Secara ringkasnya:
Seperti solat juga- Al-Quran menerangkan tentang 3 waktu solat- tatacaranya Nabi yang terangkan.
Seperti juga puasa, haji, zakat, khumus dll ibadat- asasnya ada dlm al-Quran…..  perincian dan tatacaranya, baginda sendiri akan mengajar dan mentafsirkannya di hadapan sesetengah sahabat (tidak semua kerana ada juga sahabat yg tinggal berjauhan dgn Nabi).
Berlaku pertikaian pendapat apabila para ulama cuba mentafsirkan al-Quran berdasarkan kaedah bahasa Arab dan kefahaman mereka (Tambahan lagi apabila wujudnya hadis2 palsu) ….. Sedangkan al-Quran turun dahulu kemudian baru disusun kaedah-kaedah bahasa Arab. Namun, sesetengah ayat al-Quran tidak boleh difahami berdasarkan kaedah bahasa Arab semata-mata. Oleh itu, bahasa Arab adalah “alat” sahaja untuk memudahkan memahami al-Quran. Bukan sepenuhnya boleh digunakan untuk mentafsirkan al-Quran. 
P/s Nabi SAW bersabda; Aku akan berperang dgn umatku atas TANZIL (penurunan) al-Quran. Engkau Ali akan berperang dgn umatku atas TAKWIL (penyimpangan makna) al-Quran.
Tidakkah sekarang takwil al-Quran telah menyebabkan umat saling mengkafir dan berbunuhan (berperang) sesama sendiri….
1.Ya perkataannya juga ‘ila’ (Sampai/sehingga).
2.       Tentang Arah sapuan- ayat ini tidak membicarakan tatacara wuduk tapi kawasan yg mesti dibasuh atau disapu lalu tatacaranya ditunjukkan oleh sunnah Nabi (so kena rujuk hadis sahih tentang cara nabi berwuduk). Jadi pentafsir ayat ini adalah Nabi sendiri…. Bukan kaedah berbahasa semata-mata sebagaimana byk dilakukan oleh para ulama…
Untuk sedikit kritikal….. nak jugak tanya,
Bagaimana pula dengan .. ) kaki-kaki kalian sampai dua mata kaki ?
apa kah perkataannya juga ‘ila’
bagaimana perbahasannya apabila menerangkan arah sapuan itu bermula dari jari kaki sampai ka mata kaki.. 
salam!
| Beginilah Sang   Nabi Berwudhu’ | |||||
|  | “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu hendak   mengerjakan shalat  maka basuhlah wajah-wajah kalian dan   tangan-tangan kalian sampai siku  dan sapulah kepala-kepala kalian “dan”  basuhlah (sepatutnya   sapulah kerana kata sendi “dan” sebelumnya) kaki-kaki kalian sampai dua mata kaki.” ((QS.   Al Maidah : 6). Apa   makna kata "ila" yang terdapat pada ayat yang   menjelaskan tentang wudhu, yaitu: "maka basuhlah wajah-wajah dan   tangan-tangan kalian hingga (ila) ke siku?" Apakah mazhab   Ahlusunnah mengartikan kata tersebut dengan "ke arah",   karena itu mereka membasuh tangan ke arah siku? Bagaimanakah   perilaku Nabi Saw terkait dengan masalah ini? Mengenai   kata "ila" yang terdapat pada ayat wudhu, sebenarnya hanyalah untuk   menjelaskan kadar dan batas-batas basuhan, bukan menjelaskan tentang   tatacara membasuh. Artinya bahwa ayat tersebut menjelaskan kadar dan batas   tangan yang mesti dibasuh dalam berwudhu hingga ke siku. (Kawasan basuhan   dari tangan hingga ke siku- bukannya cara berwuduk iaitu mesti dari tangan   membawa ke arah siku). Kata   "ila" di sini bermakna ghayat (sampai, batas   akhir) bagi anggota yang dibasuh, bukan ghayat basuhan. Karena itu,   ketika dikatakan "basuhlah tanganmu", mungkin akan   terbersit dalam benak bahwa apabila tangan itu dibasuh hanya memadai sampai   ke bagian pergelangan tangan sahaja.  Untuk   menyangkal dugaan dan kesalahpahaman ini dikatakan: "basuhlah tanganmu   hingga ke siku". (Kawasan basuhan). Karena   itulah ulama ahl bait Nabi mewajibkan –dalam berwudhu- membasuh kedua tangan dari bagian atas (siku) ke bagian   bawah (tangan). Mereka menilai bahwa perilaku dan sunnah   Rasulullah Saw yang telah dijelaskan oleh Ahlulbaitnya adalah bukti dan dalil   yang paling baik atas makna ini.  Kaum   Ahlusunnah juga -sekalipun "ila" itu mereka artikan sebagai   "ke arah", karena itu mereka menilai bahwa dalam membasuh tangan   itu lebih baik dari bagian bawah ke arah atas (siku), tetapi walaupun   demikian-  mereka mengatakan bahwa seseorang itu boleh memilih antara membasuh tangannya dari   bawah ke atas atau sebaliknya. Justeru itu, mereka tidak memberikan   kesimpulan bahwa kata "ila" itu menunjukkan kewajiban membasuh dari   ujung jari-jari sampai siku.  ******************************** p/s: Bila boleh memilih   bermaksud boleh nak ikut sunnah Nabi atau tidak… sedangkan dlm ibadat sepatutnya   tidak boleh memilih apabila Nabi telah tentukan kaedahnya! Inilah akhirnya   menyebabkan perselisihan di kalangan umat Islam dan terwujudlah mazhab2. Ada   mazhab yang ikut sunnah Nabi dan ada mazhab yang memilih untuk tidak ikut   sunnah Nabi dengan membuat tafsiran sendiri. Namun, penguasa dan dibantu oleh   ulama penguasa ketika itu melegalkan (mengesahkan) kedua-dua   mazhab tersebut… Lalu bagaimana nasib orang awam??? (Itu baru satu contoh   ayat/hukum yang kita boleh memilih, b/mana dengan   ayat-ayat/hukum lain dalam syariat Islam yang begitu banyak jumlahnya?)    Mampukah kita berjalan di malam gelap gelita tanpa ada Cahaya (Sang   Penunjuk Jalan) Suatu pertanyaan yang aku enggan untuk menjawabya sampai   bila-bila: Mungkinkah tidak sahnya wuduk akan menyebabkan sahnya solat? | ||||
 
No comments:
Post a Comment