JAWAPAN KRITIKAN KEPADA HADIS MANZILAH
Ternyata Hadis Manzilah Diucapkan Nabi SAW Selain Pada Perang Tabuk [2]
Tulisan ini hanya sedikit tambahan pada tulisan sebelumnya dengan judul yang sama. Kali ini kami akan menambahkan jawaban terhadap syubhat salafiy [dan siapapun yang mengikutinya] soal hadis Asma’ binti Umais.
Telah menceritakan kepada kami Abdullah yang berkata telah menceritakan kepadaku Ayahku yang berkata telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Numair yang berkata telah menceritakan kepada kami Musa Al Juhani yang berkata telah menceritakan kepadaku Fathimah binti Ali yang berkata telah menceritakan kepadaku Asma’ binti Umais yang berkata aku mendengar Rasulullah SAW berkata “wahai Ali engkau di sisiKu seperti kedudukan Harun di sisi Musa kecuali tidak ada Nabi setelahku” [Musnad Ahmad 6/438 no 27507 dinyatakan shahih oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth]
Asma’ binti Umais termasuk wanita yang tinggal di Madinah saat perang Tabuk dan terbukti dalam riwayat shahih kalau hadis manzilah diucapkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] setelah Beliau berangkat keluar dari Madinah yaitu di Jarf. Jarf termasuk wilayah yang jaraknya lebih kurang lima km dari Madinah. Jika Asma’ binti Umais yang tidak ikut perang Tabuk mengaku mendengar langsung Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengucapkan hadis manzilah maka pendengaran itu pasti terjadi selain dari saat perang Tabuk.
.
.
.
Diantara syubhat untuk menolak hujjah ini adalah mereka mengatakan tidak ada riwayat shahih kalau hadis Manzilah diucapkan di Jarf. Syubhat ini sangat terang kebathilannya karena hanya berlandaskan ketidaktahuan akan riwayat. Sebelumnya kami telah membawakan berbagai hadis yang menguatkan kalau Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] mengucapkan hadis manzilah setelah Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] berangkat dari Madinah. Dalam tulisan sebelumnya kami mengutip riwayat dalam Tarikh Al Islam Adz Dzahabi bahwa tempat yang dimaksud adalah Jarf. Berikut hadis dengan sanad yang lengkap
Telah menceritakan kepada kami Abu Salamah Yahya bin Khalaf yang berkata telah menceritakan kepada kami Wahab bin Jarir yang berkata telah menceritakan kepada kami ayahku yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Ishaq yang berkata telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Thalhah bin Yazid bin Rukaanah dari Ibrahim bin Sa’ad dari ayahnya Sa’ad yang berkata ketika Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] sampai di Jarf, Ali datang dengan membawa senjatanya dan ia berkata “wahai Rasulullah engkau telah meninggalkanku dan engkau tidak pernah meninggalkanku dalam perang sebelumnya dan sungguh orang-orang munafik menganggap engkau meninggalkanku karena engkau mengira aku merasa berat untuk berjihad”. Sa’ad berkata maka aku mendengar Rasulullah[shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda] “tidakkah engkau ridha wahai Ali bahwa kedudukanmu di sisiku seperti Harun di sisi Musa kecuali sesungguhnya tidak ada Nabi setelahku maka kembalilah untuk mengurus keluargaku dan keluargamu”. [As Sunnah Ibnu Abi Ashim no 1332]
Hadis ini sanadnya shahih diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqat termasuk Muhammad bin Ishaq, ia dinyatakan melakukan tadlis tetapi dalam hadis ini ia telah menjelaskan sima’ nya maka tidak ada masalah dengan riwayatnya. Hadis ini juga dimasukkan Ibnu Ishaq dalam sirah-nya [Sirah Ibnu Hisyam 2/520]
- Yahya bin Khalaf Abu Salamah termasuk perawi Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Termasuk guru Imam Muslim dan Ibnu Hibban telah memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 11 no 342]. Ibnu Hajar menyatakan “shaduq” [At Taqrib 2/301]
- Wahab bin Jarir bin Hazm adalah perawi kutubus sittah yang tsiqat. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Al Ijli menyatakan tsiqat. Ibnu Sa’ad menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 11 no 273]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 2/292]
- Jarir bin Hazm ayahnya Wahab termasuk perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Ma’in menyatakan tsiqat. Al Ijli menyatakan tsiqat. Nasa’i berkata “tidak ada masalah padanya”. Abu Hatim berkata shaduq shalih. Ibnu Ady menyatakan kalau ia hadisnya lurus shalih kecuali riwayatnya dari Qatadah. Syu’bah berkata “aku belum pernah menemui orang yang lebih hafiz dari dua orang yaitu Jarir bin Hazm dan Hisyam Ad Dustuwa’i. Ahmad bin Shalih, Al Bazzar dan Ibnu Sa’ad menyatakan ia tsiqat [At Tahdzib juz 2 no 111]. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat tetapi riwayatnya dari Qatadah dhaif [At Taqrib 1/158]
- Muhammad bin Ishaq bin Yasar adalah penulis kitab sirah yang terkenal. Ibnu Hajar mengatakan ia seorang yang imam dalam sejarah, shaduq melakukan tadlis dan bertasyayyu’ [At Taqrib 2/54]. Tetapi dalam hadis ini Muhammad bin Ishaq menyebutkan lafal “haddatsani” maka hadisnya shahih.
- Muhammad bin Thalhah bin Yazid bin Rukaanah adalah perawi Abu Dawud, Nasa’i dalam Khasa’is dan Ibnu Majah. Ibnu Ma’in dan Abu Dawud menyatakan tsiqat. Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat. Ibnu Sa’ad berkata “hadisnya sedikit” [At Tahdzib juz 9 no 383]. Ibnu Hajar berkata “tsiqat” [At Taqrib 2/90]
- Ibrahim bin Sa’ad bin Abi Waqash termasuk perawi Bukhari Muslim, Nasa’i dan Ibnu Majah. Ibnu Sa’ad menyatakan tsiqat. Al Ijli menyatakan tsiqat dan Ibnu Hibban memasukkannya dalam Ats Tsiqat [At Tahdzib juz 1 no 217].
Jadi hadis manzilah memang diucapkan Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] ketika Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam] bersama para sahabatnya tiba di Jarf dimana Imam Ali keluar dari madinah dan menyusul Beliau [shallallahu ‘alaihi wasallam].
.
.
.
Syubhat lain yang dilontarkan para pengingkar adalah Asma’ binti Umais bukan termasuk wanita yang tinggal di Madinah saat perang Tabuk karena dalam sejarah sering kali terdapat wanita yang ikut dalam perang untuk mengobati sahabat yang luka atau membawakan minuman untuk para sahabat. Inti syubhat mereka adalah bisa saja Asma’ binti Umais juga ikut dalam perang Tabuk.
Syubhat ini tidak memiliki dalil. Justru terdapat dalil yang jelas kalau pada saat perang Tabuk para wanita dan anak-anak tinggal di Madinah. Mengecualikan Asma’ binti Umais sebagai wanita yang tidak tinggal di Madinah jelas membutuhkan dalil.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْحَكَمِ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى تَبُوكَ وَاسْتَخْلَفَ عَلِيًّا فَقَالَ أَتُخَلِّفُنِي فِي الصِّبْيَانِ وَالنِّسَاءِ قَالَ أَلَا تَرْضَى أَنْ تَكُونَ مِنِّي بِمَنْزِلَةِ هَارُونَ مِنْ مُوسَى إِلَّا أَنَّهُ لَيْسَ نَبِيٌّ بَعْدِي
Telah menceritakan kepada kami Musaddad yang berkata telah menceritakan kepada kami Yahya dari Syu’bah dari Al Hakam dari Mush’ab bin Sa’d dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW berangkat keluar menuju Tabuk dan menugaskan Ali. Kemudian Ali berkata “Engkau menugaskanku untuk menjaga anak-anak dan wanita”. Nabi SAW berkata “Tidakkah engkau rela bahwa engkau di sisiku seperti kedudukan Harun di sisi Musa kecuali tidak ada Nabi setelahku” [Shahih Bukhari 3/6 no 4416]
Tidak ada pengecualian dalam hadis di atas, para wanita dan anak-anak saat itu tetap tinggal di Madinah. Barang siapa mengatakan ada wanita yang ikut dalam perang Tabuk maka hendaknya ia menunjukkan dalilnya. Kemudian perhatikan hadis berikut
Telah mengabarkan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah yang berkata telah menceritakan kepada kami Humaid bin ‘Abdurrahman Ar Ruaasiy dari Hasan bin Shalih dari Aswad bin Qais dari Sa’id bin ‘Amru dari Ummu Kabsyah wanita dari Al Qudha’ah sesungguhnya ia meminta izin kepada Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] untuk ikut dalam perang. Maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “tidak”. Ia berkata “wahai Rasulullah, aku mengobati orang yang luka-luka dan merawat orang yang sakit”. Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata “tinggallah, jangan sampai orang-orang mengatakan kalau Muhammad membawa wanita dalam perang” [Thabaqat Ibnu Sa’ad 8/308]
Hadis ini sanadnya shahih, diriwayatkan oleh para perawi tsiqat. Hadis ini juga disebutkan Ibnu Hajar dalam Al Ishabah biografi Ummu Kabsyah dimana ia mengatakan kalau peristiwa di hadis ini terjadi setelah masa Fathul Makkah [Al Ishabah 8/283 no 12215].
- ‘Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah adalah Abu Bakar bin Abi Syaibah seorang hafizh yang tsiqat sebagaimana disebutkan Ibnu Hajar [At Taqrib 1/528]
- Humaid bin ‘Abdurrahman Ar Ruaasiy perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Hajar menyatakan ia tsiqat [At Taqrib 1/245]
- Hasan bin Shalih bin Hay Al Hamdaniy termasuk perawi Muslim. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang ahli ibadah yang tsiqat dan tasyayyu’ [At Taqrib 1/205]
- Al Aswad bin Qais termasuk perawi kutubus sittah yang tsiqat. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/102]
- Sa’id bin ‘Amru bin Sa’id bin Ash termasuk perawi Bukhari Muslim. Ibnu Hajar menyatakan ia seorang yang tsiqat [At Taqrib 1/361]
Hadis ini sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim. Memang dalam perang sering terdapat beberapa wanita juga ikut untuk mengobati orang-orang yang luka atau memberikan minuman kepada para sahabat yang berperang seperti Ummul Mukminin Aisyah radiallahu ‘anha, Ummu Sulaith, Ummu Sulaim dan Ummu Athiyah. Tetapi terdapat pula perang dimana para wanita tidak ikut seperti halnya perang Tabuk. Hadis Ummu Kabsyah ini kuat indikasinya menceritakan perang Tabuk dimana Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mengizinkan wanita untuk ikut karena sebagaimana yang disebutkan Ibnu Hajar peristiwa ini terjadi setelah Fathul Makkah, sedangkan setelah Fathul Makkah perang yang diikuti Nabi [shallallahu ‘alaihi wasallam] adalah perang Hunain, perang Authas, perang Thaif [ketiga perang ini pada dasarnya adalah satu deretan perperangan, hanya saja tempatnya yang berbeda] dan perang Tabuk. Perang Hunain masih ada wanita yang ikut yaitu Ummu Sulaim sebagaimana hadis berikut.
Dari Anas bahwa pada perang Hunain Ummu Sulaim membawa khanjar [pisau], maka Abu Thalhah melihatnya lalu ia berkata kepada Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] “Wahai Rasulullah, Ummu Sulaim membawa pisau.” Maka Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] berkata kepada Ummu Sulaim ”Untuk apa pisau itu?” Ummu Sulaim berkata “Jika ada orang musyrik yang mendekatiku, akan aku gunakan pisau ini untuk merobek perutnya.” Maka Rasulullah [shallallahu ’alaihi wasallam] tertawa. Ummu Sulaim berkata “Wahai Rasulullah [shallallahu ’alaihi wasallam] setelah ini bunuhlah orang-orang thulaqa’ [mereka yang masuk islam saat fathul makkah], mereka lari dari perang.” Maka Rasulullah [shallallahu ’alaihi wasallam] berkata “Wahai Ummu Sulaim, sesungguhnya Allah telah mencukupi dan berbuat baik” [Shahih Muslim 3/1442 no 1809]
Jadi pada perang Hunain, Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] masih mengizinkan Ummu Sulaim untuk ikut, maka sudah jelas peristiwa yang disebutkan Ummu Kabsyah dimana Rasulullah [shallallahu ‘alaihi wasallam] tidak mengizinkan wanita untuk ikut adalah pada perang Tabuk. Maka ini menjadi dalil atau bukti bahwa pada saat perang Tabuk, para wanita tidak ikut dalam perang, mereka para wanita termasuk Asma’ binti Umais berada di madinah.
No comments:
Post a Comment