“Aku membaca juga berbagai buku karya Sayyid Ja'far Murtadha al- Amili, Sayyid Murtadha al-Askari, Sayyid al-Khui, Thabatabai, Syaikh Muhammad Amin Zainuddin, Fairuz Abadi, karya Ibnu Abil Hadid al- Mu'tazili dalam bukunya Syarah Nahjul Balaghah, Taha Husayn dalam bukunya al-Fitnah al-Kubra. Dari buku sejarah aku baca kitab Tarikh al-Tabari, Tarikh Ibnul Athir, Tarikh al-Masudi dan Tarikh al-Ya'qubi. Dan banyak lagi buku-buku lain yang aku baca sehingga aku merasa betul-betul puas bahawa Syiah Imamiyyah ini adalah yang benar.” – Dr. Ahmad Tijani Musawi
Pengantar Blogger:
Diturunkan serba sedikit pengenalan mengenai kisah hidup Dr. Tijani Samawi yg diperoleh lewat situs wikipedia:
Biography
Mohammad al-Tijani al-Samawi (born 1943) was a Tunisian student who, upon making Hajj, was influenced by orthodox Saudi teachings, against saint veneration and tomb visitation, which were central to the North African Sufi tradition.
A few years later, al-Samawi was in Egypt on an Islamic tour of the Middle East and ran into an Iraqi student, Mun'im, who invited him to Iraq to see Shia Islam with his own eyes, and forget what he had heard of them through reputations. Al-Samawi spent several weeks with Mun'im and visited Baghdad, and Najaf, and met with several leading Shi'a scholars, including Grand Ayatollah Abul-Qassim Khoei (al-Khu'i), Sayyid Muhammad Baqir al-Sadr (Grand AyatollahAllameh Tabatabaei, who spent hours teaching him about Shia Islam.[1] Eventually, he considered himself converted to the Shi'i school of thought. to-be) and
The middle name al-Tijani in his full name comes from his grand parents who were tijani sufis but he himself is not associated with it. But he likes to keep it with his name. He is never or never was the follower the Tariqa Tijania but his grand parents who were sunniis in there aqidah were the followers of the Tariqa Tijania Sufi Order.
Works
He wrote five books:
- Then I was Guided - (Arabic Thumma Ihtadaytu)
- Ask those who know
- To be with the truthful
- The Shi'ah are (the real) Ahl al-Sunnah
- Fa siru fi al-Ard
- All solutions are with the prophet's progeny
- 1. 'Aur Mein Hidayat Pa Gia'Another title of this book Printed by Majma Ilmi Islami is TAJALLI
- 2. 'Hukm-may-Azan'
- 3. 'Ho Jao Sachchon Ke Saath'
- 4. 'Tajali'
External links
- A series of books by Muhammad al-Tijani with English translations
- LES RELATIONS ENTRE LA COMMUNAUTÉ TIJANE DU SÉNÉGAL ET LA ZAWIYA DE FÈZ, article by OUMAR KANE, Professeur, Département d’Histoire, Faculté des Lettres & Sciences Humaines, Dakar (French with English summary)
- Striving for Right Guidance — A speech delivered
- Collection of Al-Tijani Arabic ( original) books
sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/Muhammad_al-Tijani
Aku teringat akan perjumpaanku dengan salah seorang ulama dari Najaf al-Asyraf, Asad Haidar, penulis buku al-Imam as-Sodiq Wal al-mazahib al-Arba'ah (Imam Sodiq dan Empat Mazhab). Waktu itu kami berbicara tentang Sunnah-Syiah. Diceritakannya kepadaku tentang ayahnya yang berjumpa dengan seorang alim dari Tunisia di masa musim haji lima puluh tahun yang lalu. Mereka berdua berdiskusi panjang tentang kepimpinan Amirul Mukmimin Ali bin Abi Talib. Orang alim Tunisia ini mendengar ayahku membilang hadith-hadith yang membuktikan tentang kepimpinan Imam Ali AS dan haknya di dalam masalah khilafah. Dihitungnya sehingga empat atau lima dalil. Ketika selesai, ditanyainya apakah dalil selain ini."Tidak", jawabnya. Kemudian dia berkata:"Keluarkan tasbihmu dan mula hitung". Orang alim dari Tunisia ini menyebutkan dalil-dalil berkenaan sehingga seratus, yang hatta ayahku sendiri tidak tahu".
Syaikh Asad meneruskan:"Jika Ahlul Sunnah membaca kitab-kitab mereka, maka mereka akan berpendapat seperti kami, dan perselisihan ini telah selesai sejak dari dulu lagi".Demi jiwaku. Sesungguhnya ini adalah kebenaran yang tidak dapat dihindari bagi mereka yang telah membebaskan dirinya dari taksub buta dan setia kepada dalil yang bernas.
Pandangan Al-Qur'an Tentang Sahabat
Pertama-tama harus aku ingatkan bahawa Allah SWT telah memuji di dalam berbagai ayat al-Qur'an tentang sahabat-sahabat Rasul SAWA yang memang benar-benar mencintainya dan mematuhinya tanpa ada suatu tujuan atau tentangan atau keangkuhan. Mereka semata-mata hanya inginkan keredhaan Allah dan RasulNya, dan Allah juga redha kepada mereka lantaran ketaqwaan mereka kepadaNya. Ini adalah golongan sahabat yang dinilai tinggi oleh segenap kaum Muslimin lantaran sikap dan perilaku mereka yang luhur terhadap baginda Nabi SAWA.
Setiap kali mereka disebut, maka kaum Muslimin akan mencintai mereka, mentakzimkan kedudukan mereka dan mengucapkan kalimah Radhiallahu A'nhum kepada mereka.
Kajianku bukan pada golongan sahabat jenis ini yang sangat dihormati dan disanjung tinggi oleh Sunnah dan Syiah. Sebagaimana aku juga tidak akan menyentuh pada golongan yang dikenal dengan sifat munafiknya dan yang dilaknat oleh segenap kaum Muslimin, Sunnah dan Syiah. Aku hanya akan mengkaji pada golongan sahabat yang dipertikaikan oleh kaum Muslimin, dan yang kadang-kadang dicela dan diancam oleh al-Qur'an. Sahabatsahabat jenis ini seringkali diperingatkan oleh Rasulullah SAWA di dalam berbagai kesempatan atau baginda memperingatkan kaum Muslimin dari mereka. Dan di sinilah letak perbezaan antara Sunnah dan Syiah di dalam menilai sahabat. Syiah meragukan keadilan mereka da nmengkritik ucapan dan tindak-tanduk mereka sementara Ahlul Sunnah Wal Jamaah menghormati mereka walau terbukti mereka telah melakukan berbagai pelanggaran.
Kajianku hanya pada golongna sahabat jenis ini agar aku dapat sampai - dari penelitian ini - pada suatu kebenaran atau sebahagian kebenaran sekalipun. Aku nyatakan ini agar jangan sampai ada orang yang berkata bahawa aku telah melupakan berbagai ayat yang memuji para sahabat Rasulullah SAWA, dan hanya mengungkapkan ayat-ayat yang mencela sahaja. Namun dalam penelitianku, aku menjumpai ada berbagai ayat yang bernada memuji tetapi ia juga menyirat suatu celaan atau sebaliknya.
Aku tidak akan memuatkan di sini semua hasil penelitianku selama tiga tahun yang aku telah lakukan. Aku hanya akan sebutkan sebahagian ayat sahaja sebagai contoh demi ringkasnya tulisan ini. Tetapi bag mereka yang inginkan perincian dan perluasan, mereka hendaklah menyempatkan masa untuk mengkaji, membuat perbandingan dan meneliti seperti yang aku lakukan agar kebenaran yang didapati adah benar-benar hasil titik peluh sendiri seperti yang dituntut oleh Allah dari setiap kita, dan seperti yang dituntut juga oleh hati nurani masing-masing. Kerana ia akan memberikan keyakinan yang sangat mendalam yang tidak akan dapat digoyahkan oleh sebarang angin yang bertiup. Sudah pasti bahawa kebenaran yang didapati lantaran kepuasan sendiri (qina'ah nafsiyyah) adalah lebih baik dari sekadar unsur luar yang mempengaruhi.
Allah SWT berfirman ketika memuji NabiNya,"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk" (Al- Qur'an:93: 7). Ia bermaksud Dia menunjukkanmu kepada kebenaran ketika kau mencarinya. Allah juga berfirman,"Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di dalam (mencari) jalan Kami, benarbenar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-kalan Kami" (Al- Qur'an:29: 69).
I Ayat Inqilab
Allah berfirman,"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan member balasan kepada orang-orang yang bersyukur" (Al-Qur'an 3: 144) Ayat ini amat jelas menunjukkan bahawa sahabat akan berbalik ke belakang setelah wafatnya Rasulullah SAWA dan hanya sedikit yang masih tetap konsisten seperti yang tersirat di dalam kandungan ayat tersebut. Ini dapat kita fahami dari ungkapan kalimah "as-Syakirin" yang menunjukkan masih adanya orang-orang yang tetap dan konsiten dan tidak berbalik ke belakang. Orang-orang as-Syakirin ini tidak berjumlah banyak seperti yang difirmankan oleh Allah di dalam ayat lain:"Dan sedikit sekali dan hamba-hambaKu yang berterima kasih" (Al-Qur'an 34:13).
Serangkaian hadith-hadith Nabi juga menafsirkan ayat ini seperti yang akan kita sebutkan sebahagiannya. Walaupun Allah tidak sebutka balasan yang akan ditimpakan kepada orang-orang yang berbalik ke belakang di dalam ayat ini dan hanya memuji serta akan memberi ganjaran kepada orang-orang yang bersyukur sahaja, namun sudah sangat jelas bahawa mereka yang berbalik ke belakang sudah pasti tidak akan mendapatkan apa-apa ganjaran. Hal ini akan kita bincangkan Insya Allah di dalam melihat hadith-hadith Nabi yang berkenaan dengannya. Ayat ini juga tidak dapat ditafsirkan kepada orang-orang seperti Tulaihah, Sujah, dan al-Aswad al-Ansi, lantaran inginkan memelihara kemuliaan sahabat. Sebab tiga orang di atas telah murtad di zaman baginda sendiri. Nabi telah memerangi mereka dan mengalahkan mereka. Ayat ini juga tidak dapat ditasfirkan kepada Malik bin Nuwairah dan para pengikutnya yang enggan memberikan zakat di zaman Abu Bakar lantaran berbagai sebab. Antara lain: kerana mereka berhati-hati dan ingin tahu perkara yang sebenarnya.
Mengingat mereka pergi haji bersama Rasulullah di Hujjah al-Wada' (haji Nabi yang terakhir) dan di sana mereka telah membai'ah Imam Ali bin Abi Talib di Ghadir Khum setelah beliau dilantik oleh baginda sebagai khalifahnya. Abu Bakar juga memberikan bai'ah. Tiba-tiba mereka terkejut dengan kedatangan seorang utusan sang khalifah (Abu Bakar) yang memberitahu mereka bahawa Nabi SAWA telah wafat, dan atas nama khalifah baru, yakni Abu Bakar, mereka meminta harta zakat.
Peristiwa ini juga hampir diabaikan oleh sejarah kerana beralasan ingin menjaga kemuliaan sahabat. Sedangkan Malik dan para pengikutnya juga adalah orang-orang Muslim. Hal ini di saksikan sendiri oleh Umar dan Abu Bakar serta beberapa sahabat yang lain. Mereka membantah Khalid bin Walid kerana membunuh Malik bin Nuwairah ini. Dan sejarah sendiri membuktikan bahawa Abu Bakar membayar diat (ganti rugi akibat pembunuhan) Malik kepada saudaranya Mutammin dari harta Baitul Mal dan meminta maaf atas pembunuhan ini. Padahal di dalam Islam sangat jelas bahawa mereka yang murtad wajib dibunuh, diatnya tidak boleh diberikan dari Baitul Mal dan tidak perlu meminta maaf.
Apa yang penting adalah ayat inqilab ini yang memberi maksud kepada para sahabat yang hidup di zaman Nabi dan di kota Madinah itu sendiri. Ianya menunjukkan bahawa mereka akan berbalik ke belakang segera setelah wafatnya baginda Nabi SAWA. Hadith-hadith Nabi menerangkannya sejelas-jelasnya tentang hal ini dan tidak menyiratkan sebarang keraguan. Dan kita akan bincangkan hal ini di dalam perbahasan kemudian, Insya Allah. Sejarah juga sebaik-baik bukti atas inqilab (berbalik ke belakang) mereka setelah wafatnya Nabi ini. Dan kita akan lihat betapa sedikitnya yang selamat ketika kita teliti peristiwaperistiwa yang berlaku di antara kalangan para sahabat itu sendiri.
II Ayat Jihad
Allah berfirman,"Wahai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu:"Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan akhirat? Padahal kenikmatan kehidupan di dunia (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, nescaya Allah menyiksa kamu dengan siksaan yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudaratan kepadaNya sedikitpun. Allah Maha Berkuasa atas segala sesuatu" (Al-Qur'an 38: 39). Maha Benar Allah Yang Maha Agung.
Ayat ini juga sangat jelas mengatakan bahawa sahabat merasa berat untuk pergi berjihad di jalanNya. Mereka lebih memilih untuk hidup di dunia walau mereka tahu kenikmatannya hanya sedikit sekali. Sikap mereka ini dicela oleh Alla dan diancam dengan azab yang pedih. Dan Allah akan mengganti mereka dengan orang-orang Mukmin lain yang jujur. Ancaman penggantian ini tersurat di dalam berbagai ayat Al-Qur'an. Ini menunjukkan bahawa mereka seringkali menunjukkan rasa berat di dalam berjihad di jalan Allah SWT. Di dalam ayat lain Allah berfirman," Dan jika kamu berpaling, nescaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini)" (Al-Qur'an 47: 38). Atau firman Allah yang lain,"Hai orang-orang yang beriman, barang siapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan tidak takut kepada celaan orang-orang yang suka mencela. Itulah kurnia Allah yang diberikan kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui" (Al-Qur'an 5:54).
Kalau kita ingin memperincikan ayat-ayat yang menyirat makna seperti ini dan mengungkapkan kebenaran adanya pembahagian taraf sahabat seperti yang dikatakan oleh Syiah, khususnya sahabat seperti yang kita bincangkan ini, maka tak syak lagi ia akan memerlukan suatu buku tersendiri. Al-Qur'an telah mengungkapkannya dengan nada yang ringkas dan sangat fasih. Firman Allah,"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada ma'aruf dan mencegah dari mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang berceraiberai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada
mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksaan yang berat.
Pada hari yang di waktu itu ada muka menjadi hitam muram. Adapun orang-orang yang menjadi hitam muram mukanya (kepada mereka dikatakan):"Kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Kerana itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu?" Adapun orang-orang yang menjadi putih berseri mukanya, maka mereka berada dalam rahmat Allah (syurga); mereka kekal di dalamnya" (Al-Qur;an 3: 104-107). Maha Benar Allah Yang Maha Tinggi Dan Maha Agung.
Bagi para pengkaji dan peneliti, mereka tahu bahawa ayat ini bercakap dengan para sahabat dan mengingatkan mereka dari perselisihan dan perpecahan setelah datangnya hujah-hujah yang jelas. Ia mengancam mereka dengan azab yang pedih dan membahagi mereka kepada dua golongan. Yang satu akan dibangkitkan kelak dengan muka berseri-seri; mereka adalah orang-orang yang bersyukur yang berhak menerima rahmat Allah SWT. Yang lain akan dibangkitkan kelak dengan muka yang hitam dan muram; mereka adalah orang-orang yang telah murtad setelah mereka beriman. Dan Allah telah mengecam mereka dengan azab yang pedih.
Jadi, jelas bahawa para sahabat telah berpecah dan berselisih setelah wafatnya Nabi SAWA. Mereka telah menyalakan api fitnah sehingga mereka saling berperang dan menumpahkan darah yang mengakibatkan kemunduran kaum Muslimin dan menjadi sasaran musuh-musuhnya. Ayat di atas tidak dapat ditakwilkan atau diubah pengertiannya lain dari apa yang difahami oleh akal.
III Ayat Khusyuk
Firman Allah,"Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk menundukkan hati mereka mengingati Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka). Dan janganlah mereka menjadi seperti orang-orang yang sebelumnya yang telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik" (Al-Qur'an 57: 16). Maha Benar Allah Yang Maha Tinggi Dan Maha Agung.
Di antara kitab al-Dur al-Manthur oleh Jallaluddin as-Suyuti, beliau berkata,"Ketika sahabat-sahabat Nabi datang ke Madinah, mereka merasakan kenyamanan hidup dibandingkan dengan penderitaan yang mereka alami sebelumnya. Seakan-akan mereka menjadi lemah atas sebahagian kewajipan yang sepatutnya dilakukan sehingga mereka dihukum seperti yang tersurat dalam ayat ini. Di dalam riwayat lain dari Nabi SAWA yang bersabda, bahawa Allah SWT melihat keengganan hati para Muhajirin walau setelah tujuh belas tahun dari turunnya ayat berikut,"Bukankah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman...." Nah, jika para sahabat - manusia yang paling baik dalam pandangan Ahlul Sunnah Wal Jamaah - masih belum mempunyai hati yang khusyuk dan tunduk ketika mengingati Allah dan kepada kebenaran yang telah diturunkan sepanjang tujuh belas tahun, sehingga Allah melihat keengganan mereka dan menegur mereka serta mengingatkan mereka dari memiliki hati yang keras yang mungkin boleh membawa kepada kefasikan, maka kita tidak dapat menyalahkan orang-orang Quraisy yang masuk Islam pada tahun ke tujuh Hijrah setelah pembukaan Mekah.
Demikianlah sebahagian contoh yang dapat aku simpulkan dari Kitab Allah. Buktinya sangat kuat menunjukkan bahawa tidak semua sahabat adalah adil seperti yang dikatakan oleh Ahlul Sunnah Wal Jamaah. Dan jika kita teliti di dalam hadith-hadith Nabi, maka kita akan dapati contoh-contoh lain yang berlipat ganda. Mengingat aku telah berjanji untuk membuatnya secara ringkas, maka aku tuliskan sebahagian contoh sahaja, dan biarlah pengkaji-pengkaji lain meneliti permasalahan ini dengan lebih dalam lagi.
Pandangan Rasul Tentang Sahabat
I Hadith Telaga
Bersabda Rasulullah SAWA: ketika aku sedang berdiri tiba-tiba datang sekelompok orang yang aku kenal. Lalu keluarlah seorang di antara kami dan berkata,"Mari". Aku tanya,"Ke mana?" Jawabnya,"Ke neraka, demi Allah". "Apa kesalahan mereka?" Tanyaku. "Mereka telah murtad setelahmu dan berbalik kebelakang dari kebenaran, dan aku perhatikan tiada yang tersisa melainkan (sedikit sekali) seperti sekelompok unta yang tertinggal", jawabnya [11].
Rasulullah SAWA bersabda: Aku akan mendahului kalian di Telaga Haudh. Siapa yang berlalu dariku dia akan minum dan siapa yang minum tidak akan dahaga selama-lamanya. Kelak ada sekelompok orang yang aku kenal dan mereka juga mengenalku datang kepadaku; kemudian mereka dipisahkan dariku. Aku akan berkata: apa yang telah mereka lakukan setelah ketiadaanmu. Dan aku pun berkata: Nyahlah, nyahlah mereka yang telah berubah setelah ketiadaanku".
Orang yang merenungkan makna hadith-hadith seumpama ini yang diriwayatkan sendiri oleh ulama Ahlul Sunnah Wal Jamaah di dalam berbagai kitab sahih mereka, akan tidak akan ragu lagi membuat kesimpulan bahawa kebanyakan sahabat telah berubah bahkan telah berbalik ke belakang setelah wafatnya Nabi SAWA melainkan segelintir kecil sahaja yang diibaratkan oleh Nabi SAWA seperti sekelompok unta yang tertinggal. Hadith ini tidak dapat ditafsirkan bahawa ianya bermaksud kepada golongan orang-orang munafik, mengingat nas itu sendiri berkata: sahabatku, sahabatku (ashabi). Dan ianya juga sebagai tafsir atau realisasi dari ayat-ayat al-Qur'an yang menyebutkan tentang sikap mereka yang berbalik ke belakang sehingga diancam oleh Allah dengan api neraka, seperti yang telah disentuh di atas.
II Hadith: Bersaing Untuk Dunia
Bersabda Nabi SAWA,"Aku akan mendahului kalian dan akan menjadi saksi kepada kalian. Demi Allah aku kini melihat Haudhku (telaga di syurga) dan aku juga telah diberikan kunci kekayaan bumi (atau kunci bumi). Demi Allah aku tidak khuatir kalian akan mensyirikkan Allah setelahku, tetapi aku khuatir kalian akan bersaing untuknya (dunia)" [12].
Sungguh benar apa yang disabdakan oleh Rasulullah SAWA. Mereka telah bersaing dan berlumba-lumba untuk dunia ini sehingga pedang-pedang mereka dihunuskan, berperang, dan saling mengkafirkan. Sebahagian sahabat yang besar menimbunkan emas dan perak. Para ahli sejarah seperti al-Masu'di di dalam kitabnya Muruj az-Zahab dan Tabari dan lain-lainya lagi mencatatkan bahawa kekayaan Zubair sahaja mencapai lima puluh ribu dinar, seribu ekor kuda, seribu orang hamba sahaya dan sejumlah tanah di Basrah, Kufah, Mesir, dan lain-lain lagi [13]. Dan Talhah mempunyai kekayaan pertanian di Iraq di mana setiap harinya menghasilkan seribu dinar, konon lebih dari itu. Abdul Rahman bin Auf mempunyai seratus ekor kuda, seribu unta, dan sepuluh ribu kambing. Sesuku dari seperlapan hartanya yang dibahagi-bahagikan kepada isterinya selepas meninggalnya mencapai lapan puluh empat ribu [14].
Ketika Uthman bin Affan meninggal dunia, beliau telah meninggalkan sejumlah seratus lima puluh ribu dinar, tidak terhitung binatang ternak dan tanah-tanah subur tidak terkira. Emas dan perak yang ditinggalkan oleh Zaid bin Thabit sedemikian banyaknya sehingga harus dipecahkan dengan kapak. selain dari harta dan tanah yang bernilai seratus ribu dinar [15]. Demikianlah sebahagian contoh yang dapat kita lihat di dalam sejarah. Kita tidak bermaksud membahasnya secara terperinci dan cukup sekadar sebagai bukti betapa mereka tergoda oleh kemewahan dunia dan kenikmatannya.
Pandangan Sahabat Antara Satu Sama Lain
1. Kesaksian Mereka Atas Perubahan Sunnah Nabi
Abu Sai'id al-Khudri berkata,"Pada Hari Raya Eidul Fitri dan Eidul Adha, Rasulullah SAWA keluar untuk solat. Setelah itu beliau berdiri menghadap para hadirin yang masih duduk di saf lalu berkhutbah menasihati mereka dan mengeluarkan perintahnya". Abu Sa'id melanjutkan,"Cara seperti ini terus dilanjutkan oleh para sahabat Nabi sehinggalah suatu hari aku keluar bersama Marwan yang pada waktu itu merupakan Gabenor Kota Madinah untuk pergi solat Hari Raya Eidul Fitri atau Eidul Adha. Ketika kami tiba di tempat solat, Marwan terus naik ke atas mimbar yang dibuat oleh Kathir bin Shalt. Aku tarik bajunya tetapi ditolaknya aku. Kemudian beliau berkhutbah sebelum memulakan solat.
Aku katakan kepadanya:"Demi Allah, kalian telah mengubah."Hai Aba Sai'd! Telah sirna apa yang engkau ketahui", jawabnya. Aku katakana kepadanya:"Demi Allah, apa yang aku tahu adalah lebih baik dari apa yang tidak aku aku ketahui". Kemudian Marwan berkata lagi:"Orang-orang ini tidak akan duduk mendengar khutbah kami setelah solat kerana itu aku
lakukan khutbah sebelumnya" [16].
Aku cuba meneliti gerangan apakah yang menyebabkan sahabat seperti ini mengubah sunnah Nabi. Akhirnya aku temukan bahawa Bani Umaiyyah - yang majoritinya sebagai sahabat Nabi - terutama sekali Muawiyah bin Abu Sufian yang kononnya sebagai Penulis Wahyu, sentiasa memaksa orang untuk mencaci dan melaknat Ali bin Abi Talib dari atas mimbarmimbar masjid. Muawiyah menyuruh para pekerjanya di setiap negeri untuk menjadikannya sebagai suatu "sunnah" (tradisi) yang mesti diikuti oleh para khatib. Ketika sebahagian sahabat memprotes ketetapan ini, Muawiyah tidak segan-silu menyuruh mereka dibunuh atau dibakar.
Muawiyah telah membunuh sebahagian sahabat yang sangat terkenal seperti Hujr bin U'dai berserta para pengikutnya, dan sebahagian lain dikuburkan hidup-hidup."Kesalahan" mereka adalah kerana mereka enggan mengutuk Ali dan memprotes Muawiyah. Abu A'la al-Maududi di dalam kitabnya al-Khalifah Wal Muluk (Khalifah dan Kerajaan) menukilkan dari Hasan al-Basri yang berkata,"Ada empat perkara dalam diri Muawiyah, yang seandainya ada satu sahaja, sudah cukup untuk mencelakakannya:
1. Dia berkuasa tanpa melakukan sebarang musyawarah sementara sahabat-sahabat lain yang merupakan cahaya kemuliaan masih hidup.
2. Dia melantik puteranya sebagai pemimpin setelahnya, padahal puteranya itu seorang yang pemabuk dan pencandu minuman keras serta
bemain muzik.
3. Dia menganggap Ziyad (Ziyad bin Abihi atau bapanya - seorang anak zina), padaha Rasulullah SAWA bersabda:"Anak adalah milik bapanya dan bagi yang melacur dikenakan hukum rejam dengan batu".
4. Dia membunuh Hujr dan para pengikutnya. Maka celakalah dia kerana Hujr; maka celakalah dia kerana Hujr dan para pengikut Hujr" [17].
Sebahagian sahabat-sahabat yang Mukmin lari dari masjid setelah selesai solat kerana tidak mahu mendengar khutbah yang diakhiri dengan kutukan kepada ali dan keluarganya. Itulah kenapa Bani Umaiyyah mengubah Sunnah Nabi dengan mendahulukan khutbah sebelum solat agar yang hadir terpaksa mendengarnya. Nah, sahabat jenis apa ini yang tidak takut merubah Sunnah Nabinya, bahkan hukum-hukum Allah agar dapat meraih cita-citanya yang rendah dan mengungkapkan rasa dengkinya yang sudah terukir. Bagaimana mereka boleh melaknat seorang yang telah Allah bersihkan dia dari segala dosa dan nista dan diwajibkan oleh Allah untuk bersalawat kepadanya sebagaimana kepada RasulNya, dan Allah wajibkan kepada semua manusia untuk mencintainya sehingga Nabi bersabda:"Mencintai Ali adalah iman dan membencinya adalah nifak" [18].
Namun sahabat-sahabat ini telah merubahnya dan berkata: kami telah dengar tetapi kami tidak mematuhinya; yang sepatutnya mereka bersalawat kepadanya, mencintainya dan taat patuh kepadanya, tetapi mereka caci dan melaknatnya sepanjang enam puluh tahun seperti yang dicatat oleh sejarah. Jika sahabat-sahabat Musa telah berpakat terhadap Harun dan hampir-hampir membunuhnya "Harunnya"(Alli) dan mengejar-ngejar anak keturunannya serta para Syiahnya di setiap tempat dan ruang. Mereka telah hapuskan nama-nama dan bahkan melarang orang menggunakan nama mereka. Tidak sekadar itu, mereka juga melaknat dan memaksa para sahabat yang agung untuk melaknat.
Demi Allah, aku berdiri hairan dan terpaku ketika aku baca buku-buku sahih kita dan apa yang dimuatkannya tentang berbagai hadith yang menceritakan betapa kecintaan Rasul kepada saudaranya dan anak pamannya iaitu Ali bin Ali Talib serta pengutamaannya dari sahabatsahabat yang lain. Sehingga baginda bersabda,"Engkau (wahai Ali) di sisiku bagaikan kedudukan Harun di sisi Musa, hanya sahaja tiada Nabi selepasku"[19]. Atau sabdanya,"Engkau daripadaku dan aku daripadamu"[20]. Dan sabdanya lagi,"Mencintai Ali adalah iman dan membencinya adalah nifak"[21]. Sabdanya,"Aku adalah kota ilmu dan Ali pintunya"[22]. Dan sabdanya,"Ali adalah wali (pemimpin) selepasku"[23]. Dan sabdanya,"Siapa yang menganggap aku sebaga maulanya (pemimpinnya), maka Ali adalah maulanya juga. Ya Allah sokonglah mereka yang mewilanya dan musuhilah mereka yang memusuhinya"[24].
Jika kita ingin menuliskan semua keutamaan Ali yang disabdakan oleh Nabi SAWA dan diriwayatkan oleh ulama-ulama kita dengan sanadnya yang sahih, maka ia pasti memerlukan suatu buku tersendiri. Bagaimana sahabat-sahabat seperti itu pura-pura tidak tahu akan hadith ini, lalu mencacinya, memusuhinya, melaknatinya dari atas mimbar dan membunuh atau memerangi mereka?
Aku tidak menemukan sebarang alasan atas tindakan mereka ini melainkan kerana cinta kepada dunia dan berlumba-lumba kerananya atau kerana sifat nifak ata berbalik ke belakang dan berpaling dari kebenaran. Aku juga cuba melemparkan tanggungjawab ini kepada sebahagian sahabat yang terkenal jahat atau sebahagian orang-orang munafik. Namun sayang sekali, yang aku temukan adalah para sahabat agung dan yang terkenal. Orang yang pertama mengancam akan membakar rumahnya berserta para penghuninya adalah Umar bin Khatab, orang pertama yang memeranginya adalah Talhah, Zubair, Ummul Mukminin Aisyah binti Abu Bakar, Muawiyah bin Abu Sufian, dan Amru bin As serta lain-lain lagi.
Saya amat terkejut, dan rasa terkejut saya tidak akan ada kesudahannya, dan mereka yang berfikiran rasional dan bertanggong jawab akan bersetuju dengan saya, bagaimanakah agaknya ulama’ Sunni oleh bersetuju pada kebenaran para sahabat semuanya dan bermohon kesejahteraan kepada Allah untuk mereka dan berdoa’ untuk mereka semua tanpa pengecualian, walaupun sebahagian mereka berkata, "Laknatlah kepada Yazid tetapi jangan berlebihan".. Tetapi dimana-kah Yazid diantara segala trajedi ini yang mana tiada agama atau logik boleh terima? Saya merayu kepada manusia Sunni, jika mereka benar-benar mengikuti hadith Rasul (saw), agar meninjau hukum Al-Qur'an dan Sunnah Nabi secara cermat dan seadil-adilnya tentang kefasikan Yazid dan kekufurannya. Rasulullah (saw) bersabda:" Sesiapa yang mencaci Ali, maka dia telah mencaciku, dan sesiapa yang mencaciku, maka dia mencaci Allah. Dan sesiapa yang mencaci Allah, Allah akan mencampaknya kedalam neraka" [25].
Demikianlah orang yang orang yang mencaci Ali. Maka, jadi apakah jenis hukuman bagi mereka yang melaknat dan memeranginya.. Apakah pendapat ulama’ kita terhadap kesemua kenyataan (fakta) ini, Ataukah hati mereka telah terkunci rapat?! Katakanlah, ya Allah, lindungilah kami dari bisikan syaitan dan dari kehadirannya.
1.Para Sahabat Membuat Perubahan juga di Dalam Solat
Anas ibn Malik berkata: Saya tidak mengetahui apa-apa semasa hayat baginda rasul (saw) lebih baik dari solat. Dia berkata: Tidakkah kamu kehilangan sesuatu dalam solat?"Al-Zuhri berkata: Saya pergi bertemu Anas ibn Malik di Damasyik, dan mendapati dia menangis, saya bertanya kepada dia, "Apa yang membuat kamu menangis?" Dia menjawab, "Aku telah lupa segala yang aku ketahui melainkan solat ini. Itupun aku telah sia-siakannya" [26] .
Saya suka untuk menyatakan bahawa bukan para Tabi'in yang merubah segala sesuatu setelah berlakunya fitnah dan peperangan ini. Di sini ingin aku nyatakan bahawa orang yang pertama sekali membuat perubahan didalam Sunnah Rasul Allah (saw) mengenai solat adalah khalifah Muslimin yang ketika, Uthman bin Affan. Begitu juga Umm al-Mukminin Aisyah yang terlibat didalam perubahan ini. Al Bukhari dan Muslim, kedua-duanya menyatakan didalam buku mereka bahawa Rasul Allah (saw) mengerjakan dua rakaat di Mina, dan Abu Bakar dan Umar serta di masa awal zaman kekhalifah Uthman. Setelah itu Uthman, yang kemudiannya mengerjakan solat empat rakaat" [27].
Muslim juga meriwayatkan didalam kitab sahihnya bahawa al-Zuhri bertanya Urwah, "Mengapa Aisha solat empat rakaat semasa musafir? Dia menjawab, "Aisyah melakukan takwil sebagaimana yang dilakukan oleh Uthman" [28]
Umar bin Khatab juga berijtihad dan bertakwil di hadapan nas-nas yang nyata dari Nabi(saw), dan juga di hadapan nas-nas al-Quran. Sebagaimana dia pernah mengatakan: Ada dua muta'ah yang diperbolehkan pada zaman Nabi, tetapi sekarang saya menegahnya dan menghukum sesiapa yang melakukannya (dua muta'ah - muta'ah haji dan muta'ah nikah).
Beliau juga berkata kepada orang yang berjunub tetapi tidak menjumpai air untuk mandi,"janganlah bersolat". Walaupun terdapat firman Allah (awj) didalam surah al-Maidah: 6:...".Lalu jika kamu tidak menjumpai air, maka bertayammumlah dengan menggunakan tanah yang bersih". Al Bukhari menyatakan didalam kitabnya, didalam bab Idza Khofa al-Junub A'la Nafsihi (Jika Orang Yang Berjunub Takut Akan Dirinya):"
Saya mendengar Shaqiq ibn Salmah berkata: Saya bersama dengan Abdullah dan Abu Musa, dan Abu Musa bertanya, "Apa yang kamu kata kepada seorang yang berjunub tetapi tidak menjumpai air?" Abdullah menjawab, "Dia tidak boleh bersolat sehingga dia menjumpai air" Abu Musa kemudian bertanya, "Apa pada fikiran kamu tentang apa yang dikatakan Rasul Allah (saw) kepada Ammar mengenai masalah yang sama
ini?" Abdullah berkata, " Untuk sebab itu Umar tidak begitu yakin hati [dengannya]" Abu Musa berkata, "Lupakan mengenai peristiwa Ammar ini, tetapi apa yang kamu katakan mengenai dengan ayat Quran?" Abdullah diam dan tidak menjawab. Kemudian dia menerangkan pendiriannya dengan berkata, "Jika kita izinkan mereka (melakukan tayammum) ini, maka setiap kali jika dirasakan sejuk, mereka akan bertayammum sahaja". Saya berkata kepada Shaqiq, "Pastinya Abdullah membenci untuk itu" Dia berkata, "Ya"[29].
III Para Sahabat Membuat Pengakuan Terhadap Diri Mereka Sendiri
Anas ibn Malik berkata bahawa suatu hari Rasul Allah (saw) berkata kepada kaum Ansar: Kamu akan lihat selepas saya kebahilan yang amat sangat, tetapi bersabarlah sahingga kamu bertemu Allah danRasulNya di Telaga Haudh. Anas berkata: Kami tidak sabar [30]. Al-Ala ibn al-Musayyab mendengar ayahnya berkata: Saya bertemu al- Bara ibn Azib (ra), dan berkata kepadanya, "Berbahagialah bagi kamu, kerana kamu dapat bersahabat dengan Nabi(saw), dan kamu membaiahnya di bawah pohon(Bai'ah Takhta Syajarah - Bai'ah Ridhwan)". Barra berkata, "Wahai putera saudaraku, kamu tidak mengetahui apa yang telah kami lakukan selepas ketiadaannya" [31].
Jika sahabat yang utama, yang terjumlah salah saorang dari As-Sabiqun al-Awwalin ini, yang pernah yang membai'ah Rasul Allah {saw] dibawah pohon, dan Allah rela kepada mereka kerana Allah mengetahui apa yang didalam hati mereka sehingga diberikan ganjaran yang besar, lalu dia mengaku terhadap dirinya dan sahabat-sahabat lain bahawa mereka telah melakukan "sesuatu" selepas Nabi, maka bukankah pengakuan ini adalah satu bukti pengesahan kepada apa yang dikatakan oleh rasul Allah (saw) terhadap para sahabat yang berpatah kebelakang dan berpaling darinya selepas wafatnya.
Bagaimana seorang yang berakal, selepas segala pembuktian ini, percaya kepada keadilan bagi semua para sahabat, sebagaimana yang dilakukan oleh Ahlul Sunnah Wal Jamaah.
Mereka yang mengatakan demikian jelas telah menyalahi nas dan akal. Ini bererti hilanglah segala ciri-ciri intelektual yang sepatutnya dijadikan pegangan di dalam sebuah kajian.
IV Pengakuan Dua Shaykh (Syaikhain) dan Terhadap Diri Mereka Sendiri
Didalam bab bertajuk ,"Manaqib Umar ibn Al-Khattab", al-Bukhari menulis didalam bukunya, Apabila Umar ditikam, dia merasa amat sakit dan Ibn Abbas mahu mententeramkannya, maka dia berkata kepadanya, "Wahai Amirul Mukminin, jika memang sudah sampai waktunya, bukankah kamu adalah sahabat Rasulullah yang baik, dan apabila baginda meninggalkan kamu, dia merasa redha dengan kamu. Kemudian kamu bersama Abu Bakr, dan kamu adalah sahabat yang baik baginya, dan apabila dia meninggalkan kamu dia merasa redha dengan kamu. Kemudian kamu bersama para-para sahabat mereka, dan kamu adalah sahabat yang baik kepada mereka, dan jika kamu meninggalkan mereka, mereka akan terus rela kepada kamu." Kemudian Umar menjawab," "Adapun tentang persahabatan dan kerelaan Rasulullah yang engkau sentuh tadi, maka itu adalah anugerah yang Allah telah berikan kepadaku. Adapun persahabatan dan kerelaan Abu Bakr dan, itu adalah anugerah dari Allah (awj) telah dikurniakan kepada saya. Tetapi sebabnya kamu melihat dari rasa takutku adalah kerana kamu dan para sahabat kamu. Demi Allah, jika saya mempunyai segunung emas didunia ini, maka aku akan korbankan untuk menebus diriku dari azab Allah (awj) sebelum aku bertemuNya" [32].
Sejarah juga mencatatkan beliau pernah di katakan sebagai telah berkata seperti berikutnya:, "Oh alangkah baiknya jika aku hanyalah seekor kambing keluargaku. Mereka tentu akan mengemukkan aku kepada tahap yang mereka suka. Mereka hiriskan sebahagian dariku dan dipanggangnya sebahagian yang lain. Kemudian mereka tentu akan memakanku, dan akhirnya dikeluarkan pula sebagai najis. Oh kalaulah aku menjadi seperti itu dan tidak menjadi manusia" [33]
Nampaknya Abu Bakr juga menyatakan perkara yang sama seperti yang di atas. Ketika dia melihat seekor burung yang hinggap diatas pokok,kemudian berkata, "Berbahagialah kamu burung….kamu memakan buahbuahan, dan kamu hinggap di atas pokok tanpa ada hisab dan balasan. Aku lebih sukan kalau aku ini adalah sebatang pohon yang tumbuh di tepi jalan. Lalu seekor unta berjalan di sana, dan memakanku, kemudian aku dikeluarkannya pula dan tidak menjadi seorang manusia" [34]. Dia juga berkata, "Oh kalaulah ibuku tidak melahirkanku…Oh kalaulah aku adalah hanya sebiji pasir dari satu batu-bata" [35].
Dan ini adalah firman Allah yang memberi khabar gembira kepada hambahambaNya yang Mukmin: "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah, tiada ketakutan terhadap mereka, dan tiada pula mereka berdukacita. Mereka yang beriman dan bertakwa. Untuk mereka khabar gembira waktu hidup di dunia dan di akhirat, tiada bertukar-tukar kalimah (jani-janji) Allah,
demikian itu adalah kemenangan yang besar" [10:62 – 64] Allah juga berfirman: "Sesungguhnya orang-orang yang berkata: Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka dijalan yang lurus, para malaikat turun kepada mereka berkata: Janganlah takut dan berdukacita, dan terimalah khabar gembira dengan taman [syurga] yang telah dijanjikan.
Kami adalah wali-wali kamu didunia ini dan diakhirat, dan untukmu di sana
apa-apa yang dihajati oleh jiwamu dan apa-apa yang kamu minta. Sebagai
pemberian dari Tuhan Yang Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang. [41:30 – 32]
Mana boleh dengan dua shaykh ini, Abu Bakr dan Umar, berangan-angan untuk tidak menjadi manusia, yang mana Allah telah muliakan dan meletaknya diatas segala makhluk-makhluk yang lain? Walaupun berimannya seorang Mukmin awam, yang beristiqamah dijalan yang lurus semasa hayatnya, menerima kedatangan malaikat untuk memberitahu dia khabar gembira mengenai tempatnya di syurga, dan bahawa dia tidak perlu takut akan siksaan Allah, atau berdukacita mengenai peninggalannya didalam hidup, dan bahawa dia mendapat khabar gembira sedang dia didalam hidup ini sebelum sampai kepada hidupan akhirat. Jadi bagaimana boleh terjadi pada sahabat yang agung, kejadian yang terbaik selepas rasul Allah (saw) [sebagaimana kita telah diajari], berangan-angan ingin menjadi najis, ataupun sehelai rambut atau sebiji pasir?, Seandainya apabila malaikat telah memberi mereka khabar gembira yang mereka akan memasuki syurga maka mereka tentu tidak mengharap untuk memiliki segala emas didunia untuk menebus diri dari siksaan Allah sebelum menemuiNya.
Allah (awj) berfirman: "Kalau tiap-tiap jiwa yang telah melakukan ketidakadilan [kezaliman] mempunyai segala-gala yang dibumi ini, dan memberikannya sebagai tebusan, dan mereka akan meyatakan kekesalan apabila mereka menyasikan siksaan, dan perkara itu akan ditentukan diantara mereka dengan keadilan dan mereka tidak akan dianiaya. [10:54] Allah juga berfirman, "Dan telah dipunyai oleh mereka yang zalim segalanya yang didunia ini, serta ditambah lagi yang sebanyaknya, mereka
tentunya menawarkan sebagai tebusan {supaya terselamat] dari kekejaman siksaan pada hari kebangkitan: dan apa yang tiada mereka fikirkan akan menjadi nyata kepada mereka dari Allah. Dan segala kejahatan yang telah mereka lakukan akan menjadi nyata kepada mereka, dan perkara-perkara yang mereka olok-olokkan akan mengelilingi mereka." [39:47 – 48]
Aku berharap dengan ikhlas bahawa ayat-ayat Quran ini tidak melibatkan sahabat besar seperti Abu Bakr al-Saddiq dan Umar al-Faruq…Tetapi aku kadang-kadang terjebak dengan adanya nas-nas seperti ini. Itulah kenapa aku dapat melihat beberapa aspek yang menarik tentang pertalian mereka dengan Rasul Allah (saw). Namun di situ jug aku dihadapkan dengan sikap mereka yang enggan melaksanakan perintah-perintah baginda, khususnya disaat-saat akhir hayat usia baginda yang barakah itu, telah membuat baginda amat marah sahingga baginda mengusir mereka semua keluar dari kamarnya. Aku juga teringat rantaian peristiwa yang berlaku selepas pemergian baginda serta sikap mereka yang menganggu puteri baginda Fatimah al-Zahra. Sedangkan Nabi (saw) berkata: "Fatimah adalah sebahagian dari aku, sesiapa yang membuat dia marah, bermakna dia telah menyebabkan aku marah" [36].
Fatimah pernah berkata kepada Abu Bakr dan Umar: Aku minta persaksian dari Allah (awj) kepada kamu berdua, tidakkah kamu mendengar rasul Allah (saw) berkata: Keredhaan Fatimah adalah keredhaanku, dan kemarahan Fatimah adalah kemarahanku, dan siapa yang mencintai anakku Fatimah mencintaiku, dan siapa yang mencintai Fatimah, maka dia telah mencintaiku, siapa yang membuat Fatimah rela maka dia telah membuatkanku rela, dan siapa yang membuat Fatimah marah, maka dia telah membuatku marah". Mereka berkata, "Ya, kami mendengarnya dari rasul Allah (saw)" Kemudian Fatimah berkata, "Sungguh, aku minta persaksian Allah dan malaikat-malaikatNya, bahawa kamu telah membuatkan aku marah, dan tidak rela, dan jika aku bertemu rasul Allah (saw) aku akan mengadu kepada baginda mengenai kamu" [37].
Biar kita tinggalkan cerita yang trajik ini sementara waktu, tetapi Ibn Qutaybah, yang dianggap sebagai ulama’ sunni yang agung, dan yang terkemuka dalam berbagai ilmu pengetahuan, dan menulis banyak buku
sama ada tafsir al-Quran, hadith, bahasa, nahu, dan sejarah. Mungkin beliau juga telah bertukar menjadi Shiah, sebagaimana sesaorang yang aku kenali pernah berkata apabila aku menunjukkan kepada dia buku Ibn
Qutaybah, "Tarikh al-Khulafa".
Inilah hanyalah sekadar alasan yang dicari-cari oleh ulama’ kita apabila mereka harus mengakui fakta-fakta tersebut.Begitu juga al-Tabari adalah Shiah, dan al-Nasa’i, yang menulis buku mengenai berbagai aspek Imam Ali adalah Shiah dan Taha Husayn saorang ulama’ yang menulis "Al- Fitnah al-Kubra" dan menyebut di sana hadith-hadith al-Ghadir serta mengakui kebenaran-kebenaran yang lain juga dikatakan telah mengikut Shiah.
Yang sebenarnya adalah, mereka semuanya ini bukanlah Shiah, dan apabila mereka mengatakan mengenai Shiah, mereka akan mengatakan segala perkara yang buruk mengenainya, dan mereka membela keadilan para sahabat dengan segala yang terdaya. Tetapi yang sebenarnya bahawa apabila sesaorang menyebut kemuliaan Ali ibn Abi Talib, dan mengaku kesalahan yang dilakukan oleh sahabat yang agung, tiba-tiba kita tuduh mereka telah bertukar menjadi Shiah. Cukuplah apabila kamu berkata di hadapan mereka salawat Nabi yang diiringi dengan Wa Alaihi atau menyebutkan asaihissalam kepada Imam Ali, maka kamu akan dicop sebagai Shiah. Dengan kedudukan yang begitu, suatu hari, semasa perbahasan, aku bertanya kepada saorang ulama’ kita, "Apa pendapat kamu terhadap al-Bukhari?" Dia berkata, "Dia adalah seorang yang terkemuka didalam hadith dan kami terima bukunya sebagai paling sahih [betul] selepas kitab Allah, sebagaimana yang dipersetujui oleh semua ulama’" Aku berkata kepadanya, "Dia adalah Shiah" Dia tertawa dan berkata, "Jauh sekali Imam Bukhari akan jadi Shiah". Aku berkata, "Tidakkah anda yang berkata bahawa sesiapa yang berkata Ali, alaihissalam diatasnya, adalah seorang Shiah?" Dia berkata, "Ya" Lalu aku
tunjukkan kepadanya dan orang-orang yang bersamanya buku al-Bukhari, dan dibanyak tempat, apabila nama Ali dan Husayn bin Ali muncul, dia menulis "Alaihissalam" begitu juga dengan nama Fatimah puteri Nabi dia menyebutkan Alaihassalam [38]. Dia sangat terkejut dan tidak tahu apa yang hendak dikatakan.
Mari kita kembali kepada insiden yang dinyatakan oleh Ibn Qutaybah dalam mana Fatimah dikatakan telah marah pada Abu Bakar dan Umar. Jika akumeragui kesahihan cerita ini, maka aku tidak boleh meragui kesahihan buku al-Bukhari, yang kita terima sebagai buku yang benar selepas kitab Allah. Setelah kita sanggup menerima bahawa ianya adalah betul, maka Shia mempunyai hak untuk menggunakannya didalam protes mereka terhadap kita dan memaksa kita kepada apa yang kita janjikan, ini adalah adil bagi mereka yang rasioanal untuk menerimanya.
Didalam bukunya al-Bukhari menulis didalam bab bertajuk "Keistimewaan Kerabat Nabi" sebagai berikut: Rasul Allah (saw) bersabda:"Fatimah adalah sebahagian dari aku, dan sesiapa membuatnya marah,maka dia telah membuatku marah." Begitu juga dibab mengenai "Ghazwah Khaybar" dia menulis: Mengikut pada Aishah, Fatimah (as), Puteri Nabi(saw), menghantar seorang utusan kepada Abu Bakar meminta hak pusakanya dari pewarisan Nabi(saw). Abu Bakar enggan untuk member Fatimah (as) walau sedikit sekalipun. Fatimah menjadi amat marah kepada Abu Bakar dan meninggalkan dia dan tidak pernah bercakap kepadanya sahinggalah beliau meninggal dunia [39].
Rumusannya, natijahnya adalah satu, al-Bukhari menyatakannya secara ringkas dan Ibn Qutaybah berkata mengenainya secara khusus, dan inilah dia: Rasul Allah (saw) marah apabila Fatimah menjadi marah, dan baginda rela, apabila Fatimah rela, dan bahawa beliau meninggal dunia sedangkan beliau masih marah dengan Abu Bakr dan Umar.
Jika al-Bukhari berkata: Fatimah meninggal sedangkan beliau masih dalam keadaan marah kepada Abu Bakar, dan sehingga ajalnya beliau tidak bercakap dengan Abu Bakar, maka kalimah riwayat Bukhari ini sama maknanya dengan riwayat Ibnu Qutaibah di atas. Dan jika Fatimah adalah, "Penghulu Wanita Alam Semesta (Saidati-Nisa Fil-'Alamin)" sebagaimana dikatakan oleh al-Bukhari didalam bahagian al-Isti’dzan, dan jika Fatimah adalah wanita yang seorang dari ummat ini yang dibersihkan dari segala dosa dan disucikankan sebersih-bersihnya, maka itu bermakna bahawa sikap kemarahan beliau tentunya adalah kebenaran semata-mata. Itulah kenapa Allah dan pesuruhNya menjadi marah oleh kemarahan beliau. Oleh kerana itu Abu Bakr berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari kemurkaanNya dan kemurkaanmu wahai Fatimah". Kemudian Abu Bakr menangis tersedu-sedu sehingga dadanya sesak. Fatimah juga berkata: "Demi Allah, aku akan memohon keburukanmu di dalam setiap doa yang aku panjatkam setelah solat". Kemudian Abu Bakr keluar sambil menangis dan berkata: "Saya tidak perlu dengar bai'ah kalian dan lepaskanlah aku dari bai'ah kalian" [40].
Kebanyakkan ahli sejarah dan ulama’ kita mengakui bahawa Fatimah (as) telah mendakwa Abu Bakr di dalam banyak kes, seperti kes harta pusaka, bahagian hak kerabat Nabi, tetapi tuntutan beliau ditolak, dan beliau meninggal dengan perasaan marah kepadanya. Bagaimana pun, ulama kita kelihatan melepaskan insiden-insiden ini tanpa mempunyai keinginan untuk memperkatakannya dengan lebih khusus lagi, alasannya seperti biasa supaya mereka dapat menjaga kemuliaan Abu Bakar.
Satu perkara yang pelik yang telah aku baca mengenai cerita ini, adalah apa yang seorang pengarang katakan setelah dia menceritakan secara agak khusus [mendalam] insiden ini: Jauh sekali, bahawa Fatimah membuat tuntutan kepada sesuatu yang bukan haknya, dan jauh sekali Abu Bakr akan melarang Fatimah dari haknya". Penulis itu beranggapan bahawa melalui kenyataan-kenyataan yang lemah itu, dia dapat menyelesaikan masaalah ini dan meyakinkan para penyelidik. Dia kelihatan seperti berkata sesuatu yang serupa dengan yang berikut: Jauh sekali Al-Qur'an akan berkata sesuatu yang bukan hak atau jauh sekali Bani Israel akan menyembah anak lembu.
Kita telah dihantui oleh ulama’ yang mengatakan sesuatu yang mereka sendiri tidak fahami atau mempercayai sesuatu yang kontradiktif (bertentangan). Dalam kes ini Fatimah menuntut dan Abu Bakr menolak tuntutan beliau, jadi sama ada beliau adalah seorang yang penipu – ampunan Allah – atau Abu Bakr berlaku zalim terhadapnya. Tidak ada penyelesaian yang ketiga untuk kes ini, sebagaimana sebahagian dari ulama’ kita mahukan. Jika kemungkinan Fatimah Berbohong adalah tertolak, kerana oleh pengesahan dari ayahnya didalam kata-kata baginda: "Fatimah adalah sebahagian dariku, dan sesiapa saja yang mengganggunya, bermakna menggangguku". Dari itu, sesiapa yang berbohong tidak berhak menerima sabda Nabi seperti ini; dan hadith ini sendiri adalah bukti kemaksumannya dari bercakap dusta dan dari segala perbuatan yang munkar sebagaimana ayat Tathir yang diturunkan untuknya, suaminya, dan dua orang puteranya dengan persaksian dari Aisyah [41] juga sebagai bukti akan kemaksumannya. Jika ini tertolak maka tiada lagi jawapan lagi bagi orang yang berfikiran rasional kecuali harus menerima kenyataan bahawa beliau telah dizalimi, dan sikap menolak dakwaannya ini adalah perkara yang mudah bagi mereka yang berani hatta membakar rumahnya, jika orang-orang yang enggan memberikan bai'ah tidak keluar dari rumahnya [42]. Itulah kenapa Fatimah AS tidak memberikan izin kepada Abu Bakar dan Umar masuk ke rumahnya. dan ketika Ali membawa mereka masuk, Fatimah juga memalingkan wajahnya dan tidak mahu melihat mereka berdua [43].
Fatimah telah meninggal dunia, dan berdasarkan wasiatnya, beliau dikuburkan secara rahsia, dan pada malam hari, supaya tiada seorang pun
dari mereka dapat hadir diperkebumian beliau [44] dan sehingga kehari ini, pusara anak perempuan Rasul Allah (saw) tidak diketahui. Aku sangat suka untuk bertanya mengapa ulama’ kita diam membisu terhadap fakta ini, dan keberatan untuk melihat kedalamnya, atau pun untuk menyebutnya. Mereka memberi kita gambaran bahawa para sahabat adalah seperti malaikat suci dan tidak mempunyai dosa, dan apabila kamu bertanya mereka mengapa khalifah Uthman boleh terbunuh? Maka, mereka akan menjawab: bahawa penduduk Mesirlah - orang-orang kafir - yang membunuhnya, maka tamatlah perkara itu dengan dua kalimah itu sahaja.
Apabila saya mendapat peluang untuk membuat penyelidikan di dalam sejarah, saya dapati bahawa tokoh-tokoh utama disebalik pembunuhan Uthman adalah para sahabat itu sendiri, dan bahawa Aisyah yang menyeru pembunuhanya di khalayak ramai.Aisyah berkata: "Bunuh Na’thal [orang tua yang keras kepala] itu. Ia telah kafir" [45]. Di sana kita mengetahui bahawa Talhah, al-Zubayr, Muhammad ibn Abi Bakr dan para sahabat yang terkenal lainnya mengepong dia didalam rumah dan menghalang dia dari mengambil air minuman, supaya mereka dapat memaksanya untuk meletak jawatan. Lebih lagi, para sejarah menyatakan bahawa mereka tidak membenarkan mayatnya ditanam di perkuburan kaum Muslimin, dan akhirnya dia ditanam di "Hashsh Kawkab" tanpa dimandikan atau dikafankan. Subhanallah. Bagaimana mereka boleh mengatakan kepada kita bahawa dia dibunuh secara zalim, dan bahawa mereka yang membunuhnya bukan Muslim.
Ini satu lagi kes yang sama dengan permasalahan Fatimah dan Abu Bakr:
Sama ada Uthman dilayan secara zalim, maka kita boleh menjatuhkan hukuman kepada para sahabat yang membunuh dia atau mereka yang mengambil bahagian di dalam pembunuhan itu bahawa mereka adalah penjenayah yang jahat kerana mereka membunuh khalifah kaum Muslimin dengan penuh kezaliman dan permusuhan, bahkan membaling batu keatas
jenazahnya, sehingga Uthman dizalimi ketika hidupnya dan setelah matinya. Atau pun para sahabat telah menghalalkan darahnya kerana dia telah melakukan berbagai tindakan yang bercanggah dengan Islam, sebagaimana punca sejarah mengatakan kepada kita. Tidak terdapat kemungkinan ketiga, melainkan kita menolak fakta sejarah dan menerima gambaran yang salah bahawa orang-orang "kafir" Mesir yang membunuh Uthman. Didalam kedua-dua kes ini terdapat penolakkan yang total pada kepercayaan umum bahawa para sahabat adalah adil dan benar, tanpa pengecualian, kerana sama ada Uthman yang bersalah atau pembunuhnya
yang bersalah, tetapi kesemuanya adalah para sahabat, maka andaian kita
ditolak [salah]. Jadi kita hanya tinggal dengan andaian dari pengikut Ahl al-Bayt, dan bahawa sebahagian para sahabat adalah adil, dan bukan kesemuanya.
Kita boleh bertanya beberapa soalan mengenai peperangan al-Jamal, yang
telah dimulakan oleh Umm al-Mukminin Aishah, yang memainkan peranan utama didalamnya. Bagaimana boleh Umm al-Mumineen Aishah meninggalkan rumahnya yang mana Allah (awj) telah mengarahkannya untuk tinggal didalamnya. Firman Allah:" Tetaplah kamu didalam rumah dan janganlah kamu berhias seperti perempuan jahiliyah" [33:33]
Kita juga boleh bertanya, atas hak apa Aishah membolehkan dirinya mengistiharkan perang dengan khalifah Muslim, Ali ibn Abi Talib? Bukankah beliau Wali (pemimpin) bagi orang-orang Mukmin dan Mukminah? Seperti biasa, ulama’ kita, dengan mudah menjawab bahawa dia tidak suka kepada Imam Ali kerana dia menasihatkan rasul Allah (saw) untuk menceraikannya di dalam peristiwa al-Ifk. Kelihatan seperti mereka-mereka ini cuba untuk meyakinkan kita bahawa insiden itu adalah alasan yang mencukupi untuk dia melanggar perintah Tuhannya dan suaminya Rasul Allah (saw). Dia menunggang unta, bahawa rasul Allah (saw) telah melarangnya dari menunggang dan mengingatkannya mengenai salakkan anjing al-Haw'ab [46]. Aishah telah membuat perjalanan yang jauh, dari al-Medinah ke Mekah kemudian ke Basrah, hanya untuk memerangi Amirul Mukminin dan sahabat-sahabat lain yang membai'ahnya, dan menyebabkan kematian ribuan orang Islam, seperti yang dicatatkan dalam buku-buku sejarah [47]. Dia melakukan ini semua kerana dia tidak suka kepada Ali kerana menasihatkan rasul untuk menceraikannya. Bagaimana pun rasul tidak menceraikannya, jadi mengapa sampai begini sekali kebenciannya terhadap Imam Ali? Sejarah telah merakamkan beberapa tindakkan agressifnya terhadap Ali yang tidak dapat diterangkan dan ini adalah sebahagian darinya. Apabila dia {Aisha] sedang dalam perjalanan pulang dari Mekah, Aishah telah diberitahu bahawa Uthman telah dibunuh, maka dia merasa gembira, tetapi apabila dia mengetahui bahawa mereka telah melantik Ali sebagai pengganti, dia menjadi amat marah dan berkata: "Bawa saya kembali"
Makanya dia telah memulakan perang saudara terhadap Ali, yang mana nama beliau dia tidak suka untuk menyebutnya, sebagaimana dipersetujui oleh kebanyakkan ahli sejarah. Tidak terdengar ke Aisha kata-kata rasul Allah (saw): Mencintai Ali adalah beriman, dan membencinya adalah (tanda) nifaq (munafik)? [48]
Sehinggakan bahawa sebahagian para sahabat pernah berkata: "Kami mengenali mereka yang munafik dengan kebencian mereka terhadap Ali" Tidakkah Aisha pernah mendengar kata-kata rasul Allah (saw): Sesiapa yang menerima aku sebagai pemimpin (wali) mereka, maka Ali adalah pemimpin mereka? Sudah tentu dia mendengar itu semua, tetapi dia tidak menyukainya, dan dia tidak suka untuk menyebut namanya, dan apabila dia mengetahui kematian beliau [Ali] dia sujud dan bersyukur kepada Allah [49].
Biarlah kita tinggalkan semua ini, kerana aku tidak mahu membincang riwayat hidup Umm al-Mumineen Aishah, tetapi saya telah cuba untuk menunjukkan beberapa ramai para sahabat yang melanggar asas-asas Islam dan melangar perintah rasul Allah (saw) dan mencukupilah untuk menyatakan insiden yang berikutnya yang berlaku kepada Aishah semasa perang saudara, dan yang mana telah disahkan oleh semua ahli sejarah dan sebagai bukti kuat atas kesimpulanku.
Telah dikatakan bahawa apabila Aishah melalui pinggir air al-Hawab dan mendengar salakkan anjing, dia teringat akan peringatan dari suaminya,Rasul Allah (saw), dan bagaimana dia menghalangnya dari menjadi penyebab kepada peperangan "al-Jamal" Dia menangis, dan kemudian berkata, "Bawalah aku pulang, bawalah aku pulang!" Tetapi Talhah dan al-Zubayr membawa lima puluh orang dan meminta mereka bersumpah bahawa tempat air itu bukanlah al-Hawab. Kemudian dia menyambung perjalanan sehingga sampai ke Basrah. Kebanyakkan ahli sejarah mempercayai bahawa mereka yang lima puluh orang itu adalah yang pertama didalam sejarah Islam memberi kesaksian palsu [50].
Wahai orang-orang yang berfikiran cerdik, tunjukkan kepada kami bagaimana caranya menyelesaikan kemusykilan ini? Adakah ini benarbenar para sahabat yang agung, yang kita selalu menghukum mereka sebagai orang-orang yang adil bahkan mengatakannya bahawa mereka adalah manusia yang paling mulia selepas Rasul Allah (saw) namun mereka memberi kesaksian palsu, sedangkan Rasul Allah menganggapnya sebagai sebahagian dari dosa-dosa yang besar yang boleh membawa ke neraka.
Soalan yang sama timbul lagi. Siapa yang benar dan siapa yang salah? Sama ada Ali dan pengikut-pengikutnya yang salah, atau Aishah dan pengikutnya dan Talhah dan al-Zubayr dan pengikutnya yang salah. Tidak terdapat kemungkinan yang ketiga. Tetapi saya tidak mempunyai keraguan bahawa penyelidik yang adil akan memihak kepada Ali yang (disabdakan oleh Nabi) sentiasa bersama kebenaran, dan cuba mematikan fitnah yang dinyalakan oleh Umm Mukminin Aishah dan dan pengikutnya yang menyebabkan peperangan saudara yang telah menghancurkan ummah, dan meninggalkan kesan yang trajik hingga kehari ini. Untuk keterangan yang lebih lanjut, dan untuk kepuasan diriku, aku sertakan riwayat-riwayat berikut: al-Bukhari telah meriwayatkan didalam kitabnya dalam Bab al-Fitnah, fasal al-Fitnah Allati Tamuju Kamauji al- Bahri (Fitnah Yang Mengamuk Seperti Gelombang Lautan), riwayat seperti berikut: Apabila Talhah, al-Zubayr dan Aishah pergi ke Basrah, Ali menghantar Ammar ibn Yasir dan al-Hasan ibn Ali ke Kufah.
Setibanya mereka disana, mereka terus kemasjid dan berkata kepada para jamaah, dan kami mendengar Ammar berkata: Aishah telah pergi ke Basrah….dan demi Allah, dia adalah isteri rasul kamu didalam dunia ini dan juga diakhirat, tetapi Allah (awj) sedang menguji kamu agar Dia tahu kepada Alikah kalian akan taati, ataukah kepada Aisyah?[51]
Juga Bukhari meriwayatkan di dalam Bab as-Syurut fasal Ma Ja Fi Buyut Azwaj an-Nabi(Apa Yang Berlaku Di Rumah Isteri-isteri Nabi):" Suatu ketika Nabi (saw) sedang berucap, dan baginda menunjukkan kerumah dimana Aishah tinggal, dan baginda berkata: Di sinilah fitnah, di sinilah fitnah, di sinilah fitnah dari mana munculnya tanduk syaitan" [52].
Al-Bukhari banyak menulis perkara yang aneh mengenai Aisha dan tabiat buruknya terhadap rasul, sahinggakan bahawa ayahnya telah memukulnya sehingga berdarah. Dia juga menulis mengenai tuntutannya terhadap nabi sehingga Allah mengugutnya dengan penceraian dan digantikan dengan isteri yang lain yang lebih baik dan terdapat banyak lagi cerita-cerita lain yang akan memakan ruang yang panjang jika dijelaskan.
Selepas itu semua saya bertanya kenapa Aishah berhak mendapat segala penghormatan dari Sunni; adakah kerana dia isteri rasul? Tetapi baginda mempunyai isteri yang ramai, dan sebahagian mereka lebih utama dari Aishah, sebagaimana yang dikatakan oleh rasul sendiri [53] Atau mungkin kerana dia adalah anak perempuan Abu Bakar! Atau mungkin kerana dia memainkan peranan yang penting didalam penafian wasiat rasul untuk Ali, dan apabila dia diberitahu bahawa Nabi telah berwasiat kepada Ali, dia berkata, "Siapa yang berkata begitu? Aku yang bersama rasul (saw) memangku kepala baginda di dadaku. Kemudian baginda meminta talam, semasa aku tunduk baginda meninggal, tanpa aku rasakan apa-apa.Jadi aku tidak nampak bagaimana dikatakan bahawa Nabi telah berwasiat kepada Ali?[54]. Atau adakah kerana dia melancarkan peperangan yang habis-habisan terhadap Ali dan anak-anaknya sesudah beliau [Ali], dan sehingga menghalang perarakkan jenazah al-Hasan – penghulu pemuda Di syurga – dan melarang persemadian beliau disebelah datuknya,Rasul Allah dan berkata: "Jangan izinkan sesiapa yang aku tidak suka untuk memasuki rumahku".
Entahlah apakah Dia [Aisha] terlupa, atau mengabaikan kata-kata rasul Allah (saw) mengenai Hasan dan saudaranya: "Allah akan suka kepada orang yang menyukai keduanya, dan membenci orang yang membenci keduanya" atau kata-kata baginda: "Aku berperang dengan mereka yang berperang dengan kamu, dan aku berdamai dengan mereka yang berdamai dengan kamu". Dan terdapat banyak lagi sabda-sabdanya yang lain.
Betapa tidak bukankah mereka berdua adalah bunga yang harumnya semerbak bagi umat ini? Tidak menghairan sebelumnya dia [Aisha] mendengar banyak lagi katakata pada penghormatan Ali; walaupun terdapat peringatan dari rasul, dia telah bertekad untuk memerangi beliau dan memisahkan manusia darinya serta mengingkari segala keutamaan-keutamaannya. Kerana itulah, bani Umaiyyah mengasihi dia dan meletakkannya ditempat yang tinggi dan memuatkan buku-buku dengan kemuliannya dan menjadikannya marja' (pakar rujuk) pada ummat Islam kerana dia memiliki setengah dari agama.
Mungkin mereka memberi setengah lagi agama kepada Abu Hurayrah, yang memberitahu mereka apa yang mereka inginkan. Lantaran itu maka
Abu Hurayrah mereka letakkan sebagai orang dekat, mereka memberikan kepadanya kekuasaan sebagai gabenor al-Madinah, mereka memberi dia istana al-Aqiq dan memberi dia gelaran "Rawiat al-Islam(Perawi Islam)". Dengan demikian dia memudahkan BaniUmayyah untuk membentuk agama yang baru yang sempurna, yang tidak memiliki apa-apa dari Kitab Allah dan Sunnah Rasul melainkan yang sesuai dengan kehendak dan nafsu mereka dan yang dapat menguatkan kerajaan dan kekuasaan mereka sahaja.
Agama yang sedemikian sangat sesuai jika dikatakan sebagai bahan mainan dan olok-olok sahaja yang penuh dengan khurafat dan kontradiksi.Makanya kebanyakkan dari fakta kebenaran telah lenyap berkubur dan digantikan dengan kebatilan. Kemudian mereka memaksa mereka [manusia] atau menggelabui orang ramai dengan cara keagamaan mereka sehingga agama Allah yang sejati tiada nilai, tiada siapa yang takut kepada Allah sebagaimana mereka takut kepada Muawiyah.
Apabila kita bertanya kepada sebahagian ulama’ mengenai peperangan Muawiah menentang Ali, yang telah dipersetujui oleh al-Muhajireen dan al-Ansar, peperangan yang membawa perpecahan Islam kepada Sunni dan Shiah dan telah meninggalkan bekas sehingga kehari ini, dengan senang mereka menjawab dengan berkata: "Ali dan Muawiyah keduanya adalah para sahabat yang baik, dan keduanya berijtihad secara mereka sendiri.
Bagaimana pun Ali adalah benar, makanya dia berhak dengan dua ganjaran, tetapi Muawiyah telah tersalah, makanya dia menerima satu ganjaran. Ianya tidaklah didalam kuasa kita untuk menghukum mereka atau menyebelahi mereka, Allah (awj) berfirman: Demikian itulah suatu ummat yang telah terdahulu. Untuknya apa-apa yang telah diushakan dan untuk mu apa-apa yang kamu usahakan, dan kamu tiada diperiksa tentang
apa-apa yang mereka kerjakan. [2:134]
Sungguh mengecewakan, kita telah diberikan dengan jawapan yang sangat lemah yang tidak dapat diterima oleh akal yang waras atau pun agama, ataupun syarak. Ya Allah, aku bersihkan diri dari pendapat yang salah dan nafsu yang terjerat. Saya bermohon kepada Engkau untuk melindungi saya dari bisikan syaitan dan kehadirannya.
Bagaimana fikiran yang waras boleh menerima bahawa Muawiyah telah berkerja keras untuk berijtihad, dan tersalah memberinya satu pahala kerana tindakannya menentang Imam bagi sekelian kaum Muslimin, dan kerana pembunuhannya terhadap orang-orang Mukmin yang tidak bersalah, serta perlakuan jenayah yang lain yang tidak terhitung banyaknya yang telah dilakukannya? Dia telah dikenali oleh para sejarah dengan cara pembunuhannya terhadap lawannya dengan cara yang tersendiri yang sangat terkenal melalui memberi mereka makan madu yang mengandungi racun, dan dia pernah berkata, "Allah mempunyai bala tentera yang dari madu".
Bagaimana mereka ini menghukumnya sebagai seorang yang berijtihad, dan tersalah, padahal dia adalah seorang ketua kelompok baghi (kelompok
yang memerangi kaum Muslimin yang sah).Terdapat satu hadith rasul yang masyhur, dan kebanyakkan ulama’ bersetuju tentang kesahihannya, "Berbahagialah bagi Ammar…….dia akan dibunuh oleh kumpulan yang baghi". Dan beliau dibunuh oleh Muawiyah dan pengikutnya.
Bagaimana mereka boleh menghukumkan Muawiyah berijtiihad, apabila dia membunuh Hijr Ibn Adi dan sahabat-sahabatnya dan menanam mereka di kawasan sampah di padang pasir Syam kerana mereka enggan mencerca Ali ibn Abi Talib? Bagaimana mereka boleh menghukumkan dia sebagai sahabat yang adil apabila dia membunuh al-Hasan, pemimpin pemuda disyurga, dengan meracuni beliau?
Bagaimana mereka menghukumkan dia sebagai bersih setelah dia memaksa ummat ini untuk membai'ahnya sebagai khalifah dan membai'ah anaknya yang rosak akhlak Yazid al-Fasik sebagai pengantinya, dan menukar sistem shura kepada sistem kerajaan bercorak dinasti keturunan [55]
Bagaimana mereka menghukumkan Muawiyah telah berijthiad dan memberinya satu pahala, setelah dia memaksa kepada manusia untuk mencerca Ali dan Ahl al-Bayt dari setiap mimbar.Dia telah membunuh para sahabat yang enggan melakukannya, dan menjadikan cercaan kepada Ali sebagai satu sunnah? Fala Huwl Quwwata Illa Billah al-A'li al-A'zim. Persoalan ini timbul lagi dan akan timbul lagi seterusnya. Kumpulan mana
yang benar dan kumpulan mana yang salah? Sama ada Ali dan syiahnya sebagai orang-orang yang zalim dan di pihak yang salah atau Muawiyah dan pengikutnya yang salah, dan Rasul Allah (saw) telah menerangkan segala sesuatu di sana.Dalam kedua-dua kes ini, kenyataan tentang keadilan kepada semua para sahabat tanpa kecuali adalah perkara yang mustahil dan bertentangan dengan akal yang sihat.
Terdapat banyak contoh di dalam setiap pandangan di atas, dan jika aku mahu menuliskan secara terperinci, maka saya akan memerlukan berjilidjilid buku banyaknya. Tetapi saya mahu ringkaskan didalam pengajian ini, maka saya nyatakan beberapa contoh saja, tetapi syukur kepada Allah, kerana ianya mencukupi untuk mematahkan kepercayaan-kepercayan orang-orang sekitarku yang telah membekukan fikiranku untuk sekian lama, dan menghalang aku dari memahami hadith dan peristiwa sejarah dengan kriteria akal dan syariah yang telah diajarkani oleh al-Quran dan Sunnah Nabi SAWA.
Aku akan tetap bertarung dengan jiwaku dan membersihkan diriku dari setiap debu-debu taksub yang telah menutupiku selama ini. Aku akan membebaskan diri aku dari rantai dan pengikat yang telah diikatkan selama lebih dari dua puluh tahun. Hatiku berkata kepada mereka:
Wahai, alangkah indahnya seandainya kaumku mengetahui akan ampunan
Tuhanku kepadaku dan dijadikanNya aku dari golongan orang-orang yang
dimuliakan. Wahai, kalaulah kaumku menemukan dunia yang tidak mereka
ketahui, dan memusuhinya tanpa mereka kenali ini.
Permulaan Perubahan
Aku tinggal selama tiga bulan didalam kebingungan yang tidak selesai, walaupun didalam tidurku sekalipun. Fikiranku berkecamuk dengan berbagai bayangan. Aku rasakan jiwaku luluh melihat sikap para sahabat yang kehidupan mereka terungkap dalam sejarah yang sedang aku selidiki. Aku berdiri dalam suatu dilemma (pertentangan) yang tidak mudah, kerana sepanjang hidupku, aku dididik untuk member penghormatan dan menyucikan wali Allah dan orang-orang soleh dan jika ada sesiapa juga yang mengkritik maka akan dirasakan suatu keresahan yang agak luar biasa.
Aku pernah membaca suatu ketika didalam "Hayat al-Haywan al-Kubra" oleh al-Dimiri [56]: Terdapat seorang lelaki yang menunggang bersama rakan nya didalam satu kafilah, dan semasa didalam perjalanan dia terus mencaci Umar, dan rakannya cuba menghalang dia dari melakukan itu. Apabila dia didalam tandas, saekor ular hitam memagutnya, dan dia mati serta-merta. Apabila mereka menggali kubur untuknya, mereka dapati ular hitam didalamnya; mereka menggali yang lain dan perkara yang sama berlaku. Setiap kali mereka menggali lubang yang baru, mereka dapati ular didalamnya.
Lalu seorang ulama’ memberitahu mereka, "Tanamkan dia dimana sahaja yang kamu suka, walaupun kamu menggali seluruh muka bumi kamu akan dapati ular hitam didalamnya. Ini adalah kerana Allah hendak menghukumnya didunia ini sebelum menghukumnya diakhirat, kerana cacian yang dilakukannya terhadap Sayydina Umar". Itulah sebabnya kenapa semasa saya memaksa diri saya menjalani penyelidikan yang sukar ini, saya merasa takut dan keliru, terutama, sebagaimana yang telah saya pelajari di Kolej al-Zaytuni bahawa khalifah yang paling utama secara sah adalah Abu Bakr al-Siddiq kemudian Umar ibn al-Khattab al-Farooq, pemisah antara yang haq dan yang batil.
Selepas itu Uthman ibn Affan Dhul-Noorayn, yang mana malaikat Rahman pun merasa malu kepadanya, dan sesudah dia, Ali ibn Abi Talib, pintu kepada kota ilmu. Sesudah yang empat ini, tinggal yang enam dari yang sepuluh, yang telah dijanjikan syurga, dan mereka itu adalah Talhah, al- Zubayr, Sa’ad, Sa’eed, Abdul Rahman, dan Abu Ubaydah. Sesudah mereka, para-para sahabat yang lainnya, dan setelah kita dinasihatkan oleh ayat al-Quran "Kita tidak membeza-bezakan diantara mereka pensuruh-pensuruh Allah (saw)" sebagai suatu kedudukan dimana kita mesti mengambilnya sebagai asas bahawa kita tidak harus membezabezakan penghormatan kita kepada semua para sahabat. Kerana itulah aku berasa takut terhadap diriku sendiri, dan meminta ampun kepada Allah didalam banyak keadaan dan situasi, dan sememangnya saya mahu meninggalkan isu-isu yang membuat saya ragu terhadap para sahabat Rasul Allah (saw), dan ianya kemudian akan membuat saya ragu terhadap agama saya.
Namun begitu, di sepanjang setiap diskusiku dengan beberapa orang ulama’, aku dapati jawapan-jawapan mereka sentiasa menemui banyak pencanggahan dan tidak rasional. Mereka mula mengingatkanku bahawa jika aku teruskan dengan penyelidikkanku mengenai para sahabat, Allah akan mencabut nikmatNya dariku dan mungkin juga aku akan mengalami kecelakaan. Dan kerana kuatnya bantahan dan penolakan mereka terhadap apa sahaja pendapatku, maka aku terdorong lagi untuk meneruskan kajian dan penelitianku agar dapat sampai kepada suatu kebenaran yang dicita-citakan.
Dailog dengan Ulama’
Aku katakan kepada seorang ulama’ kami: Apabila Muawiyah membunuh orang yang tidak berdosa dan memalukan orang yang terhormat, kamu menghukum dia sebagai telah berijtihad namun yang tersalah, dan mendapat satu pahala. Apabila Yazid membunuh keturunan Rasul Allah (saw) dan memberi kuasa menggeledah al-Madinah al-Munawwarah kepada askarnya, kamu menghukum dia sebagai telah berijtihad namun yang tersalah, dan mendapat satu pahala, sehingga sebahagian kamu juga
mengatakan bahawa "al-Husayn dibunuh oleh pedang datuknya" sebagai alasan untuk membenarkan perlakuan Yazid. Nah, mengapa pula aku tidak
boleh berijtihad melalui pengajian ini, yang telah memaksaku untuk meragui niat para sahabat dan untuk membuktikan keburukkan sebahagian dari mereka, yang tidak sama taranya dengan pembunuhan yang dilakukan oleh Muawiyah dan Yazid terhadap keluarga Nabi (saw)? Jika aku benar, aku berhak mendapat dua pahala, dan jika aku tersalah, aku hanya mendapat satu pahala. Bagaimana pun kritikanku terhadap para sahabat, bukan untuk menghina mereka atau mencaci mereka, tetapi ini adalah caranya untuk ku mencapai kebenaran, aku berharap semoga demikian.
Siapakah didalam kumpulan yang benar dan siapakah didalam kumpulan yang salah. Ini adalah tugasku dan tugas setiap muslim, dan Allah (awj) mengetahui apa yang didalam diri kita.
Ulama’ itu kemudian menjawab, "O anakku, Ijtihad [penghuraian bagi agama Islam] telah tidak diizinkan untuk sekian lama"
Aku bertanya, "Siapa yang menutupnya?"
Dia berkata, "Imam madzhab yang empat".
Aku berkata, "Syukur kepada Allah! Oleh kerana bukan Allah yang menghalangnya, mahupun pesuruhNya (saw), atau pun khalifah yang empat, yang mana kita diarahkan untuk mengikutinya, maka tidak ada halangan pada saya untuk berijtihad, sabagaimana mereka dahulu lakukan".
Dia berkata, "Kamu tidak boleh berijtihad melainkan jika kamu mengetahui tujuh belas cabang ilmu pengetahuan, diantaranya ialah: Tafsir, Lughah, Nahu, syarf, Balaghah, Hadith, Sejarah dan lainnya".
Aku menyampuk dengan berkata, "Ijtihad saya bukan untuk menunjukkan kepada manusia tentang hukum al-Quran dan Hadith nabi (saw), atau untuk menjadi imam kepada Mazhab yang baru. Bukan! Cuma yang saya ingin tahu adalah siapa yang benar dan siapa yang salah. Sebagai contoh, untuk mengetahui sama ada Imam Ali yang benar atau Muawiyah, saya tidak perlu untuk menguasai ketujuh belas cabang ilmu pengetahuan. Apa yang perlu saya lakukan adalah mengkaji corak hidup dan perbuatan setiap dari mereka untuk mengetahui yang benar".
Dia berkata, "Mengapa engkau mahu mengetahui semua itu?" "Ini adalah umat yang telah lama pergi; mereka akan mendapati apa yang mereka kerjakan, dan kamu akan dapati apa yang kamu kerjakan, dan kamu tidak akan dipanggil untuk menjawab apa yang mereka lakukan" [ 2:134] Aku bertanya, "Bagaimana anda membacanya. Apakah La Tusaloon (kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban) atau La Tas-aloon (jangan kamu tanya)".
Dia menjawab, "Tentu La Tus-aloon".
Aku berkata: Alhamdullilah. jika ayat tersebut dibaca dengan La Tasaloon maka di sana kita dilarang supaya tidak membuat penelitian. Namun kerana ianya ditulis dengan La Tus-Aloon, maka ianya bermaksud bahawa Allah (awj) tidak akan menghisab kita untuk atas apa yang mereka lakukan. Dan ini sesuai dengan firman Allah (awj), "Setiap diri bertanggungjawab atas apa yang diusahakannya" [74:38]. Dan juga Dia berfirman, "Dan bahawa seorang manusia tidak memperolehi melainkan apa yang diusahakannya" [53:39]
Dan Quran yang suci mengesa kita untuk mengetahui umat yang terdahulu, dan untuk mengambil pengajaran dari sejarah mereka.Allah telah memberitahu kita mengenai Firaun, Haman, Namrud, Quaroon, dan mengenai nabi-nabi terdahulu serta pengikut-pengikut mereka, bukan hanya untuk hiburan, tetapi untuk menunjukkan kepada kita apa yang haq dan apa yang batil.
Dan untuk pertanyaan anda, mengapa saya ingin mengetahui semuanya itu? Kerana ianya amat penting bagi saya untuk mengetahui semuanya itu.
Pertama, untuk mengetahui siapa dia wali Allah, supaya saya dapat mewila' (setia) mereka, dan untuk mengetahui siapa dia musuh-musuh Allah, supaya saya harus menentangnya, dan itulah permintaan Quran, atau pun kewajipan yang dipikulkan kepada kita.
Kedua, adalah amat mustahak bagi saya untuk mengetahui bagaimana saya harus menyembah Allah [bersolat] dan menghampirkan diri kepadaNya dengan semua fardhu yang diwajibkanNya, seperti cara yang Dia (awj) inginkan kita lakukan, bukan sebagaimana Malik atau Abu Hanifah atau sesiapa saja mujtahid-mujtahid yang lain. Aku dapati bahawa Malik tidak memilih bacaan Basmallah(Dengan nama Allah yang amat pemurah lagi amat mengasihani) semasa solat, sedangkan Abu Hanifah menganggapnya sebagai sesuatu yang wajib.Yang lain mengatakan solat tidak sah tanpanya. Kerana solat adalah tiang agama, jika diterima amalan lain akan diterima; tetapi jika ianya ditolak, amalan lain akan ditolak. Makanya aku tidak mahu solatku ditolak. Shiah mengatakan bahawa semasa wudu’ kita hendaklah menyapu kaki dengan tangan kita yang basah, sedangkan Sunni berkata bahawa kita hendaklah membasuhnya. Tetapi apabila kita membaca Quran kita dapati, "Sapu tangan dan kaki kamu" ini adalah nyata mengenai sapu. Jadi bagaimana tanggapan tuan - anda inginkan seorang Muslim yang berfikiran rasional menerima pendapat yang satu sementara menolak yang lain tanpa suatu penelitian dan kajian?"
Dia berkata, "Kamu boleh mengambil apa yang kamu suka dari setiap kepercayaan, kerana kesemuanya adalah kepercayaan Islam, dan kesemuanya datang dari Rasul Allah (saw)" Aku berkata, aku takut akan menjadi salah satu dari golongan yang Allah nyatakan:"Maka adakah kamu lihat orang yang mengambil hawa nafsu menjadi Tuhannya dan Allah menyesatkannya, kerana mengetahui, dan menutup pendengaran dan hatinya dan adakan tutupan diatas pemandangannya. Siapa yang dapat menunjukkinya sesudah Allah?
Tidakkah kamu mengambil pelajaran?" [45:23]
Wahai tuan, saya tidak fikir bahawa keempat-empat Mazhab di dalam Islam itu betul, selagi satu darinya menghalalkan sesuatu sedangkan yang lain mengharamkannya; dan ia tidak boleh di terima akal bahawa suatu yang sama diperbolehkan dan ditegah pada masa yang sama. Rasul Allah (saw) tidak pernah berdebat dahulu sebelum menghuraikan hukum ahkamnya, kerana ianya adalah wahyu dari al-Quran.Allah berfirman:"Dan jika sekiranya al-Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka akan dapati ikhtilaf (pertentangan) yang banyak di dalamnya" [4:82] Oleh kerana terlalu banyak pertentangannya diantara keempat-empat Mazhab di dalam Islam, maka ianya bukanlah dari Allah (awj) atau dari RasulNya (saw), kerana Rasul [saw] tidak mungkin bertentangan dengan al-Quran. Apabila ulama’ (shaykh) itu mendapati penerangan saya logik (boleh diterima akal) dan nyata, dia berkata, "Saya nasihatkan awak, demi kerana Allah, bahawa bagaimana pun sekali keraguan awak, janganlah meragui keempat-empat khalifah rashidin, kerana mereka adalah keempat-empat tiang Islam, jika satu darinya runtuh, maka seluruh bangunan akan runtuh"
Aku berkata, "Astagfirullah. Tuan, jika mereka adalah tiang agama maka bagaimana pula dengan Rasul Allah (saw)?" Dia berkata, "Rasul Allah (saw) itu adalah bangunannya, baginda adalah Islam keseluruhannya" Saya tersenyum apabila saya mendengar penilaian ini, dan berkata, "Astagfirullah. Hai tuan, tanpa anda sedari tuan telah mengatakan bahawa Rasul Allah (saw) tidak dapat berdiri tanpa sokongan dari mereka berempat, sedangkan Allah (awj) berkata: Dia yang mengutuskan rasulNya dengan petunjuk dan agama yang hak, supaya agama itu mengalahkan semua agama. Dan Allah cukup menjadi saksi" [48:28]
Dia mengutus Muhammad dengan pengkhabaran dan tidak melibatkan mana-mana yang empat itu, atau sesiapa pun, dan dalam hal ini Allah berfirman: Sebagaimana kami telah menghantar diantara kamu seorang rasul yang akan membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu, membersihkan kamu dan mengajarkan kitab dan hikmah kepada kamu dan apa-apa yang kamu belum tahu" [2:151]
Dia berkata, "Inilah yang kami telah pelajari dari guru agama kami dahulu, dan kami tidak mempertikaikan mengenai apa yang telah diajari kepada kami oleh mereka, sebagaimana kamu generasi baru sekarang. Kamu meragui segalanya, termasuk agama itu sendiri. Ini adalah di antara tanda-tanda Hari Kiamat. Rasul Allah (saw) bersabda: Hari Kamat tidak akan muncul melainkan pada zaman makhluk yang paling jahat".
Aku berkata, "Tuan, mengapa mesti marah. Aku berlindung kepada Allah daripada sikap ragu terhadap agama atua membuat keraguan di dalamanya. Aku beriman kepada Allah yang Esa dan tiada sekutu bagiNya, kepada malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya dan semua RasulNya. Aku beriman bahawa Sayyidina Muhammad adalah hamba dan RasulNya dan rasul yang terakhir, dan bahawa aku adalah seorang Muslim. Jadi bagaimana anda menuduh saya dengan semua itu?"
Dia berkata, "Saya patut menuduh anda dengan yang lebih dari itu, kerana kamu meragui Sayyidina Abu Bakar dan Umar. Sedangkan Rasul Allah (saw) yang suci bersabda: Jika keimanan ummatku dan keimanan Abu Bakar diletak diatas neraca, adalah keimanan Abu Bakar itu lebih berat timbangannya. Rasul (saw) juga berkata sebagai penghormatan kepada Umar: Aku pernah ditunjukkan kepada ummatku, dan setiap mereka memakai baju yang panjang tetapi tidak sampai menutup dada, dan aku ditunjukkan kepada Umar dan dia sedang mengheret bajunya.
Sahabat bertanya: apa takwilnya (tafsirnya) wahai Rasulullah? Nabi menjawab: Agama. Tiba-tiba kamu datang hari ini, didalam abad keempat belas [hijri] dan meragui kebenaran para sahabat dan terutama Abu Bakr dan Umar. Tidakkah kamu ketahui bahawa penduduk Iraq, adalah manusia
yang berpecah belah, kafir dan munafik!"
Apa yang boleh aku katakan kepada orang ini, yang mengaku berpengetahuan dan ulama ini. Majlis yang tadinya berjalan dengan cara perdebatan yang baik kini berubah menjadi semacam tuduhan dan luahan emosi di hadapan sekumpulan hadirin yang mengkaguminya. Aku lihat bahawa wajah-wajah mereka merah dan mata-mata mereka terbeliak menunjukkan sikap protes. Tiada cara lain, aku segera pergi ke rumah dan mengambil kitab al-Muwatta karya Imam Malik dan kitab Sahih al- Bukhari. Kemudian aku katakan kepadanya, "Tuan, apa yang membuat aku meragui Abu Bakar adalah Rasul Allah (saw) itu sendiri".
Lalu aku membuka al-Muwatta dan membaca suatu riwayat yang bermaksud Malik meriwayatkan bahawa Rasulullah SAW pernah bersabda
kepada para syuhuda Uhud, "Aku menjadi saksi bagi mereka". Kemudian Abu Bakar bertanya, "Ya Rasulullah, tidakkah kami saudara-saudara mereka? Tidakkah kami menjadi Muslim sebagaimana mereka? Tidakkah kami berjihad sebagaimana mereka?" Rasulullah(saw) menjawab, "Ya, tetapi aku tidak tahu apa yang akan kamu lakukan sesudah aku".Setelah mendengarkan itu, Abu Bakr menangis tersedu-sedu dan berkata, "Kami melakukan banyak perkara setelah kamu pergi"[57].
Selepas itu saya membuka sahih al-Bukhari dan membaca: Suatu ketika Umar ibn al-Khattab pergi menemui Hafsah dan mendapati bersamanya Asma bint Umays. Apabila Umar melihatnya dia bertanya, "Siapakah dia?" Hafsah menjawab, "Asma bint Umays". Umar berkata, "Adakah dia orang Habsyah itu? Orang laut itu?" Asma' menjawab, "Ya". Umar berkata, "Kami berhijrah sebelum kamu, maka kami lebih berhak kepada rasul Allah dari kamu". Asma' menjadi amat marah, lalu dia berkata:
"Tidak demi Allah, kamu berada bersama Nabi.Diberinya kamu makan, dan diajarkannya kamu; sedangkan kami dibumi asing, di Habsyah kerana Allah dan RasulNya semata-mata, dan setiap kali saya makan atau minum apa saja, saya teringat akan Rasul Allah [saw]. Kami dahulunya diganggu dan ditakut-takutkan. Demi Allah, saya akan nyatakan ini kepada Nabi dan akanku tanya tanpa aku berdusta, menambah atau mengurangkan dari duduk perkara".
Ketika Asma' datang kepada Nabi, dia bertanya,"Ya Nabi Allah, Umar nyatakan begini dan begini". Baginda bertanya, "Apa yang kamu katakana kepadanya?" Asma menjawab, "begini dan begini". Baginda menjawab, "Dia tidak lebih berhak ke atasku lebih daripada kamu". Dia dan para sahabatnya mempunyai satu hijrah, tetapi kamu, penghuni bahtera, mempunyai dua kali hijrah". Asma' berkata, "Saya mendapati Abu Musa dan kawan-kawan sekapal datang menemui saya dalam berkumpulan dan bertanya saya mengenai sabda Nabi tersebut, dan mereka merasa gembira dengan apa yang diucapkan oleh baginda terhadap mereka [58]."
Setelah selesai membacakan hadith, terlihat perubahan pada wajah ulama’ dan para hadirin, mereka saling berpandangan dan menunggu reaksi sang guru yang mati dalil. Apa yang dapat dilakukannya adalah mengangkat kening, sebagai tanda hairan dan kemudian berkata, "Katakanlah,Ya Allah, tambahkan untukku ilmu pengetahuan". Aku berkata, "Jika Rasul Allah, adalah yang pertama untuk meragui Abu Bakar, dan tidak menjadi saksi baginya, kerana rasul Allah tidak tahu apa yang akan terjadi selepas dirinya; dan jika rasul Allah tidak setuju dengan keutamaan Umar terhadap Asma bint Umays, tetapi mengutamakan Asma daripada Umar; maka ini adalah didalam lingkungan hak saya untuk meragui dan tidak mempunyai keutamaan terhadap sesiapapun sehingga kebenaran itu nampak jelas dan aku ketahui dengan pasti.. Dan jelas sekali bahawa dua hadith ini bertentangan dan menafikan segala hadith yang menyatakan keutamaan Abu Bakr dan Umar, kerana ianya lebih hampir kepada fakta yang diterima akal berbanding dengan hadith-hadith keutamaan yang diduga itu".
Para hadirin berkata, "Bagaimana maksudnya?" Aku menjawab,"Rasul Allah tidak menjadi saksi bagi Abu Bakar". Baginda bersabda: Aku tidak tahu apa yang akan mereka lakukan sepeninggalanku kelak". Ianya adalah
logik [boleh diterima akal].Sejarah telah membuktikannya, dan al-Quran yang suci dan sejarah menjadi saksi bahawa mereka telah melakukan perubahan selepas Nabi. Kerana itulah Abu Bakr menangis, kerana dia telah berubah dan membuat Fatimah al-Zahra marah, puteri Nabi marah, sabagaimana kami terangkan dahulu, dan dia berubah sehingga dia menyesal dan berangan-angan untuk tidak menjadi manusia.
Dan bagi hadith: Jika iman ummat ku dan imannya Abu Bakr diletak diatas timbangan, imannya Abu Bakr adalah lebih berat," ianya tidak betul dan tidak munasabah. Ianya tidak mungkin untuk iman seorang, yang telah menghabiskan empat puluh tahun umurnya didalam mempercayai banyak tuhan dan menyembah berhala, menjadi amat berat dari imannya segala ummat Muhammad, yang mempunyai para wali Allah yang solihin, syuhada, dan para Imam, yang menghabiskan masa hidupnya di dalam berjihad di jalan Allah SWT.Bagaimana Abu Bakr boleh sesuai dengan maksud hadith ini? Jika ianya sahih, dia tidak akan, dihari kemudiannya berangan-angan untuk tidak menjadi sebagai seorang manusia. Lebih-lebih lagi, jika keimanannya lebih tinggi dari iman Fatimah az-Zahra, pemuka wanita alam semesta (Sayyidati Nisa Fil-Alamin) maka puteri Rasul itu tentu tidak akan marah kepadanya atau mendoakan keburukan kepadanya".
Orang alim itu tidak berkata apa-apa, tetapi sebahagian dari hadirin berkata, "Demi Allah1 Hadith ini membuat kami ragu" Maka ulama’ itu berkata kepada saya, "Adakah ini yang kamu mahu? Kamu telah membuat mereka ini meragui agama mereka" Memadailah bagi saya, seorang dari para hadirin menjawab dengan berkata, "Tidak, dia benar, kami tidak pernah membaca keseluruhan buku itu didalam hidup kami, kami mengikut kamu membuta tuli dan tanpa sebarang bantahan, dan sekarang telah nampak oleh kami bahawa apa yang al-Hajj katakan adalah benar, dan adalah tugas kami untuk membaca dan menyelidik!" Mereka yang lainnya bersetuju dengan beliau, dan itu adalah kejayaan bagi kebenaran dan keadilan. Ianya bukanlah kejayaan dengan kekerasan, tetapi oleh fikiran yang logik dan pembuktian. Allah berkata, "Katakan, bawalah hujah-hujah kamu, jika memang kamu orang-orang yang benar" [27:64].
Aku lanjutkan penelitianku dengan cara yang sangat cermat sepanjang tiga tahun lagi. Aku ulangi segala yang aku baca dari awal hingga akhir. Aku baca buku al-Muruja'at (Dialog Sunnah-Syiah) karya Imam Syarafuddin, dan aku ulangi berkali-kali. Ia telah membuka luas wawasanku dan menyebabkanku mendapat petunjuk dan hidayah dari Allah SWT serta cinta kepada Ahlul Bayt AS.
Aku juga membaca kitab al-Ghadir karya Syaikha al-Amini dan aku ulangi sebanyak tiga kali lantaran isinya yang sangat padat, tepat dan jelas sekali. Juga kitab Fadak Karya Sayyid Muhammad Baqir as-Sadr dan kitab as-Saqifah karya Syaikh Muhammad Ridha al-Muzaffar. Dari dua buah buku ini aku temukan berbagai jawapan yang sangat memuaskan. Juga aku baca kitab as-Nas wal-Ijtihad yang menambahkan lagi keyakinanku. Kemudian kitab Abu Hurairah karya Syarafuddin juga, dan Syaikh al-Mudhirah karya Syaikh Mahmud Abu Rayyah al-Misri. Dari sana aku baru mengetahui bahawa sahabat yang melakukan perubahan setelah zaman Rasulullah ada dua kategori. Pertama, yang merubah hukum dengan kekuasaan yang dimilikinya; kedua, yang merubah hukum dengan meletakkan berbagai hadith palsu yang dinisbahkan kepada Rasul SAWA. Kemudian aku baca kitab al-Imam as-Sadiq wal Mazahib al-Arba'ah karya Asad Haidar. Dari sana aku kenal perbezaan antara ilmu mauhub (yang dikurniakan) dan ilmu maksub (yang dipelajari). Dari situ juga aku baru tahu perbezaan antara Hikmah yang Allah berikan kepada orang yang Dia kehendaki, dan dari sikap berlagak berilmu, dan berijtihad dengan pendapat peribadi yang menjauhkan ummat ini dari jiwa Islam yang sebenarnya.
Aku membaca juga berbagai buku karya Sayyid Ja'far Murtadha al- Amili, Sayyid Murtadha al-Askari, Sayyid al-Khui, Thabatabai, Syaikh Muhammad Amin Zainuddin, Fairuz Abadi, karya Ibnu Abil Hadid al- Mu'tazili dalam bukunya Syarah Nahjul Balaghah, Taha Husayn dalam bukunya al-Fitnah al-Kubra. Dari buku sejarah aku baca kitab Tarikh al-Tabari, Tarikh Ibnul Athir, Tarikh al-Masudi dan Tarikh al-Ya'qubi. Dan banyak lagi buku-buku lain yang aku baca sehingga aku merasa betul-betul puas bahawa Syiah Imamiyyah ini adalah yang benar.
Dari situ kemudiannya aku mengikut Madzhab Syiah, dan dengan rahmat Allah aku mengikut Bahtera Ahlul Bayt serta aku pegang erat-erat tali wila' mereka kerana aku dapati Alhamdulillah, merekalah sebaga alternative dari sebahagian sahabat yang terbukti kepadaku telah berbalik ke belakang, dan tiada yang terselamat melainkan sekelompok kecil sahaja. Kini aku menggantikan mereka dengan Ahlul Bayt Nabi yang telah Allah bersihkan mereka dari segala dosa dan disucikan mereka dengan sesucisucinya, bahkan diwajibkan kepada seluruh ummat manusia untuk mencintai mereka.
Shia bukanlah, sebagaimana yang dikatakan oleh sebahagian dari ulama’ kita, orang Farsi dan Majusi yang mana kuasa dan kebanggaan mereka telah dihancurkan oleh Umar didalam peperangan al-Qadisiyyah, dan itulah sebabnya mereka membenci Umar!
Jawapan saya kepada itu bagi mereka yang tidak tahu adalah bahawa Syiah Ahlul Bayt tidak terhad kepada orang-orang Farsi sahaja, kerana terdapat Shiah di Iraq, Hijaz, Syria, Lebanon, dan kesemuanya adalah Arab. Sebagai tambahan kepada itu, terdapat juga Shiah di Pakistan, India, America, dan kesemuanya ini bukanlah dari bangsa Arab ataupun Farsi. Jika kita bataskan Shiah hanya bagi Iran sahaja, maka hujah kita akan menjadi lebih kuat lagi kerana saya dapati bahawa orang Farsi mempercayai didalam kepimpinan dua belas Imam, dimana kesemuanya adalah Arab dari Quraysh dari Bani Hashim, keluarga rasul. Jika orang Farsi mempunyai sikap fanatik dan membenci orang Arab, sebagaimana yang dikatakan oleh sebahagian mereka [ulama’ Sunni], tentu mereka telah mengambil Salman al-Farisi sebagai Imam mereka, kerana beliau adalah sahabat yang agung dan dihormati oleh Shia dan Sunni.
Disebaliknya pula saya dapati bahawa kebanyakkan imam-imam Sunni yang utama adalah orang Farsi, seperti Abu Hanifah, al-Nisa’i, al-Tirmidhi, al-Bukhari, Muslim, Ibn Majah, al-Ghazali, Ibn Sina, al-Farabi dan banyak lagi. Jika Syiah berasal dari Farsi, lalu mereka membenci Umar yang telah menghancurkan keagungan mereka dahulu, jadi bagaimana kita menerangkan penolakan terhadap Umar oleh orang-orang Syiah Arab yang bukan Farsi? Itu suatu contoh dakwaan tanpa dalil. Penolakan terhadap Umar adalah kerana peranannya didalam menyingkirkan Amirul Mukminin, Ali ibn Abi Talib, dari khalifah setelah pemergian rasul, dan kerana peperangan saudara yang trajis dan jatuhnya suatu ummah. Bagi seorang peneliti yang ohjektif dan rasional, memang dia akan mengambil sikap sedemikian jika tabir sejarah yang menutupinya terungkap, tanpa perlu memiliki rasa permusuhan sebelumnya.
Adalah benar bahawa Shiah, sama ada mereka itu Arab atau Farsi atau apa juga bangsanya, tunduk kepada nas-nas al-Qur'an dan Hadith Nabawi. Mereka patuh pada imam-imam yang menunjukkan mereka jalan yang lurus. Mereka tidak rela dengan selain daripada mereka (Ahlul Bayt as) walaupun dengan polisi paksaan dari Umayyah dan kemudian Abbasiyyah selama tujuh abad. Dimasa itu, mereka memburu Shiah dimana sahaja; mereka membunuhnya; mereka jadikanya tanpa kediaman; mereka menafikan hak-haknya dari Baitul Mal dan mereka dilemparkan dengan berbagai tuduhan dan tohmahan yang menimbulkan rasa marah orang kepada mereka sehingga ke hari ini.
Bagaimanapun orang-orang Shiah tetap kukuh dengan pendirian mereka. Mereka bersabar dan dan memegang erat kebenaran yang dipercayai mereka tanpa memperdulikan cacian sesiapa pun. Dan nilai kekukuhan ini memang mereka nikmati sehingga kehari ini. Saya mencabar mana-mana ulama’ kita untuk berdiskusidengan ulama’ mereka. Tentu mereka keluar setelah itu sebagai seorang yang mendapatkan bimbingan. Kini, aku telah menjumpai pilihan yang lain, dan syukur kepada Allah yang memanduku kepadanya, kerana aku tidak akan sampai kesana tanpa bimbinganNya. Syukur dan puji bagi Allah yang telah memandu saya kepada golongan yang selamat, yang mana saya mencarinya dengan bersungguh-sungguh.
Saya tidak mempunyai keraguan bahawa mereka berpegang pada kepada Ali dan Ahl al-Bayt yang bermakna mereka telah berpegang pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus selama-lamanya. Terdapat banyak bukti dari nas Nabi yangdisepakati oleh semua Muslim. Dan akal sahaja sebenarnya sudah cukup sebagai bukti bagi sesiapa juga yang bijak dan teliti. Ijmak umat mengatakan bahawa Ali adalah sahabat yang paling berpengetahuan dan tentunya yang paling berani.Dua ini sahaja telah cukup sebagai bukti akan keutamaan Ali dibandingkan dengan orang lain atas hak khilafah.Allah (awj) berfirman: "Berkata nabi mereka kepada mereka: Sesungguhnya Allah telah mengutus Thalut menjadi raja untukmu. Berkata mereka itu: Bagaimanakah ia menjadi raja diatas kami, sedang kami lebih patut menjadi raja daripadanya, dan dia tidak mempunyai harta yang banyak? Berkata nabi: Sesungguhnya Allah telah memilih dia diantara kamu, serta menambahinya dengan ilmu yang luas dan tubuh yang kuat dan Allah memberikan kerajaanNya kepada siapa yang dikehendakkiNya dan Allah Maha Luas kurniaNya dan Lagi Maha Mengetahui [2:247]
Dan Rasul Allah (saw) bersabda, "Sesungguhnya Ali adalah dariku, dan aku adalah dari Ali, dan dia adalah wali bagi setiap mukmin selepasku [59]."
Al-Zamakhshari berkata didalam sebahagian dari syairnya:
Telah banyak keraguan dan perselisihan
Semua mendakwa berada di jalan yang lurus
Aku pegang erat-erat dengan Laila Ha illa-Llah
Dan cinta kepada Ahmad dan Ali
Telah selamat anjing lantaran cinta kepada Penghuni Gua
Bagaimana aku akan celaka dengan cinta pada keluarga Nabi
Alhamdulillah, kini aku telah menemui alternatif. Selepas Rasulullah aku menjadi pengikut Amirul Mukminin, Singa Allah al-Ghalib al-Imam Ali ibn Abi Talib, juga kepada kedua-dua pemuka pemuda-pemuda disyurga cahaya mata Nabi, al-Imam Abu Muhammad al-Hasan al-Zaki dan Imam Abu Abdullah al-Husayn; dan juga kepada darah dagingnya baginda Rasulullah SAWA ibu kepada zuriat Nubuwwah, ibu kepada seluruh imam, sumber Risalah dan Allah, yang mana Allah marah kerana kemarahannya, wanita alam semesta, Sayyidah Fatimah al-Zahra AS.
Aku telah menukar Imam Malik, dengan gurunya para imam, dan guru kepada ummah keseluruhan, Imam Ja’far al-Sadiq AS. Aku berpegang kepada sembilan imam yang maksum dari zuriat Husayn AS, imamimamnya kaum Muslimin dan wali-wali Allah as-Solihin. Aku juga telah menukarkan para sahabat yang berpaling seperti Muawiyah, Amr ibn al-As, al-Mughira ibn Shu’bah, Abu Hurayrah, Ikrimah, Ka’b al-Ahbar dan yang lainnya kepada para sahabat yang bersyukur kepada Tuhannya, dan tidak pernah memungkiri janji yang telah diberikan kepada Rasul Allah seperti Ammar ibn Yasir, Salman al-Farisi, Abu Dharr al-Ghafiri, al-Miqdad ibn al-Aswad, Khuzayma ibn Thabit – dhu al-Shahadatain, Ubay bin Ka'ab dan yang lainnya.Segala puji bagi Allah di atas petunjukNya.
Aku juga telah menukar para ulama tempatku yang telah menjumudkan akal-akal kami yang kebanyakannya mengikut para penguasa di setiap zaman dengan ulama-ulama Syiah yang solihin, yang tidak pernah menutup pintu ijtihad, tidak pernah merasa hina atau meminta kasihan dari
pemimpin-pemimpin yang zalim ini.
Ya, aku telah menukar alam fikiranku yang sempit dan taksub, yang percaya dengan berbagai khurafat dan kontradiktif dengan alam fikiran yang cerah, terbuka, bebas dan percaya pada setiap dalil dan hujah. Atas dengan kata lain, aku telah membasuh otakku dari daki-daki kesesatan Bani Umaiyyah yang telah membekas sepanjang tiga puluh tahun, dan kini mensucikannya dengan aqidah orang-orang yang maksum yang Allah bersihkan mereka dari segala dosa dan mensucikan mereka dengan sesuci-sucinya. Ya, Allah. Hidupkanlah kami di atas agama mereka. Matikan kami di atas sunnah mereka. Bangkitkanlah kami bersama-sama mereka. Kerana NabiMu telah bersabda,"Seseorang kelak akan dibangkitkan dengan orang-orang yang dicintainya".
Dengan demikian maka aku kini kembali ke akar umbi asalku. Ayah dan paman-pamanku dahulu pernah mengatakan kepada kami bahawa asal mulanya kami adalah dari golongan sayyid-sayyid yang lari dari Iraq lantaran tekanan Bani Abbasiyyah. Kemudian meminta perlindungan di Afrika Utara sehingga akhirnya menetap di Tunisia yang sehingga kini masih meninggalkan bekas-bekas sejarah. Di Afrika Utara sendiri banyak as-Asyraf lantaran keturunannya dari salasilah Ahlul Bayt yang suci. Namun mereka telah banyak yang tenggelam dalam kesesatan Bani Umaiyyah dan Bani Abbasiyyah. Tiada tersisa dari mereka suatu kebenaran sedikitpun melainkan sikap hormat dan penuh takzim yang ditunjukkan orang ramai kepada mereka sahaja. Segala puji bagi Allah kerana hidayahNya ini. Segala puji bagi Allah kerana petunjukNya kepadaku ini dan kerana dibukakanNya mataku dan pemahamanku untuk mengetahui suatu kebenaran. Wassalam.
(Dikutip dari buku “Akhirnya kutemui Kebenaran” oleh Dr Ahmad Tijani Samawi)
Untuk membaca keseluruhan isi buku ini, sila download di sini http://downloadbukusyiah.blogspot.com/2011/07/akhirnya-kutemukan-kebenaran.html
Untuk membaca keseluruhan isi buku ini, sila download di sini http://downloadbukusyiah.blogspot.com/2011/07/akhirnya-kutemukan-kebenaran.html
No comments:
Post a Comment