Judul : Islam dan Pluralisme, Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan
Penulis : Jalaluddin Rakhmat
Penerbit : Serambi
Cetakan : I, September 2006
Tebal : 292 halaman
Penulis : Jalaluddin Rakhmat
Penerbit : Serambi
Cetakan : I, September 2006
Tebal : 292 halaman
APAKAH hanya Islam agama yang diterima Allah? Dengan kata lain, apakah orang yang beragama selain Islam, seperti Kristen, Hindu, Buddha, akan memperoleh keselamatan di sisi Allah? Apakah nonmuslim juga menerima pahala amal salehnya? Lantas kenapa Tuhan menciptakan agama yang bermacam-macam? Kenapa Allah tidak menjadikan semua agama itu satu saja? Apa tujuan penciptaan berbagai agama itu? Bagaimana seharusnya kita menyikapi perbedaan ini?
Deretan pertanyaan itu meletupkan kontroversi. Kang Jalal, sapaan akrab cendekiawan muslim Jalaluddin Rakhmat, mencoba menguak tabir jawabannya melalui penelusuran doktrin pluralisme dalam Alquran. Melalui buku Islam dan Pluralisme, Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan ini, Kang Jalal menelusuri analisis bahasa dan telaah yang tajam atas ragam tafsir yang ada untuk mendedahkan makna sejati Islam dan agama ( din ), mengungkap spirit firman Allah dalam memandang agama-agama lain, dan merumuskan bagaimana kita beriman secara autentik di tengah pluralitas kebenaran itu.
Deretan pertanyaan itu meletupkan kontroversi. Kang Jalal, sapaan akrab cendekiawan muslim Jalaluddin Rakhmat, mencoba menguak tabir jawabannya melalui penelusuran doktrin pluralisme dalam Alquran. Melalui buku Islam dan Pluralisme, Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan ini, Kang Jalal menelusuri analisis bahasa dan telaah yang tajam atas ragam tafsir yang ada untuk mendedahkan makna sejati Islam dan agama ( din ), mengungkap spirit firman Allah dalam memandang agama-agama lain, dan merumuskan bagaimana kita beriman secara autentik di tengah pluralitas kebenaran itu.
Kang Jalal ingin memperlihatkan bahwa pluralisme, berdasarkan dasar teologis Alquran, bukan paham penyamarataan yang menjelaskan semua kelompok agama benar, atau semua kelompok agama sama (hlm 23). Tidak! Ada ayat-ayat yang menegaskan bahwa semua golongan agama akan selamat selama mereka beriman kepada Allah, hari akhir, dan beramal saleh (al-Baqarah: 62, al-Maidah: 69, dan al-Hajj: 17).
Bagaimana dengan makna esoteris Islam dan agama ( din )? Dalam pembacaan yang eksklusif atas Ali ‘Imran: 85, “Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”, dan Ali ‘Imran: 19, “Sesungguhnya agama itu di sisi Allah ialah Islam”, keselamatan diperoleh melalui Islam sebagai agama formal.
Namun, menurut telaah berdasarkan makna hakiki dalam tafsir, Kang Jalal berargumen bahwa makna Islam pada ayat tersebut adalah Islam yang umum, yang meliputi semua risalah langit, bukan Islam dalam arti istilah”.
Makna Islam ialah tunduk, patuh, dan pasrah atau berserah diri . Sedangkan pengertian pokok din ialah kepatuhan atau kepasrahan. Berdasarkan kesamaan makna asalnya, din sama saja dengan Islam, sehingga pengertian Ali ‘Imran: 19 ialah: “Sesungguhnya kepatuhan di sisi Allah adalah kepasrahan”.
Penegasan makna dasar ini ialah bentuk penekanan teologis seperti yang dilakukan almarhum Nurcholish Madjid untuk mencari akar pluralisme dalam Islam. Pijakan pada Alquran dan juga hadis beserta ragam tafsirnya, seperti yang dilakukan Kang Jalal, membawa pada pengertian Islam secara umum sebagai “agama penyerahan diri kepada Tuhan”.
Tuhan menurunkan bermacam-macam agama sesuai dengan ajarannya masing-masing ( syir’at-un wa-minhaj ), untuk saling berlomba-lomba mencari kebenaran. Itulah sunnatullah yang menunjukkan bahwa agama-agama merupakan ragam kebenaran secara eksoteris. Adapun secara esoteris agama-agama berporos pada tujuan yang sama, yakni Tuhan itu sendiri yang Maha Benar. Pluralisme ditegaskan melalui iman yang benar kepada Tuhan sebagai kepasrahan total terhadap ajaran-ajarannya. Inilah iman dalam arti fideistik, yang memanifestasikan iman di atas rasionalitas.
Kang Jalal, mengikuti Muthahhari, mendedahkan bahwa Islam yang dianut sebagai agama resmi lebih banyak pengertiannya sebagai “Islam geografis”, Islam yang diperoleh karena lingkungan. Sebaliknya, Islam sebagai sebuah ajaran selaku agama yang dijalankan oleh siapa pun untuk memasrahkan diri secara total kepada kebenaran dalam hatinya, ialah Islam aktual ( al-Islam al-waqi’iy ), keberislaman yang diperoleh melalui pengalaman rohani, “yang memikul ruhiyyah samawiyyah” .
Bila ada orang yang telah berusaha mencari kebenaran, lalu ia menerima kebenaran itu dengan sepenuh hati, tetapi ia tidak memeluk agama Islam, Tuhan tidak akan mengazabnya (hlm 50).
Akar doktrin autentik pluralisme dalam Islam, oleh karenanya, merupakan sebuah etika moral secara teologis. Inilah bagaimana sesungguhnya kitab suci menjawab ragam pluralitas kebenaran.
Lantas, apakah orang yang beragama selain Islam, seperti Kristen, Hindu, Buddha, dan lainnya akan diterima di sisi Allah? Kang Jalal menegaskan, “Sebagai al-Mustanirun (tercerahkan), Anda akan berkata bahwa agama adalah jalan menuju Tuhan seperti dikatakan para sufi, jalan menuju Tuhan sebanyak napas manusia” (hlm 63). Ini menegaskan kasih sayang Tuhan seluas langit dan bumi dan manifestasi-Nya meliputi percik-percik kebenaran yang berbeda.
Konsekuensi logis dari doktrin pluralisme tersebut ialah tampilnya akhlak sebagai cara ungkap kita terhadap realitas the other. Akhlak yang menuntun setiap diri untuk saling menghormati dan menghargai, bukan mencibir dan menghakimi. Akhlak yang tampil dari kesadaran mendalam akan iman, baik secara vertikal terhadap Tuhan maupun secara horizontal dengan sesama. Bahwa yang absolut hanya Tuhan, sedangkan manusia serbanisbi. Oleh karena itu, tidak etis memaksakan kebenaran sebagai sesuatu yang mutlak dan monolitik.
Berkaitan dengan pluralitas dalam agama Islam, Kang Jalal mengajak untuk menenggang perbedaan tafsir parsialistik ( zhanniy ), sembari mengedepankan akhlak silaturahmi untuk menjalin ikatan persaudaraan. Inilah keimanan pluralis Kang Jalal yang mendahulukan moralitas di atas kemajemukan, dan sesungguhnya menyembunyikan spiritualitas yang amat mendalam.
Sebagai cendekiawan sekaligus kiai, Kang Jalal menemukan epifani yang semakin mencerahkan, justru dengan perenungan melalui pemikiran kembali terhadap cara keberagamaan selama hidupnya, yang ia akui sendiri sebagai proses reinventing traditions . Lebih tepatnya, penemuan kembali keimanan pluralis yang autentik dan sejati.
Buku ini disajikan dengan gaya bahasa yang menawan, segar, cerdas, dan mengajak kita menelaah berbagai wacana keislaman tentang pluralisme. Lebih dari itu, Kang Jalal ‘mengembara’ dalam fenomena keberagamaan kontemporer: dari cara mengenal Tuhan ( ma’rifatullah ) hingga menjadi manusia, dari fundamentalisme hingga atheisme, dan dari penegakan syariat hingga transparansi sosial. Kang Jalal mengajak kita berdialog melalui hati dan pengalaman tentang keberagamaan kita, sejauh mana mengenali Tuhan dan menggali kedalaman makna hidup. Lebih dari sekadar ungkapan idiom Islam, buku ini sangat asyik dihayati dalam menemukan kesejatian, termasuk Anda yang nonmuslim. Selamat berdialog dengan hati.
(Zacky Khairul Umam, Peneliti Center for Religious Doscourse dan Program Studi Arab UI Depok)
Media Indonesia, Edisi Sabtu, 14 Oktober 2006
Media Indonesia, Edisi Sabtu, 14 Oktober 2006
No comments:
Post a Comment