Sunday, June 17, 2012

Menyambung Tali Persaudaraan




Oleh: Jalaluddin Rakhmat

Abdullah bin Abi Awfa bercerita: Kami waktu itu sedang berkumpul bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Aalihi wasallam. Tiba-tiba beliau berkata: “Janganlah duduk bersamaku hari ini orang yang memutuskan persaudaraan.” Segera seorang pemuda berdiri meninggalkan majelis Rasulullah. Rupanya sudah lama ia bertengkar dengan bibinya. Ia lalu meminta maaf kepada bibinya dan bibinya pun memaafkannya. Setelah itu, barulah ia kembali kepada majelis Nabi. Nabi Saw berkata: “Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang di situ ada orang yang memutuskan persaudaraan. (Al-Targhib 3:345)

Perhatikanlah keluarga kita, kaum yang paling kecil. Bila di dalamnya ada beberapa orang yang sudah tidak saling menegur, sudah saling menjauhi, apalagi kalau di belakang saling menohok dan memfitnah, maka rahmat Allah akan dijauhkan dari seluruh anggota keluarga itu. Kemudian, perhatikan umat Islam Indonesia, kaum yang lebih luas. Bila di dalamnya masih ada kelompok yang mengkafirkan kelompok yang lain, atau membentuk jamaah tersendiri dan mengasingkan diri dari jamaah yang lain, atau tidak mau bershalat jamaah degnan kelompok yang pendapatnya berbeda, maka seluruh umat akan terputus dari rahmat Allah SWT.

“Maukah kalian aku tunjuki amal yang lebih besar pahalanya dari shalat dan puasa? Tanya Rasulullah Sawaw kepada sahabat-sahabatnya.” “Tentu saja,” jawab mereka. Rasulullah menjawab, “Engkau damaikan orang-orang yang bertengkar.” Menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang berpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka adalah amal shaleh yang besar pahalanya. “Barang siapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rizkinya, hendaklah ia menyambungkan persaudaraan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Abu Dzar adalah sahabat yang sangat dikasihi Nabi. Ialah orang yang pertama mengucapkan salam Islam di zaman jahiliah. Ia pernah menahan rasa hausnya, walaupun kantor air ia gantungkan di pinggangnya dan baru akan meminum air itu, setelah Rasulullah Sawaw meminumnya. Ia dipuji Nabi sebagai sahabat yang lidahnya paling jujur. Ia hidup sederhana dan bergabung dengan orang-orang yang sederhana. Islam telah mengubah masa lalunya sebagai pemberontak menjadi masa kininya sebagai pejuang.

Banyaklah nasihat Nabi kepada Abu Dzar. Salah satu di antaranya adalah: “Kekasihku Nabi yang mulia berwasiat kepadaku beberapa hal yang baik: Ia berwasiat agar aku tidak memandang orang yang di atasku dan hendaknya memandang orang yang dibawahku. Ia mewasiatkan kepadaku untuk menyayangi orang miskin dan akrab dengan mereka. Ia mewasiatkan kepadaku untuk menyambung persaudaraan walaupun dengan orang yang menjauhiku. Ia mewasiatkan kepadaku untuk tidak takut kepada kecaman orang yang mengecam dalam menegakkan agama Allah. Ia mewasiatkan kepadaku untuk mengatakan yang benar walaupun pahit. Dan akhirnya ia mewasiatkan kepadaku untuk memperbanyak La hawla wa la quwwata illa billah, karena kalimat itu termasuk perbendaharaan surga.” (HR. Al-Thabrani dan Ibnu Hiban; lihat juga Al-Targhib 3:337)

No comments:

Post a Comment