirkan, serta menjadi tokoh spiritual dibalik perjuangan Hizbullah, walau berulang kali beliau menjelaskan pada khalayak bahwa ia bukanlah bagian dari Hizbullah. Belakangan Hizbullah sedikit membuat jarak dengan Sayyid Hussein Fadlullah karena kedekatannya dengan Iran. Sayyid Hussein Fadlullah adalah orang yang sangat kritis, beliau memiliki intelektualitas yang luar biasa. Begitu kritisnya hingga beliau berusaha mengkritik masa lalu yang dianggap oleh sebagian besar kaum muslimin harus dilanjutkan. Semisal, beliau mengkritik pemeluk Islam Syiah yang hanya berdasar kepada dongeng – dongeng. Ketika rombongan dari India berkunjung kepada beliau dalam sebuah pertemuan di tanah suci. Beliau berkata pada rombongan tersebut. “Sayang bahwa yang masuk kepada kalian di India bukanlah Ulama namun hanyalah tukang – tukang cerita yang melebih – lebihkan hanya untuk membuat kalian menangis.” Oleh karena itu di India berkembang pemahaman Syiah yang ekstrem dan Sayyid Hussein Fadlullah tidak menyukai hal – hal semacam itu. Pada websitenya saya berkata bahwa beliau merupakan seorang “Pembawa panji – panji persatuan Islam.” Dan beliau mengkritik habis dongeng – dongeng yang hanya menebarkan kebencian kepada Abu Bakar dan Umar, misalnya ia meragukan kisah tentang Sayyidah Fathimah as yang keguguran kandungannya setelah ditusuk dengan tombak, lalu ia juga mengkritik kisah upaya pembakaran pintu rumah Sayyidah Fathimah as dengan alasan – alasan yang rasional, dan untuk itu Sayyid Hussein Fadlullah mendapat tantangan maupun tentangan dari pengikut Ahlulbayt lainnya begitu besar sehingga ia sempat dikafirkan oleh sekelompok pengikut Ahlulbayt. Sebagai selingan, di Jakarta ada sekelompok orang yang bercerita satu sama lain supaya tidak mengikuti pengajian Jalaluddin Rakhmat dengan alasan bahwa dia ini pengikut Sayyid Hussein Fadlullah yang menyimpang. Di dalam internet ada hal yang menyakitkan yang ditulis mengenai Sayyid Hussein Fadlulah meskipun dalam peristiwa wafatnya. Didalamnya disebutkan bahwa Az Zahra lega hatinya dengan kematian Beliau. Sayyid Hussein Fadlullah tidak hanya mengkritik masa lalu, ia pun mengkritik tokoh – tokoh masa kini seperti Ayatullah Khomeini dengan konsep wilayatul faqihnya, ataupun Sayyid Khamenei. Walau kecintaannya terhadap Iran sangat luar biasa.
Saya pernah tersentuh dengan doanya sewaktu Iran sedang mengalami perang 9 tahun dan boikot dari Amerika dalam suasana yang sangat mendesak, lalu Sayyid Hussein Fadlullah berdoa dengan doa yang pernah diucapkan oleh Rasulullah Saww pada perang Badar ketika sekelompok kecil sahabat Rasulullah Saww berhadapan dengan ribuan lawannya. Pada saat itu Rasulullah Saww sujud di padang Badar dan berkata, “Tuhanku, jika Engkau binasakan kelompok kecil ini.. Engkau tidak akan disembah lagi dibumi ini selama – lamanya.” Dan Sayyid Hussein Fadlullah pun berdoa, “Ya Tuhan, jika Engkau binasakan negeri Iran ini, Engkau tidak akan disembah lagi di bumi ini selama – lamanya.” Dan setiap doa yang beliau panjatkan diucapkan begitu menyentuh. Semoga beliau dikumpulkan oleh Allah Swt bersama arwah para kakeknya yang suci. Shalawat.
Miftah anak saya punya sanad yang bersambung dengan Beliau, pernah belajar kepada Beliau dan diusap kepalanya yang saya sendiri belum mengalaminya. Dia punya sanad yang bersambung kepada Sayyid Hussein Fadhullah lalu kepada guru – gurunya lalu kepada tangan Imam Ali bin Abi Thalib as dan tangan Imam Ali bersambung kepada tangan Rasulullah Saww. Oleh karena itu terkadang saya belajar dengan bertanya kepada Miftah, “Mif, ini maksudnya apa?” Supaya saya kebagian al Barokah al Muhammadiyah. Kembali kepada pemikiran – pemikiran Sayyid Hussein Fadlullah. Saya dan Miftah mengumpulkan artikel – artikel dari Libanon yang memuat fatwa – fatwa kontemporer Beliau, fatwanya satu tahun terakhir ini menimbulkan kegemparan di dunia Arab, termasuk di dunia Syiah sendiri yaitu, “Jika seorang wanita dipukul oleh suaminya, Ia berhak memukul balik suaminya.” Padahal al-Qur’an menyebut bahwa suami dapat memukul istrinya yang tidak taat. Namun Beliau menepis hal ini dan menyatakan bahwa wanita memiliki hak yang sama. Dan perempuan memiliki hak untuk membela dirinya. Beliau sangat simpatik terhadap hak – hak wanita, beliau pun memberikan jawaban – jawaban yang sangat cocok dengan kehidupan modern. Seseorang pernah bertanya pada Beliau bahwa suatu waktu istrinya dirawat di rumah sakit milik universitas Amerika di Beirut. Dan seorang perempuan Amerika lah yang telah merawat istrinya hingga 4 jam lamanya.
Lalu setelah anaknya lahir, dengan keringat yang bercucuran wanita tersebut menghampiri dia untuk memberi selamat serta mengulurkan tangannya, dan Pria itupun lantas menyalaminya. Apakah Pria tersebut berdosa karena telah bersalaman dengan wanita yang bukan muhrimnya? Dan apakah pria tersebut harus mandi karena saat bersalaman wanita tersebut tengah berada dalam keadaan yang berkeringat? Sayyid Hussein Fadlullah pun menjawabnya dengan kalimat, “Tidak, Anda berkewajiban untuk mengungkapkan terimakasih, kepada orang yang telah memberikan jasa terhadap anda.” Sungguh hebat. Jawaban itu bukanlah jawaban klasik seorang ahli fiqih. Karena seorang ahli fiqih biasanya menjawab dengan kata, “Tidak, tidak boleh seorang pria bersentuhan dengan wanita. Dia tidak memberikan jawaban yang spesifik melainkan sebuah jawaban yang prinsipil dalam arti dapat diterapkan dalam berbagai situasi. Bagaimana mungkin apabila seseorang mengulurkan tangannya, lalu kita tarik tangan kita dengan alasan seperti itu, apa pandangan orang terhadap Islam? Atau jika seseorang tengah menjalin hubungan kerja Internasional, lalu ia menarik tangan dari bersalaman dengan wanita serta mengatakan alasan, “Ibu, mohon maaf, tetapi saya ini orang Islam, menurut Nabi Saww…” meskipun kita sempat menjelaskan perihal itu, penjelasan kita akan sulit dipahami, kita melakukan suatu hal yang sia – sia. Ini sekedar tambahan bagi buku saya berjudul ‘Dahulukan Akhlak diatas Fiqih.’ Dan saya belajar dari Sayyid Hussein Fadlullah untuk itu. Ketika beliau ditanya, apa hukumnya membunyikan klakson di tengah Ramadhan untuk membangunkan orang pada waktu sahur, seperti yang dilakukan oleh para supir di Beirut. Para supir di Beirut selalu mengadakan iring – iringan sembari membunyikan klaksonnya untuk membangunkan orang – orang pada waktu sahur. Jawaban dari Beliau ialah, “Mengganggu orang lain, tidak pernah dibenarkan Islam, untuk selama – lamanya.”
Banyak sekali fatwa – fatwa Beliau yang menurut saya sangat praktis untuk dilakukan khususnya di Indonesia pada masyarakatnya yang heterogen. Beliau juga yang menganjurkan kepada penganut Syiah bolehnya bersedekap saat mengadakan shalat ditengah – tengah Ahlussunnah. Untuk anda ketahui, Sayyid Hussein Fadlullah juga merupakan seorang pembicara Syiah yang sering diundang untuk berceramah pada majelis – majelis Sunni, bahkan Kristiani. Begitu pluralistis. Saya ingin menumpulkan fatwa – fatwa Beliau yang sangat pluralistis.
Di dalam buku saya berjudul ‘Pluralisme dalam al-Qur’an’ saya mengutip pandangan Beliau yang begitu pluralistis. Dan mungkin, banyak orang berkeberatan dengan tafsir Beliau yang sangat pluralistis tersebut. Bahkan mengenai Hizbullah, 70% umat kristiani di Libanon memihak Hizbullah, dan 40% ummat Sunni di Libanon memihak Hizbullah, artinya lebih banyak umat kristiani yang memihak Hizbullah ketimbang orang – orang dari Ahlussunnah. Tapi banyak pecinta Sayyid Hussein Fadlullah dari kalangan Ahlussunnah sekalipun karena pandangannya yang tadi, “Pembawa panji – panji persatuan Islam,” selain “Peminpin spiritual umat Islam” yang meninggalkan kepada kita jejak – jejaknya. “Jejak kakinya dalam pasiran masa.” Dan mudah – mudahan Allah Swt memberi kekuatan kepada kita untuk dapat melangkahkan kaki kita pada jejak – jejak Sayyid Hussein Fadlullah yang Beliau tinggalkan kepada kita. Saya ingin menghaturkan terimakasih saya kepada Pak Dimitri yang telah menyelenggarakan acara ini. Dan setiap kali ada Ulama besar yang meninggal dunia. Seperti ucapan Imam Khomeini dengan mengutip Hadist Nabi Saww, “Satu bongkah batu dari benteng Islam telah roboh, dan diperlukan seribu tahun lagi untuk menutup bongkah – bongkah yang telah roboh itu kembali.” Dan kita juga akan mengatakan hal yang sama setelah Sayyid Hussein Fadlullah meninggal dunia. Diantara doa yang saya sampaikan dalam salam saya kepada Beliau ialah, “Salam bagimu wahai putra Rasulullah, Aku bersaksi bahwa engkau telah mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berjuang di jalan Allah, dan sudah disakiti.” Karena sejarah hidup Beliau adalah disakiti, bukan hanya oleh pihak yang tidak semahzab dengan Beliau, namun juga oleh pihak – pihak yang semahzab dengan Beliau. Kesalahan Beliau ialah memiliki otak yang terlampau pintar.
Otak yang sangat kritis, kepintarannya membuat Beliau sangat kritis terhadap setiap orang, karena selain al-Mashumin tidak ada yang luput dari kesalahan. Sembari menutup ceramah ini, saya ingin mengutip ucapan Abdul Karim Soroush, “Pesantren tidak akan berkembang seperti Universitas, jika seluruh kitab selain al-Qur’an dipandang suci.” Lalu dia meneruskan, “Orang – orang di Pesantren memandang buku Mulla Shadra tidak boleh dikritik.” Dan dia pun menunjukkan kritiknya terhadap Mulla Shadra, terutama mengenai pandangannya terhadap wanita yang pasti akan dicemooh orang di dunia modern. Jadi dengan segala penghormatan kita kepada mereka, kita tidak boleh kehilangan semangat untuk berpikir kritis. Termasuk juga kepada Sayyid Hussein Fadlullah. Maka dengan segala penghormatan ini, kita tekadkan untuk melanjutkan jejak – jejak yang ditinggalkan oleh Sayyid Hussein Fadlullah yaitu dengan selalu mengembangkan pemikiran kritis kita. Saya teringat ketika beliau dirawat di rumah sakit karena mata beliau yang lemah akibat terlalu banyak membaca, dalam sebuah artikel di Libanon disebutkan, “Marilah kita doakan mata yang senantiasa berlinang airmata di keheningan malam, serta selalu terbelalak ketika menyaksikan kedzaliman.” Kata – kata itu pula yang saya sampaikan kepada keluarga Sayyid Hussein Fadlullah sekaligus mencatat salah satu ciri utama dari Beliau yaitu matanya yang selalu khusyu di keheningan malam, serta selalu terbelalak dalam menegakkan keadilan dan kebenaran.
Bukankah Nabi Saww bersabda, “Ada dua pasang mata yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka, sepasang mata yang selalu menangis di keheningan malam, dan sepasang mata yang terus bangun dalam membela agama Allah.” Berbahagialah Sayyid Hussein Fadlullah karena kedua pasang mata itu telah Beliau miliki.
No comments:
Post a Comment