Tuesday, June 19, 2012

ePOROS REVOLUSI SOSIAL SANG RASUL


REVOLUSI SOSIAL SANG RASUL
11 05 2012
Oleh K.H.Jalaluddin Rakhmat

Allah swtberfirmandalam Al-Ahzab (33): 36

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
Tidak boleh lelaki mukmin maupun perempuan mukmin kalau Allah Dan RasulNya sudah memutuskan perkaranya untuk mempunyai pilihan mereka sendiri. Dan barangsiapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya, maka dia sudah sesat dengan kesesatan yang sejelas-jelasnya.

Rasulullah saw punya budak yang sangat setia sejak zaman Khadijah. Namanya Zaid bin Haritsah. Ia mengikuti Nabi saw dalam suka dan duka. Ia termasuk di antara angkatan perintis Islam.

Dalam daftar orang-orang pertama yang masuk Islam, Zaid ada pada nomor tiga setelah Khadijah dan Ali. Ayahnya pernah datang ke Mekah setelah pencarian panjang selama bertahun-tahun. Iamaumembelikembalianaknya. Nabi saw maumemberikanZaidkepadaorangtuanyatanpatebusanapa pun.

Tapi beliau menawarkan Zaidapakah ikut ayahnya atau ikut Rasulullah saw. Zaid memilih ikut Rasulullah saw. Bapaknyaberkata, “Engkau dahulukan perbudakan di atas orangtuamu!”Zaid menjawab, “Aku mendahulukan Utusan Allah di atas keluargaku, bahkan di atas diriku sendiri.”

Di Madinah, Nabi saw menyuruh Zaid untuk berkeluarga dan menawarkan kepadanya Zainab, seorang perempuan bangsawan dari keluarga Nabi saw.

Zaid menolak mengingat posisinya sebagai budak. Rasulullah saw mendesaknya. Beliau berangkat sendiri kerumahZainab. “Aku ingin menikahkankamu dengan Zaid bin Haritsah. Sungguh, aku sudah rido kepadanya, “ kata beliau. Zainab yang menduga Rasulullah saw melamarnya untuk diri beliau dengan ketus menjawab, “Tapi aku tidak rido, ya Rasul Allah!Akujanda kaum ku dan keponakanmu. Aku tidak mau.”

Maka turunlah ayatini: (tidak boleh lelaki mukmin) yakni Zaid (maupun perempuan mukmin) yakniZainab (kalau Allah dan RasulNya sudah memutuskan perkaranya) dalam hal ini nikah (untuk mempunyai pilihan mereka sendiri) yakni, mereka tidak boleh memilih perkara yang bertentangan dengan apa yang telah Allah putuskan (dan barangsiapa yang menentang Allah dan Rasul-Nya, maka dia sudah sesat dengan kesesatan yang sejelas-jelasnya).

Begitumendengarayatitu, Zainab berkata: “Akupatuhpadamu. Lakukanlahapa yang kaumau” (Tafsir al-Durr al-Mantsûr, 6:610)

Rasulullah saw kemudian mengawinkannya kepada Zaid, seraya berkata, “Aku nikahkan Zainab binti Jahasy kepadaZaid bin Haritsah, budakku; aku nikahkan Dhiba’ah binti Zubayr kepada Al-Miqdad supaya kalian tahu bahwa yang paling mulia di antara kalian di hadapan Allah adalah yang paling bagus keislamannya” (Kanz al-‘Ummâl, hadis 313).

Di balik perintah Nabi saw dalam kasus Zainab ada revolusi sosial yang mungkin tidak dipahami oleh mereka pada zaman itu; revolusi yang meruntuhkan tembok-tembok feodal. Baik Zainab maupun Zaid, baik umat Islam terdahulu maupun kemudian, tidak punya pilihan lain di luar yang telah ditentukan Allah dan RasulNya.

Ukuran kemuliaan bukanlah nasab atau status sosial. Ukuran kemuliaan adalah kesalehan dan kepasrahan kepada Allah swt. Bukankah di majlis Nabi saw, yang paling mulia adalah orang yang paling banyak membantu sesamanya.

No comments:

Post a Comment