Wednesday, August 3, 2011

Penyusunan ayat al-Quran tidak semestinya mengikut turutan turunnya al-Quran


 Sebagai contohnya:

Ayat Tathir Surah Al Ahzab 33 Bukan Untuk Istri-istri Nabi SAW.

Telah dibuktikan dalam hadis-hadis shahih bahwa ayat Innamaa Yuriidullaahu Liyudzhiba ’Ankumurrijsa Ahlalbayti Wayuthahhirakum Tathhiiraa (QS Al Ahzab 33) adalah ayat yang turun sendiri terpisah dari ayat sebelum maupun sesudahnya. Hal ini dapat dilihat seperti berikut:

• Hadis Shahih Sunan Tirmidzi menyatakan Diriwayatkan dari Umar bin Abu Salamah yang berkata, “Ayat berikut ini turun kepada Nabi Muhammad SAW, Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu wahai Ahlul Bait dan menyucikanmu sesuci-sucinya.(QS Al Ahzab 33). Ayat tersebut turun di rumah Ummu Salamah. Dari hadis tersebut diketahui ayat ini turun berkaitan dengan peristiwa penyelimutan Ahlul Bait SAW yaitu Sayyidah Fatimah as, Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as.

• Hadis riwayat An Nasai dalam Khashaish Al Imam Ali hadis 51 dan dishahihkan oleh Abu Ishaq Al Huwaini Al Atsari. Diriwayatkan dari Saad bin Abi Waqqash Dan ketika ayat ‘Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya” (QS Al Ahdzab 33) turun Beliau SAW memanggil Ali, Fathimah, Hasan dan Husain lalu bersabda: “Ya Allah mereka adalah keluargaku”.

Hadis-hadis tersebut jelas menyatakan bahwa ayat “Innamaa Yuriidullaahu Liyudzhiba ‘Ankumurrijsa Ahlalbayti Wayuthahhirakum Tathhiiraa” (QS Al Ahzab 33) turun sendiri terpisah dari ayat sebelum dan sesudahnya dan ditujukan untuk Ahlul Kisa’ yaitu Rasulullah SAW, Sayyidah Fatimah as, Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as.

Hadis Shahih Sunan Tirmidzi itu juga menjelaskan bahwa Ayat Tathir jelas tidak ditujukan untuk Istri-istri Nabi SAW. Bukti hal ini adalah:

Pertanyaan Ummu Salamah, jika Ayat yang dimaksud memang turun untuk istri-istri Nabi SAW maka seyogyanya Ummu Salamah tidak perlu bertanya “Dan apakah aku beserta mereka wahai Rasulullah SAW?. Bukankah jika ayat tersebut turun mengikuti ayat sebelum maupun sesudahnya maka adalah jelas bagi Ummu Salamah bahwa Beliau ra juga dituju dalam ayat tersebut dan Beliau ra tidak akan bertanya kepada Rasulullah SAW. Adanya pertanyaan dari Ummu Salamah ra menyiratkan bahwa ayat ini benar-benar terpisah dari ayat yang khusus untuk Istri-istri Nabi SAW.

Penolakan Rasulullah SAW terhadap pertanyaan Ummu Salamah, Beliau SAW bersabda: “Engkau mempunyai tempat sendiri dan engkau menuju kebaikan”. Hal ini menunjukkan Ummu Salamah selaku salah satu Istri Nabi SAW tidaklah bersama mereka Ahlul Bait yang dituju oleh ayat ini. Beliau Ummu Salamah ra mempunyai kedudukan tersendiri.
Untuk lebih jelas mari kita lihat Asbabun Nuzul ayat sebelum Ayat Tathir yaitu Al Ahzab ayat 28 dan 29 “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik (28). Dan jika kamu sekalian menghendaki Allah dan Rasulnya-Nya serta di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar (29).

Dalam kitab Lubab An Nuqul Fi Asbabun Nuzul As Suyuthi, Beliau membawakan riwayat Muslim, Ahmad dan Nasa’i yang berkenaan turunnya ayat ini, riwayat itu jelas berkaitan dengan peristiwa lain (bukan penyelimutan) dan ditujukan kepada istri-istri Nabi SAW.

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa Abu Bakar meminta izin berbicara kepada Rasulullah SAW akan tetapi ditolaknya. Demikian juga Umar yang juga ditolaknya. Tak lama kemudian keduanya diberi izin masuk di saat Rasulullah SAW duduk terdiam dikelilingi istri-istrinya (yang menuntut nafkah dan perhiasan). Umar bermaksud menggoda Rasulullah SAW agar dapat tertawa dengan berkata “ya Rasulullah SAW sekiranya putri Zaid, istriku minta belanja akan kupenggal lehernya”.

Maka tertawa lebarlah Rasulullah SAW dan bersabda “Mereka ini yang ada disekelilingku meminta nafkah kepadaku”. Maka berdirilah Abu Bakar menghampiri Aisyah untuk memukulnya dan demikian juga Umar menghampiri Hafsah sambil keduanya berkata “Engkau meminta sesuatu yang tidak ada pada Rasulullah SAW”. Maka Allah menurunkan ayat “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: “Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik” (sebagai petunjuk kepada Rasulullah SAW agar istr-istrinya menentukan sikap.

Beliau mulai bertanya kepada Aisyah tentang pilihannya dan menyuruh bermusyawarah lebih dahulu dengan kedua ibu bapanya. Aisyah menjawab “Apa yang mesti kupilih?”. Rasulullah SAW membacakan ayat Dan jika kamu sekalian menghendaki Allah dan Rasulnya-Nya serta di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar (29). Dan Aisyah menjawab “Apakah soal yang berhubungan dengan tuan mesti kumusyawarahkan dengan Ibu Bapaku? Padahal aku sudah menetapkan pilihanku yaitu Aku memilih Allah dan RasulNya”. (Diriwayatkan oleh Muslim, ahmad dan Nasa’i dari Abiz Zubair yang bersumber dari Jubir).



Oleh kerana itu jelas sekali kekeliruan apabila ada pihak mengatakan dalam tulisannya:
“Lihatlah bahwasanya ayat-ayat sebelum (Q.S.Al-Ahzab 28-32) dan sesudah (Q.S.Al-Ahzab 34) dari ayat 33 bercerita tentang istri Nabi SAW, maka tidak mungkin secara logika ayat 33 tsb menyimpang topiknya (mengkhususkan tentang Ali, Fatimah, Hasan dan Husein) padahal ayat 33 tsb ada di tengah-tengah ayat-ayat yang bercerita tentang istri Nabi SAW. Juga salah jika dikatakan ayat 33 tsb hanya berlaku untuk istri nabi SAW padahal Ali, Fatimah, Hasan dan Husein juga termasuk didalamnya sebagaimana hadis shahih Muslim yang disebut diatas”.
Jawapannya: Berdasarkan hadis Asbabun Nuzul yang shahih maka didapati bahwa Ayat Tathir turun berkaitan dengan peristiwa lain yang tidak berhubungan dengan istri-istri Nabi SAW. Hal ini berbeda dengan ayat sebelumnya yang memang ditujukan terhadap istri-istri Nabi SAW.

Mari kita lihat Al Ahzab ayat 33 yang berbunyi “dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta’atilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya (33)”.

Telah jelas berdasarkan hadis Shahih Sunan Tirmidzi bahwa ayat Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya turun khusus ditujukan untuk Rasulullah SAW, Sayyidah Fatimah as, Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as dan bukan untuk istri-istri Nabi SAW. Jadi dapat disimpulkan kalau penggalan pertama Al Ahzab 33 memang ditujukan untuk Istri-istri Nabi SAW sedangkan penggalan terakhir berdasarkan dalil shahih turun sendiri dan ditujukan untuk pribadi-pribadi yang lain. Hal ini dapat saja terjadi jika ada dalil shahih yang berkata demikian.

Namun, ada pihak yang menolak hal ini dengan berkata:
Jelas sekali pangkal ayat 33 tsb mengacu pada para istri Nabi SAW. Atau kata-katanya maka tidak mungkin secara logika ayat 33 tsb menyimpang topiknya (mengkhususkan tentang Ali, Fatimah, Hasan dan Husein) padahal ayat 33 tsb ada di tengah-tengah ayat-ayat yang bercerita tentang istri Nabi SAW.
Mungkin secara logikanya adalah wajar jika satu ayat biasanya diturunkan secara keseluruhan. Hal ini memang benar tetapi satu ayat Al Quran juga dapat diturunkan dengan sepenggal-sepenggal dan berkaitan dengan peristiwa yang berlainan kerana memang ada dalil shahih yang menunjukkan demikian. Ayat Tathir di atas jelas salah satunya. Mari kita lihat contoh lain yaitu Surah Al Maidah ayat 3 dan 4.

Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan juga mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepadaku. Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa kerana kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(Al Maidah ayat 3).

Penggalan Al Maidah ayat 3 yaitu: Pada hari ini telah kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah kucukupkan kepadamu nikmatKu dan telah kuridhai Islam itu jadi agama bagimu”turun di Arafah dan ayat ini masyhur sebagai ayat Al Quran yang terakhir sekali turun. berdasarkan dalil yang shahih

Lihat hadis berikut:
Dari Thariq bin Syihab, ia berkata, ‘Orang Yahudi berkata kepada Umar, ‘Sesungguhnya kamu membaca ayat yang jika berhubungan kepada kami, maka kami jadikan hari itu sebagai hari besar’. Maka Umar berkata, ‘Sesungguhnya saya lebih mengetahui dimana ayat tersebut turun dan dimanakah Rasulullah SAW ketika ayat tersebut diturunkan kepadanya, yaitu diturunkan pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) dan Rasulullah SAW berada di Arafah. Sufyan berkata: “Saya ragu, apakah hari tsb hari Jum’at atau bukan (dan ayat yang dimaksud tersebut) adalah “Pada pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (H.R.Muslim, kitab At-Tafsir).

Dalam kitab Lubab An Nuqul Fi Asbabun Nuzul As Suyuthi berkenaan dengan Al Maidah ayat 3 membawakan riwayat Ibnu Mandah dalam Kitabus Shahabah dari Abdullah bin Jabalah bin Hibban bin Hajar dari bapanya yang bersumber dari datuknya yaitu:

Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika Hibban sedang ‘menggodog’ daging bangkai, Rasulullah SAW ada bersamanya. Maka turunlah Al Maidah ayat 3 yang mengharamkan bangkai. Seketika itu juga isi panci itu dibuang. Riwayat ini jelas berkaitan dengan peristiwa yang berbeda dengan peristiwa hari Arafah tetapi ayat yang dimaksud jelas sama-sama Al Maidah ayat 3. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Al Maidah ayat 3 turun sepenggal-sepenggal dan penggalan “Pada pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” turun di Arafah.

Mari kita lihat Al Maidah ayat 4, Mereka bertanya kepadamu: Apakah yang dihalalkan bagi mereka? Katakanlah dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah sesungguhnya Allah sangat cepat hisabNya (Al Maidah ayat 4).

Dalam kitab Lubab An Nuqul Fi Asbabun Nuzul, As Suyuthi berkenaan dengan Al Maidah ayat 4 membawakan riwayat Ath Thabrani, Al Hakim, Baihaqi dan lainnya bersumber dari Abu Rafi’, riwayat Ibnu Jarir dan riwayat Ibnu Abi Hatim.

Dikemukakan bahwa Adi bin Hatim dan Zaid bin Al Muhalhal bertanya kepada Rasulullah SAW “Kami tukang berburu dengan anjing dan anjing suku bangsa dzarih pandai berburu sapi, keledai dan kijang, padahal Allah telah mengharamkan bangkai. Apa yang halal bagi kami dari hasil buruan itu? Maka turunlah Al Maidah ayat 4 yang menegaskan hukum hasil buruan. (Rriwayat Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Said bin Jubair).

Berdasarkan riwayat-riwayat di atas Surah Al Maidah ayat 3 dan 4 diturunkan berkaitan dengan makanan yang halal dan haram tetapi di tengah-tengah ayat tersebut terselip pembicaraan lain yaitu “Pada pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. Padahal telah jelas bahwa ayat ini diturunkan di Arafah sebagai tanda bahwa agama Islam telah sempurna.

Lihat baik-baik Al Maidah ayat 4 turun setelah Al Maidah ayat 3 yang mengharamkan bangkai, ini dilihat dari kata-kata padahal Allah telah mengharamkan bangkai pada hadis asbabun Nuzul Al Maidah ayat 4 riwayat Ibnu Abi Hatim di atas. Oleh kerana itu ketika Al Maidah ayat 3 turun mengharamkan bangkai, penggalan “Pada pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” belum turun kerana Al Maidah ayat 4 turun setelah Al Maidah ayat 3 yang mengharamkan bangkai.

Seandainya penggalan ini turun bersamaan dengan pengharaman bangkai maka tidak akan ada syariat/hukum lain lagi yang diturunkan kerana agama Islam telah sempurna tetapi kenyataannya setelah pengharaman bangkai Al Maidah ayat 3 diturunkan Al Maidah ayat 4 tentang apa yang dihalalkan.

Pernyataan Bahwa Ayat Tathir ini dikhususkan untuk Ahlul Kisa’ saja yaitu Rasulullah SAW, Sayyidah Fatimah as, Imam Ali as, Imam Hasan as dan Imam Husain as dan bukan untuk istri-istri Nabi SAW tidak hanya dinyatakan oleh Syiah saja. Bahkan ada Ulama Sunni yang berpandangan demikian. Ulama Sunni yang dimaksud yaitu:

• Ibnu Jarir Ath Thabary dalam Tafsir Ath Thabary jilid I hal 50, telah membatasi Ahlul Bait itu hanya pada diri Nabi SAW, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain dan menyatakan bahwa ayat tersebut hanya untuk mereka berlima.

• Abu Ja’far Ath Thahawi (yang terkenal dengan karyanya Aqidah Ath Thahawiyah) juga menyatakan hal yang serupa dalam karyanya Musykil Al Atsar jilid I hal 332-339 dalam pembahasannya tentang hadis-hadis Ayat Tathir dimana dia berkata: “Kerana maksud sebenarnya dari ayat suci ini hanyalah Rasulullah SAW sendiri, Ali, Fatimah, Hasan dan Husain dan tidak ada lagi orang selain mereka”.

• Sayyid Alwi bin Thahir dalam kitab Al Qaulul Fashl jilid 2 hal 292-293 mengutip pernyataan Sayyid Ali As Samhudi yang menyatakan bahwa Ayat Tathir khusus untuk Ahlul Kisa’ dan bukan istri-istri Nabi SAW.

No comments:

Post a Comment