Surat Al-Maidah: 67
يَأَيهَا الرَّسولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْك مِن رَّبِّك وَ إِن لَّمْ تَفْعَلْ فَمَا بَلَّغْت رِسالَتَهُ وَ اللَّهُ يَعْصِمُك مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لا يهْدِى الْقَوْمَ الْكَفِرِينَ
“Wahai Rasul, sampaikan apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, dan jika kamu tidak melakukan berarti kamu tidak menyampaikan risalah-Nya. Allah menjagamu dari bahaya manusia, sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”
Makna yang terkandung dalam ayat ini: Sampaikan bagian yang terpenting dari risalah Tuhanmu, jika kamu tidak melakukannya berarti kamu tidak menyampaikan seluruh risalah-Nya.
Hadis-hadis yang shahih dan mutawatir yang bersumber dari Ibnu Abbas, Jabir Al-Anshari, Abu Said Al-Khudri, Ibnu Mas’ud, Barra’ bin Azib dan Abu Hurairah menyatakan bahwa ayat ini turun kepada Rasulullah saw dalam haji wada’ untuk memproklamirkan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa) di Ghadir Khum.
Pendapat di kalangan Ahlussunnah
Tentang sebab turunnya ayat ini kitab-kitab Ahlussunnah menyebutkan riwayat-riwayat hadis yang sangat bervariatif. Jika kita pahami secara teliti riwayat-riwayat itu dapat kita kelompokkan ke dalam enam pendapat.
Pendapat yang pertama
Ayat ini turun pada awal kenabian. Ayat ini turun karena Nabi saw takut kepada orang-orang kafir dalam menyampaikan risalah Allah swt. Setelah mendapat jaminan dari ayat ini Nabi saw merasa aman dalam menyampaikan risalah-Nya. Kesimpulan pendapat ini: ayat ini turun 23 tahun sebelum turunnya surat Al-Maidah.
Pendapat ini berdasarkan riwayat yang semakna dengan riwayat yang bersumber dari Abu Asy-Syaikh bahwa Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mengutusku untuk menyampaikan risalah, lalu aku merasa khawatir dan aku tahu bahwa manusia akan mendustakanku; kemudian Allah memberi jaminan kepadaku untuk menyampaikan risalah atau mengazabku, lalu Allah menurunkan (ayat ini) Ya Ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka mir Rabbika.
Riwayat ini terdapat dalam:
1. Ad-Durrul mantsur As-Suyuthi jilid 2 halaman 298.
2. Asbabun Nuzul Al-Wahidi, jilid 1 halaman 438.
Pendapat yang kedua
Ayat ini turun di Mekkah sebelum hijrah.
Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Jabir Al-Anshari, ia berkata: Jika Rasulullah saw akan keluar rumah datanglah Abu Thalib untuk mendampingi dan menjaganya. Sehingga turunlah ayat Wallahu ya’shika minannas. Kemudian datang lagi Abu Thalib ketika Rasulullah saw hendak pergi, lalu beliau berkata kepadanya: “Wahai pamanku, Allah telah menjagaku, karena itu aku tidak butuh pendamping untuk menjagaku.” (Ad-Durrul Mantsur 2: 298-299).
Thabrani, Abu Asy-Syaikh dan Abu Naim meriwayatkan dalam kitab Ad-Dalail, Ibnu Mardawaih dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: Nabi saw perlu pendamping untuk menjaganya, maka diutuslah Abu Thalib untuk mendampinginya. Setiap hari tokoh-tokoh dari Bani Hasyim menjaganya. Kemudian Nabi saw bersabda: Wahai pamanku, Allah telah menjagaku sehingga aku tidak perlu lagi pendamping untuk menjagaku. (Mu’jam Al-Kabir, Ath-Thabrani 11: 205).
Pendapat yang ketiga
Ayat ini turun di Madinah tanpa ada peristiwa yang penting. Suyuthi mengutip beberapa riwayat yang berkaitan dengan ayat ini bahwa Nabi saw tidak perlu adanya penjagaan, baik di Mekkah maupun di Madinah.
Suyuthi mengatakan dalam kitabnya Ad-Drrul Mantsur 2: 298-299:
Thabrani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari ‘Ishmah bin Malik Al-Khathami, ia berkata: kami menjaga Rasulullah saw pada malam hari, sehingga turunlah ayat ini, maka kami tidak perlu lagi menjaga beliau.
Thabrani dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari ‘Ishmah bin Malik Al-Khathami, ia berkata: kami menjaga Rasulullah saw pada malam hari, sehingga turunlah ayat ini, maka kami tidak perlu lagi menjaga beliau.
Ibnu Jarir dan Abu Asy-Syaikh meriwayatkan Said bin Jubair, ia berkata: Ketika ayat ini turun Rasulullah saw bersabda: “Janganlah kalian menjagaku, karena Tuhanku telah menjagaku.”
Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih meriwayatkan dari Abdullah bin Syaqiq bahwa Rasulullah saw selalu diikuti sekelompok sahabatnya sehingga turun ayat ini. Ketika turun ayat ini Nabi saw keluar rumah dan bersabda: “Jagalah siapa yang perlu kalian jaga, karena Allah telah menjagaku dari bahaya manusia.”
Abd bin Hamid, Ibnu Jarir dan Abu Syaikh meriwayatkan dari Muhammad bin Ka’b Al-Qurazhi bahwa Rasulullah saw senantiasa butuh penjagaan sahabatnya, sehingga turun ayat ini, dan mereka tidak menjaga beliau setelah ada berita Nabi saw dijaga oleh Allah dari bahaya manusia.
Benarkah Rasulullah saw tidak perlu dijaga? Sementara banyak riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah saw tetap dijaga baik di Mekkah maupun di Madinah sampai beliau wafat.
Di antara hadis-hadis tentang sirah Nabi saw yang disepakati adalah beliau mengharapkan kabilah-kabilah arab untuk menjaganya dan melindunginya dari rencana-rencana pembunuhan agar beliau dapat menyampaikan risalah Allah azza wa jalla. Para sahabat Anshar berbaiat kepada Nabi saw, dengan baiat Aqabah, untuk menjaga Nabi saw dan menjaga Ahlul baitnya sebagaimana mereka menjaga diri mereka dan keluarga mereka. Dengan demikian, sekiranya ayat ini turun di Mekkah, niscaya tidak perlu semua penjagaan itu.
Kitab-kitab hadis, tafsir dan tarikh di kalangan Ahlussunnah dipenuhi oleh riwayat-riwayat tentang penjagaan terhadap Nabi saw di Mekkah dan di Madinah, khususnya dalam peperangan, sampai beliau wafat.
Musnad Ahmad 2: 222 meriwayatkan bahwa pada tahun perang Tabuk Rasulullah saw melakukan shalat malam, tokoh-tokoh sahabat berkumpul di belakang Nabi saw untuk menjaganya…
Kita tahu bahwa perang Tabuk itu terjadi pada akhir tahun dari kehidupan Nabi saw. Riwayat ini sebenarnya sudah cukup untuk menolah pendapat tersebut. Riwayat ini dijadikan pegangan oleh para ahli hadis, penulis-penulis kitab Sirah untuk menjelaskan penjagaan terhadap Nabi saw, kisah-kisahnya, nama-nama mereka dan kisah-kisah mereka.
Anehnya, sebagaimana kita cermati, sebagian mereka menyebutkan tentang perlunya penjagaan terhadap Nabi saw, kemudian mengatakan tidak perlu lagi penjagaan setelah ayat ini turun di Mekkah sebelum hijrah atau sesudah hijrah. Seolah-olah mereka mengingkari janji dan berusaha menjauhkan ayat ini dari peristiwa Al-Ghadir.
Orang yang menjaga Nabi saw di siang hari dalam perang Badar ketika beliau tidur: Sa’d bin Mu’ad. Dalam perang Uhud: Muhammad bin Musallamah. Dalam perang Khandaq: Zubair bin Awwam. Yang menjaga malam hari dalam perang Khaibar: Abu Ayyub Al-Anshari. Kemudian Rasulullah saw berdoa: “Ya Allah, jagalah Abu Ayyub sebagaimana ia tidak tidur untuk menjagaku.” Adapun yang menjaga di lembah-lembah pegunungan: Bilal, Sa’d bin Abi Waqqash, dan Dzikwan bin Abdu Qais; di bawah pimpinan ‘Ubbad bin Basyir. Ketika ayat ini turun, mereka meninggalkan penjagaan. (‘Uyunul Atsar 2: 402)
Kesimpulannya, pendapat yang mengatakan bahwa Nabi saw tidak perlu lagi penjagaan, tidak punya dalil dari Sirah Nabi saw, justru dalil yang mereka gunakan bertentangan dengan Sirah Nabi saw. Yakni, Bani Hasyim menjaga Nabi saw di Mekkah sampai beliau hijrah, kemudian sebagian sahabat-sahabatnya menjaga beliau di Madinah sampai beliau wafat.
Pendapat yang keempat
Ayat ini turun di Madinah pada tahun kedua hijrah, sesudah perang Uhud.
Suyuthi mengutip riwayat dalam Ad-Durrul Mantsur 2: 291: Ibnu Abi Syaibah dan Ibnu Jarir meriwayatkan dari Athiyah bin Sa’d, ia berkata: Ubadah bin Shamit dari Bani Harits bin Khazraj datang kepada Rasulullah saw, lalu ia berkata: Ya Rasulallah, aku punya pemimpin dari yahudi yang jumlahnya banyak, dan aku berlindung kepada Allah dan Rasul-Nya dari kepemimpinan yahudi, aku berpemimpin kepada Allah dan Rasul-Nya.
Kemudian Abdullah bin Ubay berkata: Aku takut pada segala yang memusingkan, dan aku tidak berlepas dari kepemimpinan para pemimpin. Kemudian Rasulullah saw bersabda: Wahai Aba Hubbab, tahukah kamu orang yang dituju oleh Ubadah tentang kepemimpinan yahudi, dia adalah kamu bukan yang lain. Kemudian aku menghadap, lalu turunlah ayat ini.
Pendapat yang kelima
Ayat ini turun ketika ada seseorang berusaha memperdaya dan membunuh Nabi saw dalam perang Bani Anmar yang dikenal Dzatur Riqa’.
As-Suyuthi mengutip riwayat ini dalam kitabnya Ad-Durrul Mantsur 2: 298-299:
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Ketika Rasulullah saw berada dalam peperangan Bani Anmar, beliau berhenti di Dzat Ar-Riqa’. Ketika beliau sedang duduk di dekat sumur dan menyelonjorkan kedua kakinya, Ghaurits bin Harits berkata: Aku akan membunuh Muhammad. Kemudian para sahabatnya berkata kepadanya: Bagaimana mungkin kamu bisa membunuhnya? Aku berkata kepadanya: Berikan pedangmu padaku, jika ia memberikan pedangnya kepadaku aku akan membunuhnya. Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw dan berkata: Wahai Muhammad, berikan pedangmu padaku, aku ingin melihatnya. Rasulullah saw memberikannya, dan ia gemetar tangannya. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Kekuatan Allah berada di antara aku dan keinginanmu.” Ketika itulah Allah menurunkan ayat Ya Ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka min Rabbika …
Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, ia berkata: Ketika Rasulullah saw berada dalam peperangan Bani Anmar, beliau berhenti di Dzat Ar-Riqa’. Ketika beliau sedang duduk di dekat sumur dan menyelonjorkan kedua kakinya, Ghaurits bin Harits berkata: Aku akan membunuh Muhammad. Kemudian para sahabatnya berkata kepadanya: Bagaimana mungkin kamu bisa membunuhnya? Aku berkata kepadanya: Berikan pedangmu padaku, jika ia memberikan pedangnya kepadaku aku akan membunuhnya. Kemudian ia mendatangi Rasulullah saw dan berkata: Wahai Muhammad, berikan pedangmu padaku, aku ingin melihatnya. Rasulullah saw memberikannya, dan ia gemetar tangannya. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Kekuatan Allah berada di antara aku dan keinginanmu.” Ketika itulah Allah menurunkan ayat Ya Ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka min Rabbika …
Dalam riwayat yang lain menyebutkan: Ketika Rasulullah saw berhenti di suatu tempat yang dipilihkan oleh para sahabatnya di dekat pohon, kemudian beliau tertidur di bawah pohon itu. Kemudian datanglah seorang arab dusun lalu menghunus pedangnya dan berkata: Siapakah yang akan menghalangimu dariku? Rasulullah saw menjawab: Allah. Maka gemetarlah tangan orang arab dusun itu dan jatuhlah pedangnya. Perawi riwayat ini mengatakan: Ia tertimpa oleh pohon sampai berserakan otaknya. Ketika itulah Allah menurunkan ayat ini.
Benarkah ayat ini turun dalam peristiwa tersebut?
Dalam Sirah Ibnu Hisyam 3: 225 disebutkan: Perang Bani Anmar (Dzat Ar-Riqa’) terjadi pada tahun keempat hijrah. Yakni, beberapa tahun sebelum turunnya Surat Al-Maidah.
Dalam Sirah Ibnu Hisyam 3: 227 disebutkan: bahwa kisah Ghaurits tidak berkaitan dengan turunnya Surat Al-Maidah: 67, tetapi berkaitan dengan turunnya Surat Al-Maidah: 11. Ini pun tidak benar, karena ayat ini termasuk ke dalam surat Al-Maidah.
Banyak riwayat yang menyebutkan bahwa perang Dzat-Ar-Riqa’ berkaitan dengan disyariatkannya shalat Khauf, tidak berkaitan dengan Surat Al-Maidah: 67. Riwayat ini terdapat di dalam:
1. Shahih Bukari jilid 5, halaman 53: Bersumber dari Jabir bin Abdullah (ra).
2. Mustadrak Al-Hakim jilid 3, halaman 29; Al-Hakim mengatakan: riwayat ini shahih menurut persyaratan Bukhari dan Muslim.
3. Musnad Ahmad jilid 3, halaman 364 dan 390; dan jilid 4 halaman 59.
4. Majma’ Az-Zawaid 8: 9.
5. Al-Kafi 8: 127.
1. Shahih Bukari jilid 5, halaman 53: Bersumber dari Jabir bin Abdullah (ra).
2. Mustadrak Al-Hakim jilid 3, halaman 29; Al-Hakim mengatakan: riwayat ini shahih menurut persyaratan Bukhari dan Muslim.
3. Musnad Ahmad jilid 3, halaman 364 dan 390; dan jilid 4 halaman 59.
4. Majma’ Az-Zawaid 8: 9.
5. Al-Kafi 8: 127.
Pendapat yang keenam
Penutur riwayat dalam kelompok ini tidak menyebutkan tahun dan peristiwa penting turunnya ayat ini, mereka hanya mengatakan bahwa ayat ini turun untuk menguatkan Nabi saw dalam hal kewajiban menyampaikan risalah.
Ad-Durrul Mantsur 2: 299 mengutip riwayat yang bersumber dari Abd bin Hamid, Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim dan Abu Asy-Syaikh dari Qatadah tentang ayat ini, ia berkata: Allah telah memberitakan kepada Nabi saw bahwa Dia akan melindungi dan menjaganya dari bahaya manusia, dan memerintahkan kepadanya agar menyampaikan risalah-Nya. Diberitakan kepada kami bahwa Nabi saw pernah ditanyai: Sekiranya engkau dijaga oleh Allah? Nabi saw menjawab: “Demi Allah, Allah tidak akan membiarkan aku dari bahaya manusia apa yang kutinggalkan pada mereka sesudahku.”
Pendapat ini mirip pendapat yang pertama hanya tidak menyebutkan fokus peristiwanya. Pendapat ini sudah terbantah oleh pendapat sebelumnya. Apalagi riwayat ini tidak sesuai dengan makna yang terkandung di dalam surat Al-Maidah: 67.
Renungan bagi kita
Mengapa terjadi bermacam-macam riwayat hadis yang saling berbeda secara subtasial? Apakah sahabat-sahabat Nabi saw tidak mengetahui secara pasti kapan dan apa latar belakang turunnya ayat ini? Apakah mereka tidak berada di dekat Nabi saw ketika ayat ini turun? Atau mereka tidak bertanya kepada Nabi saw? Mungkinkah Nabi saw tidak menjelaskan ayat ini kepada mereka? Ataukah sebagian ulama pasca sahabat yang membelokkan penjelasan sahabat Nabi saw? Jawabannya: Bagi para sahabat Nabi saw tidak mungkin tidak mengetahui secara pasti peristiwa ini, karena hampir seluruh sahabat mengikuti Nabi saw dalam haji wada’ dan menyaksikan khutbahnya di Ghadir Khum.
Yang jelas sebagian dari mereka ingin menghilangkan jejak bahwa ayat ini berkaitan dengan pengangkatan Imam Ali bin Abi Thalib (sa) sebagai pemimpin pasca Rasulullah saw. Tidak jarang ayat Al-Qur’an atau hadis Nabi saw dibelokkan dari makna yang sebenarnya karena kepentingan politik, yang umumnya dilakukan oleh penguasa dan ulama di sekitar penguasa. Hal ini tidak hanya terjadi di zaman dahulu, tetapi juga terjadi di zaman kita. Na’udzu billah, kita berlindung kepada Allah swt, semoga Dia menyelamatkan kita dari kelompok mereka ini.
Pendapat yang sesuai dengan Ahlul Bait Nabi saw
Pendapat ini mengatakan bahwa ayat ini turun kepada Rasulullah saw pada hari Ghadir Khum sehubungan dengan perintah memproklamirkan kepemimpinan Imam Ali bin Abi Thalib (sa) sebagai pemimpin pasca Rasulullah saw.
Ad-Durrul Mantsur 2: 298 mengutip riwayat yang bersumber dari Ibnu Abi Hatim, Ibnu Mardawaih dan Ibnu Asakir dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata: Ayat ini yaitu Ya Ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka min Rabbika turun kepada Rasulullah saw pada hari Ghadir Khum sehubungan dengan Ali bin Abi Thalib.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih dari Ibnu Mas’ud, ia berkata: Di zaman Rasulullah saw kami membaca: “Ya Ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka min Rabbika – Anna Ali mawla al-mu’minin (Ali pemimpin orang-orang mukmin) – wa in lam taf’al fama ballaghta risalatahu, wallahu ya’shimuka min an-nasi.”
Dalam Al-Mi’yar wal Mawazin: 213 meriwayatkan dari Jabir bin Abdullah dan Abdullah bin Abbas, mereka berkata: Allah memerintahkan kepada Muhammad agar mengangkat Ali bin Abi Thalib di hadapan manusia dan memberitakan kepemimpinannya kepada mereka. Rasulullah saw khawatir mereka mengatakan: “Dia terlalu mencintai anak pamannya”. Dan beliau khawatir juga mereka mencerca Ali bin Thalib. Kemudian Allah menurunkan wahyu kepadanya: Ya ayyuhar Rasul balligh ma unzila ilayka min Rabbika. Kemudian Rasulullah saw berdiri memproklamirkan kepemimpinan Ali bin Abi Thalib pada hari Ghadir Khum.
Riwayat yang semakna dengan riwayat tersebut terdapat dalam:
1. Syawahid At-Tanzil jilid 1 halaman 157, hadis ke 221.
2. Tarikh Damsyiq Ibnu Asakir jilid 2 halaman 85, cetakan pertama, hadis ke 585 dan 586.
3. Tafsir Al-Mizan jilid 6 halaman 45, mengutip dari Tafsir Ast-Tsa’labi tentang ayat ini: Ketika Rasulullah saw memegang tangan Ali, beliau bersabda: “Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali juga pemimpinnya. Ya Allah, sayangi orang yang menyayangi Ali dan musuhi orang yang memusuhinya.”
4. Al-Ghadir Al-Amini jilid 1 halaman 192: Ayat ini turun pada tanggal 18 Dzul-Hijjah tahun Haji Wada’.
5. Asbabun Nuzul Al-Wahidi, halaman 115 cet. Al-Halabi Mesir; halaman 150 cet. Al-Hindiyah Mesir.
6. Tafsir Al-Kabir Fakhur Razi, jilid 12 halaman 50 cet. Mesir 1375 H; jilid 3 halaman 637 cet. Ad-Dar Al-Amirah Mesir.
7. Tafsir Fathul Qadir Asy-Syaukani, jilid 2 halaman 60 cet Al-Halabi; halaman 57 cet. Pertama.
8. Tafsir Al-Manar Syeikh Muhammad Abduh, jilid 6 halaman 463.
9. Tafsir An-Naisaburi jilid 6 halaman 470.
10. Tafsir Ruhul Ma’ani Al-Alusi, jilid 2 halaman 348.
No comments:
Post a Comment