Monday, June 18, 2012

Kang Jalal: Boleh Tidaknya Orang non-Islam Masuk Masjid


14 03 2012
Mungkin contoh lebih kongkrit adalah masalah boleh tidaknya orang non-Islam masuk masjid berdasar dalil “innamâ ya‘muru masâjidallâh…” (yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang beriman saja)? 

JALALUDDIN RAKHMAT: Betul. Untuk sampai pada kesimpulan begitu kan melalui proses berpikir. Alquran secara tegas begini: “Sesungguhnya yang memakmurkan mesjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman pada Allah…” Ayat itu sebetulnya berbentuk “berita” saja. Tapi apakah defenisi “memakmurkan” di situ termasuk di dalamnya kegiatan memasuki masjid? Terus, ayat itu kan tidak secara eksplisit mengatakan kalau orang kafir tidak boleh masuk masjid. Di situ, yang dikatakan hanya orang mukminlah yang memakmurkan masjid.

Konon, katanya ada ‘adât al-taqshîr (kata yang berfungsi sebagai pembatas), pada kata innamâ (hanya/saja -red). Kalau ada kata innamâ, itu berarti ada pembatasan. Lalu, ada proses penyimpulaan dengan mekanisme mafhûm al-mukhâlafah (analogi terbalik -red). Ahli fikih sampai pada kesimpulan: “Bila dalam redaksinya hanya orang-orang mukmin yang memakmurkan masjid, maka mafhûm mukhâlafah-nya, yang tidak beriman tidak boleh memakmurkan masjid. Tapi perlu diingat, dalam Ushul Fikih saja, pemakaian mafhûm mukhâlafah ini juga polemik di kalangan ulama. Polemik itu menyangkut apakah ia boleh dijadikan dalil atau tidak? Sebagian ulama mengatakan tidak boleh. Jadi, dari sini jelas terlihat banyaknya proses berpikir dalam penyimpulan hukum Islam. 

[wawancara Ulil Abshar-Abdalla dengan Jalaluddin Rakhmat yang disiarkan Radio 68H, Kamis 13 Juni 2002]

No comments:

Post a Comment