Tuesday, August 2, 2011

Benarkah Ayah Nabi Ibrahim Kafir ?


Masalah di atas merupakan masalah yang kontroversial. Barangkali untuk sebagian orang, masalah ini sudah selesai, dengan pengertian bahwa ayah Nabi Ibrahim adalah kafir, penyembah sekaligus pembuat patung. Dan kebanyakan dari kaum muslimin meyakini seperti itu. Padahal ada sebagian mufassirin dan ulama yang berpendapat bahwa ayah nabi Ibrahim seorang mukmin, paling tidak, ia hidup pada zaman fatrah . Sehingga ia tidak bisa dikatakan kafir dan juga tidak bisa dikatakan beriman, karena misi dan dakwah para nabi tidak sampai kepadanya. 

Tulisan ini mencoba ingin mendobrak apa yang dianggap pasti kebenarannya oleh mayoritas muslimin. Pertama ingin ditegaskan bahwa kekufuran ayah nabi Ibrahim bukan bagian dari ajaran Islam yang esensial (al ma'lum minaddini bi al dharurah ), sehingga kekufurannya masih bisa dikaji ulang. Dan kalau ada pendapat yang bertentangan dengan pendapat mayoritas dalam masalah ini, maka jangan diartikan sebagai pertentangan terhadap ajaran agama, karena, malah, bisa jadi pendapat mayoritas yang keliru. Kedua bahwa untuk menilai seseorang itu kafir tidak semudah membalik telapak tangan. Penilaian ini sebenarnya hak Allah swt. dan dalam tataran syar'i membutuhkan kehati-hatian. Termasuk diantaranya apakah Abu Thalib kafir atau mukmin ? 

Dalil yang dijadikan sebagai dasar pengkafiran ayah nabi Ibrahim adalah beberapa ayat yang menyebutkan Azar sebagai "ab " Ibrahim. Misalnya ayat yang berbunyi, " Ingatlah      (ketika), Ibrahim berkata kepada "ab "nya Azar, " Apakah anda menjadikan patung-patung sebagai tuhan ?. Sesungguhnya Aku melihatmu dan kaummu berada pada kesesatan yang nyata ".( al An'am 74 ). 

Atas dasar ayat ini, ayah Ibrahim yang bernama Azar adalah seorang kafir dan sesat. Kemudian ayat lain yang memuat permohonan ampun Ibrahim untuk ayahnya ditolak oleh Allah dikarenakan dia adalah musuh Allah ( al Taubah 114). Menarik kesimpulan dari ayat di atas dan sejenisnya bahwa ayah nabi Ibrahim seorang kafir terlalu tergesa-gesa, karena kata " abun " dalam bahasa Arab tidak hanya berarti ayah kandung saja. Kata ini juga juga berarti, ayah tiri, paman, dan kakek. Misalnya al Qur'an menyebutkan Nabi Ismail sebagai " ab " Nabi Ya'kub as., padahal beliau adalah paman NabiYa'kub as. 

"Adakah kalian menyaksikan ketika Ya'kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, " Apa yang kalian sembah sepeninggalku ? ". Mereka menjawab, " Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan ayah-ayahmu, Ibrahim, Ismail dan Ishak, Tuhan yang Esa, dan kami hanya kepadaNya kami berserah diri ". ( al Baqarah 133 ) Dalam ayat ini dengan jelas kata "aabaaika " bentuk jama' dari " ab " berarti kakek     (Ibrahim dan Ishak) dan paman (Ismail).

Dan juga kata " abuya " atau " buya " derivasi dari " ab " sering dipakai dalam ungkapan sehari-hari bangsa Arab dengan arti guru, atau orang yang berjasa dalam kehidupan, termasuk panggilan untuk almarhum Buya Hamka, misalnya.
Dari keterangan ringkas ini, kita dapat memahami bahwa kata " ab " tidak hanya berarti ayah kandung, lalu bagaimana dengan kata " ab " pada surat al An'am 74 dan al Taubah 114 ?. Dengan melihat ayat-ayat yang menjelaskan perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim as. akan jelas bahwa seorang yang bernama " Azar ", penyembah dan pembuat patung, bukanlah ayah kandung Ibrahim, melainkan pamannya atau ayah angkatnya atau orang yang sangat dekat dengannya. 

Pada permulaan dakwahnya, Nabi Ibrahim as. mengajak Azar sebagai orang yang dekat dengannya, "Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah setan, sesungguhnya setan itu durhaka Tuhan yang Maha Pemurah ".( Maryam 44 ).
Namun Azar menolak dan bahkan mengancam akan menyiksa Ibrahim. Kemudian dengan amat menyesal beliau mengatakan selamat jalan kapada Azar, dan berjanji akan memintakan ampun kepada Allah untuk Azar. " Berkata Ibrahim, " Salamun 'alaika, aku akan memintakan ampun kepada Tuhanku untukmu ".( Maryam 47 ).

Kemudian al Qur'an menceritakan bahwa Nabi Ibrahim as. menepati janjinya untuk memintakan ampun untuk Azar seraya berdoa, " Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan gabungkan aku bersama orang-orang yang saleh. Jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang yang datang kemudian. Jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mewarisi surga yang penuh kenikmatan, dan ampunilah ayahku ( abii ), sesungguhnya ia adalah termasuk golongan yang sesat. Jangnlah Kamu hinakan aku di hari mereka dibangkitkan kembali, hari yang mana harta dan anak tidak memberikan manfaat kecuali orang yang menghadapi Allah dengan hati yang selamat". (al Syua'ra 83-89 ).

Allamah Thaba'thabai menjelaskan bahwa kata " kaana " dalam ayat ke 86 menunjukkan bahwa doa ini diungkapkan oleh Nabi Ibrahim as. setelah kematian Azar dan pengusirannya kepada Nabi Ibrahim as. ( Tafsir al Mizan 7/163).

Setelah Nabi Ibrahim as. mengungkapkan doa itu, dan itu sekedar menepati janjinya saja kepada Azar, Allah menyatakan bahwa tidak layak bagi seorang nabi memintakan ampun untuk orang musyrik, maka beliau berlepas tangan ( tabarri ) dari Azar setelah jelas bahwa ia adalah musuh Allah swt. (lihat surat al Taubah 114 ) Kemudian pada perjalanan kehidupan Nabi Ibrahim yang terakhir, beliau datang ke tempat suci Mekkah dan mempunyai keturunan, kemudian membangun kembali ka'bah, beliau berdoa, " Ya Tuhan kami, ampunilah aku, kedua walid- ku dan kaum mukminin di hari tegaknya hisab ".            (Ibrahim 41).

Kata "walid " hanya mempunyai satu makna yaitu yang melahirkan. Dan yang dimaksud dengan "walid " disini tidak mungkin Azar, karena Nabi Ibrahim telah ber-tabarri dari Azar setelah mengetahui bahwa ia adalah musuh Allah ( al taubah 114 ). Dengan demikian, maka yang dimaksud dengan walid disini adalah orang tua yang melahirkan beliau, dan keduanya adalah orang-orang yang beriman. Selain itu, kata walid disejajarkan dengan dirinya dan kaum mukminin, yang mengindikasikan bahwa walid- beliau bukan kafir. Ini alasan yang pertama. 

Alasan yang kedua, adalah ayat yang berbunyi, " Dan perpindahanmu ( taqallub) di antara orang-orang yang sujud ".( al Syua'ra 219 ). Sebagian ahli tafsir menafsirkan bahwa yang dimakasud dengan ayat ini adalah bahwa diri nabi Muhammad saww. berpindah-pindah dari sulbi ahli sujud ke sulbi ahli sujud. Artinya ayah-ayah Nabi Muhammad dari Abdullah sampai Nabi Adam adalah orang-orang yang suka bersujud kepada Allah. (lihat tafsir al Shofi tulisan al Faidh al Kasyani 4/54 dan Majma' al Bayan karya al Thabarsi 7/323 ). 

Nabi Ibrahim as. beserta ayah kandungnya termasuk kakek Nabi Muhammad saww. Dengan demikian, ayah kandung Nabi Ibrahim as. adalah seorang yang ahli sujud kepada Allah swt. Tentu selain alasan-alasan di atas, terdapat bukti-bukti lain dari hadis Nabi yang menunjukkan bahwa ayah kandung Nabi Ibrahim as. bukan orang kafir.[]
Sumber: BULETIN AL-JAWAD [edisi ke-9/tahun x/dzulqaidah-dzulhijjah 1421 hijriah]

5 comments:

  1. Allamah Thaba’thabai <= Syiah koq dijadikan rujukan dalam i'tiqad,..ya rusak,...

    ReplyDelete
  2. tentulah selamat kalau khayrul bariyah dijadikan rujukan

    ReplyDelete
  3. Luar BIASA....terimakasih atas penjelasannya..salam kenal dari team www.banjarkuumaibungasnya.blogspot.com....iyakah jar...^_^...

    ReplyDelete
  4. terima kasih atas perkongsiannya. beza perkataan ab dan walid .

    ReplyDelete
  5. haha....syiah lo, terus siapa bapak nabi ibrahim klw bukan azar/tarikh?

    ReplyDelete